Senin, 21 April 2014

Agama dan Tindakan Ekonomi



Makalah Sosiologi dan Politik
Judul
Agama dan Tindakan Ekonomi





Oleh:
Robi Candra 312.102

Dosen Pembimbing
MUHAMAD TAUFIK, M.SI


JURUSAN EKONOMI ISLAM (A)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT  AGAMA ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
1434/2013


KATA PENGATAR

Segala puji bagi Allah SWT yang memberikan nikmat yang tidak terhingga, baik nikmat jasmani, rohani, rezki maupun nikmat iman, Islam kepada kami yang patut yang kami syukuri dan kepada-Nya kami memohon pertolongan, ampunan serta tempat kami berlindung dari kejahatan dan kejelekan. Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala berkat rahmat –Nya kami telah dapat menyelesaikan Makalah, yang membahas tentang “Agama dan Tindakan Ekonomi “ pada mata kuliah “Sosilogi dan Politik”.

Kami menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, arahan, masukan , kritikan dan saran yang kami harapkan .
Akhirnya kami berharap makalah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.














BAB II
ISI

A.    BAGAIMANA SPIRIT AGAMA MEMPENGARUHI TINDAKAN EKONOMI.
Defenisi Agama
Dalam mendefenisikan agama, para ilmuwan sosisal biasanya menggunakan dua macam defenisi yang biasa melengkapi satu sama lain, yakni defenisi substantif dan defenisi fungsional.
a.       Defenisi substantif.
Defenisi substantif berusaha menjawab apa itu agama? Defenisi tersebut berusaha menetapkan batas – batas atau kategori – kategori dari sebuah fenomena yang menyebabkanya disebut agama dan membedakanya dari fenomena lain yang bukan agama. Salah satu contoh dari defenisi seperti itu adalah defenisi agama menurut Melfrod Spiro. [1]Dia mengatakan agama sebagai suatu instusi yang terdiri dari interaksi yang terpolakan secara kultural dengan pengandaian akan keberadaan yang supranatural.

Pengakuan akan adanya kekuatan supranatural di dalam defenisi itu menunjukan keberadaan kekuatan yang mengatasi kekuatan manusia, kekuatan tersebut dapat membantu manusia dan sebaliknya dan dapat membahayakan manusia. Hal itu tergantung pada perbuatan manusia itu sendiri, kalau manusia melakukan hal – hal yang dikehendaki oleh kekuatan supranatural tersebut, maka dia akan membantu manusia. Sebaliknya, apabila dia melakukan hal – hal yang bertentangan dengan keinginan dari kekuatan supranatural tersebut maka kekuatan itu akan mecelakakan manusia.

b.      Defenisi Fungsional.
Defenisi fungsional tentang agama menekankan apa yang di buat oleh agama untuk seorang individu, kelompok, atau masyarakat. Karena itu, agama didefenisikan didalam istilah – istilah fungsi yang harus ia jalankanya. Isi dari kepercayaan dan praktik keagamaan juga disebut, tetapi tidak terlalu penting untuk strategi ini dibandingkan dengan konsukuensi – konsukuensi dari agama itu untuk kehidupamn masyarakat.

Salah satu contoh dari defenisi seperti ini deberikan oleh Clifford Greertz. Dia mengartikan agama sebagai system simbol yang berfungsi “menentramkan suasana hati dan memberikan motivasi yang kuat dan tahan lama didalam kehidupan manusiadengan menetapkan konsep – konsep atau merumuskan kepercayaan – kepercayaan tentang tatanan umum eksistensi (manusia dan masyarakat ) dan membungkus konsep – konsep atau kepercayaan – kepercayaan itu seolah – olah sebagai sesuatu yang real atau merupakan yang fakta sehingga suasana batin dan motivasi yang tercipta pun menjadi real.

Konsep – konsep atau kepercayaan – kepercayaan yang dijelaskan oleh agama diupayakan sedemikian rupa seolah – seolah konsep – konsep atau kepercayaan – kepercayaan itu adalah real walaupun secara empiris sulit dibuktikan.   

Ancangan Sosiologik terhadap Kajian Agama.
Mengenai tuntutan ini, dan bagaimana para ahli sosiologi dengan pemikiran para filosuf agama atau ahli teologi, atau dengan para pengkaji perbandingan agama. Di awali dengan melihat perbedaan antara ahli teologi dan sosiologis, ahli teologi mengawali kajianya dengan kepercayaan terhadap adanya tuhan, dan berusaha melaksanakan berbagai implikasi dari keyakinan ini terhadap kehidupan manusia, berbeda dengan cara – cara lain, dimana pengalaman manusia membantu kita memahami hakikat tuhan.
Selain itu, ahli teologi secara karakteristik merupakan pemikir dalam tradisi keagamaan tertentu, misalnya Kristen, hindu, dan sebagianya, yang pertama menaruh perhatian terhadap berbagai kebenaran, sesuai dengan keyakinan dalam tradisi tertentu,sebaliknya ahli sosiologi munkin menganut agama (kepercayaan ) tertentu atau sama sekali tidak mempunyai agama, dan data yang dikerjakanya mungkin diperolehnya dari salah satu atau banyak system agama, dari agamanya sendiri atau dari agama – agama yang sama sekali berbeda dengan agamanya sendiri.
Dengan demekian terdapat perbedaan postur intelektual dan juga perbedaan  kepentingan, antara ahli teologi dan ahli sosiologi itu.[2] Namun demikian terdapat juga titik temu dalam kepentingan – kepentingan mereka. Ahli teologi menganalisis pengalaman manusia dalam rangka memasuki secara lebih mendalam hakikat Tuhan dan perbuatan – perbuatanya di dunia, ahli sosiologi berkeyakinan bahwa hanya dengan menganalisis berbagai pengalaman tertentu dai berbagai masyarakat tertentu sajalah dia dapat menampilkan seperangkat keyakinan dan peribadatan agama tertentu sehingga mudah dipahami. 

Hubungan agama dan ekonomi.
Agama merupakan sistem sosial yang sudah terlembaga dalam setiap masyarakat. Secara mendasar agama menjadi norma yang mengikat dalam keseharian dan menjadi pedoman dari sebagai konsep ideal. Ajaran – ajaran agama yang telah dipahami dapat menjadi pendorong kehidupan individu sebagai acuan dalam beriteraksi kepada Tuhan, sesame manusia maupun alam sekitarnya. Ajaran itu bias diterapkan dalam mendorong perilaku ekonomi, social dan budaya[3].
Agama dan Etos kerja ( Ekonomi ) memang memiliki wilayah yang berbeda. Agama bergerak dalam dimensi spiritual, sedang bekerja atau usaha adalah berdimensi duniawi untuk mencari nafkah hidup. Namun, pada wilayah yang lain, agama dan etos kerja memiliki relevansi yang cukup signifikan sebagai salah satu motivasi spiritual menuju tambahan nilai kebaikan dan amal bagi keluarga dan orang lain.
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran agama sangat berpengaruh bagi perkembangan aspek material (kehidupan di dunia ini), baik politik, ekonomi, social, maupun budaya. Atau dengan kata lain, ada hubungan yang sangat segnifikan antara kemajuan dalam pemikiran (immaterial) dan kemajuan dalam bidang material.  

B.     MEMAHAMI BAGAIMANA TESIS MAX WEBER
Biografi Max Weber.
Maximilian Weber (lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864 – meninggal Munchen, Jerman, 14 juni 1920 pada umur 56 tahun) adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiologi dari jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi Negara modern. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi. Karyanya yang paling popular adalah esai yang berjudul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yang mengawali penelitianya tentang sosiologi agama.[4]
Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainya, politik sebagai panggilan, Weber mendefenisikan Negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah defenisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.

Pendekatan Psikologis Terhadap Agama.
Didalam bukunya yang berjudul The Social Psychology of The World Religions, Weber menguraikan pendekatan psikpologis terhadap agama. Di dalam buku tersebut, dia menolak pemikiran yang mengatakan bahwa dalam menghubungkan agama dengan faktor – faktor social, seseoarang harus menggunakan pendekatan yang bersifat reduksionis. Dia menolak tesis yang mengatakan bahwa agama adalah sebuah ilusi seperti yang dilakukuan oleh Freud. Weber juga tidak bisa menerima teori – teori tentang agama yang mengatakan bahwa agama merupaka satu bentuk pelarian dari penderitaan dan kesulitan hidup walaupun dia mengakui adanya hubungan antara agama dan penderitaan. Dalam diskusinya, dia memberikan penjelasan tentang hubungan antara agama dan kesulitan hidup.[5]
Menurut Weber, dalam banyak tradisi keagamaan khususnya dalam masyarakat pra-industri, orang – orang yang mengalami kemalangan atau malapetaka berpikir bahwa kemalangan itu disebabkan kemarahan para dewa yang menghukum mereka. Selain itu, mereka juga berpikir bahwa penderitaan atau sakit disebabkan kemarahan oleh kerasukan roh – roh jahat yang marah akibat perbuatan – perbuatan mereka. Menurut Weber, kepercayaaan seperti ini adalah akar dan sumber dari sikap keagamaan. Secara fundamental, agama merupakan tanggapan kesulitan dan penderitaan dalam hidup serta berusaha memberikan makna terhadap apa yang mereka alami.Konsep – konsep tentang agama muncul sebagai akibat dari kenyataan bahwa secara fundamental manusia itu rapuh dan tidak pasti. Ketidak pastian dan kerapuhan diantara lain tampak didalam kenyataan bahwa kadang – kadang manusia menginginkansesuatu, tetapi keinginan itu tidak selalu bisa terwujud. Hamper selalu ada perbedaan antara apa yang kita pikirkan dengan kenyataan yang terjadi. Perbedaan itu bisa di jumpai di dalam berbagai tingkatan pada tingkatan yang paling dasar, perbedaan itu ditemukan didalam keinginan – keinginan akan hal – hal material dengan kenyataan – kenyataan yang sebenarnya.

Pemikiran Max Weber tentang Sosiologi Agama.
Karya Weber dalam sosiologi agama bermula dari esai Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme dan berlanjut dengan analisis[6] Agama Tiongkok : Konfusianisme dan Taoisme, karyanya tentang agama – agama lain terhenti oleh kematianya yang medadak pada tahun 1920,hingga ia tidak dapat melajutkan penelitianya tentang Yudaisme Kuno dengan penelitian – penelitian tentang Mazmur, kitab Yakub, Yahudi Talmudi, Kekristenan awal dan Islam.
Tiga tema utamanya adalah efek pemikiran agama dalam kegiatan ekonomi, hubungan stratifikasi budaya Barat. Diawali oleh esai etika protestan dan semangat kapitalisme, Weber menyebut agama adalah salah satu alasan utama perbedaan antara budaya barat dan timur. Ia mengaitkan efek pemikiran agama dalam kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifikasi social dan pemikiran agama serta pembedaan karakteristik budaya barat.
Tujuannya untuk menemukan alasan mengapa budaya barat dan timur berkembang dengan jalur yang berbeda. Weber kemudian mejelaskan temuanya terhadap dampak pemikiran agama puritan (protestan) memiliki pengaruh besar dalam perkembangan sistem ekonomi di Eropa dan Amerika, namun tentu saja ini ditopang dengan factor lain diantaranya adalah rasionalitas terhadap upaya ilmiah, menggabungkan pengamatan dengan matematika, ilmu tentang pembelajaran dan yurisprudensi, sistematisasi terhadap administrasi pemerintahan dan usaha ekonomi. Studi agama menurut Weber semata hanyalah meneliti sutu emansipasi dari pengaruh magi, yaitu pembebasan dari pesona. Hal ini menjadi sebuah kesimpulan yang dianggapnya sebagai aspek pembeda yang sangat pentingdari budaya yang ada di barat.
Tugas pertama yang dilakukannya adalah menampilkan bukti mengenai hubungan antara berbagai bentuk tertentu agama protestan dan perkembangan yang sangat cepat menuju kaiptalisme. Dia mengemukakan contoh terkenal di negeri belanda pada abad-abad ke 16 dan 17, mengenai pemilikan bersama dalam kegiatan usaha kapitalis dikalangan keluarga huguenots dan orang-orang katolik di perancis pada abad-abad ke 16 dan 17, dikalangan kelompok puritan di inggris, dan lebih dari itu juga dikalangan para penganut cabang puritanisme inggris yang menetap di amerika dan mendirikan wilayah new england. Pandangan weber adalah bahwa penolakan terhadap tradisi, atau perubahan sangat cepat dalam metode dan valuasi terhadap kegiatan ekonomik seperti itu, tidak akan mungkin terjadi tanpa dorongan moral dan agama.[7]
Setelah mengetahui adanya hubungan antara agama protestan Calvinis dan kapitalisme ini, weber lebih lanjut berusaha membahas dan mengidentifikasikan berbagai ciri yang membedakan antara kapitalis moderen dan berbagai corak organisasi ekonomik lainnya, serta berbagai ciri yang membedakan antara Calvinisme dan beberapa versi lain agama kristen.
Orang-orang Marxis berpendapat bahwa corak Calvinis dalam agama protestan adalah idiologi yang digunakan untuk mengesahkan kapitalisme pasar bebas dan sebagai penolakan terakhir dari kekuasaan-kekuasaan hukum kanon katolik yang semakin melemah mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi.[8]
Dalam satu hal, meskipun cara yang digunakan untuk membedakan dua macam corak ideal kapitalis itu bertentangan sama sekali, weber melihat bahwa dalam kehidupan nyata keduanya cenderung dikacaukan. Dia mengakui, sebagaimana sudah saya sebutkan, bahwa “tujuan-tujuan puritanik cenderung mengendor karena tekanan berlebih-lebihkan dari godaan harta, sebagaimana diketahui benar oleh kalangan puritan sendiri.[9]
Dalam kajian terhadap etika protestan dan calvinisme weber sering kali menggunakan dua istilah yang makna pasti memerlukan penelahaan lebih lanjut. Istilah yang pertama adalah istilah yang dicetuskan dan dipakainya sendiri---“asketisisme dunia batin”( inner-worldy ascetism). Yang kedua istilah “rasionalisme” atau “rasionalisasi” yang bersifat umum. Kedua istilah itu juga secara luas dipergunakannya dalam kajian mengenai perbandingan agama, dan istilah yang kedua merupakan kata kunci dalam pandangannya tentang sosiologi, karena itu makna kedua istilah tersebut mempunyai arti penting.[10]




Pengaruh agama ascetis protestan
Weber membedakan empat aliran utama dari agama protestan ascetic: Calvinisme, metodisme, pietisme dan sekte baptis. Pembahasan Weber tentang agama protestan asketik, tidak melibatkan suatu penuturan historis dari dogmanya, akan tetapi hanya membahas unsur-unsur doktrin sekte-sekte tersebut, yang sangat banyak akibatnya dalam hal pengaruh atas prilaku praktis individu dalam kegiatan ekonominya.[11]
Weber beragumentasi bahwa akibat dari doktrin ini bagi sipemeluknya, tentunya adalah suatu ‘kesepian di dalam hati yang belum pernah terjadi sebelumnya’.
Menurut weber, perbedaan yang paling tampak, yang memisahkan calvinisme dari Lutheranisme maupun agama khatolik. Calvinisme dengan demikian membuat suatu kesimpulan akhir tentang proses sejarah besar,yang dibahas oleh weber dikesempatan lain secara terperinci: yaitu proses bertahap dari ‘kekecewaan’ (Entzauberung) dunia.[12]
Weber mengawali bukunya The Protestant Ethic dengan mengemukakan suatu fakta statistik untuk penjelasan : yaitu fakta bahwa didalam eropa modern ‘pemimpin-pemimpin niaga dan para pemilik modal, maupun mereka yang terholong sebagai buruh terampil tingkat tinggi, terlebih lagi karyawan perusahaan-perusahaan modern yang terlatih dalam bidang teknis dan niaga, kebanyakan memeluk agama protestan.

C.    MEREFLEKSIKAN  TESIS MAX WEBER DALAM KONTEKS SEMANGAT ISLAM DAN PERILAKU  PENGUSAHA MUSLIM.
Konsep Kerja Keras Pandangan Islam.
Didalam kehidupan, orang harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan dasar mereka. Tekanan structural pada kehidupan masyarakat sedemikian berat sehingga hamper sepanjang waktu mereka harus bersaing satu sama lain untuk memeperoleh atau membagi ruang kegiatan ekonomi yang sempit. Dan hampir semua usaha mereka diarahkan terutama untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Dalam konteks ini, tampaknya tidak mengherankan  sepeti kita lihat bahwa masyarakat cendrung menimbang masalah – masalah cultural, idiologi dalam cara yang praktis.
Tampak bahwa kondisi material, atau kebutuhan ekonomi, berada diuruta pertama, sedangkan masalah – masalah idiologis – keagamaan, atau hal – hal yang tidak material, menduduki urutan kedua. Kondisi material itu sedemikian penting dalam kehidupan mereka sehingga agama (dalam pengertian sempit, sembahyang lima waktu atau puasa ) menjadi kebutuhan mewah. Ini harus di artikan bahwa gama hanya menduduki tempat kedua dalam kehidupan masyarakat.[13]
Orang islam yang ideal bukan orang yang terus – menerus sembahyang dari pagi sampai petang, tetapi yang bekerja dan berdoa, dan bekerja lagi dan berdoa lagi terus menerus. Berkaitan dengann konsep kerja keras Mohamad Sobari dalam bukunya menyatakan islam berisi ajaran semangat kerja keras, yang bisa dibandingkan dengan gagasan Barat bahwa “waktu adalah uang”,dia mengatakan bahwa kerja keras adalah menifestasi terpenting dari ibadah. Kerja keras itu lebih nyata dibanding, misalnya, membaca Alqu’ran ,dia menegaskan bahwa kita harus bertahan hidup di dunia , dia mengatakan  kita haruslah berkerja keras  untuk memeperolehnya.   

Etos Kerja Padangan  Weber Dengan Konsep Kapitalisme.
Semangat kapitalisme juga meliputi etika kerja yang berarti bahwa semua waktu yang tidak digunakan untuk mendapatkan uang adalah suatu pemborosan. “Waktu adalah uang” merupakan prinsip dari kaum kapitali ini. Mereka juga berpendapat bahwa tidak bekerja sepanjang hari adalah suatu pemborosan walaupun selama sepanjang sehari adalah satu pemborosan walaupun selama sehari itu tidak mengeluarkan uang.[14] Usaha untuk mencari keuntungan demi keuntungan mengandung implikasi bahwa segala bentuk pemborosan harus dihindari, biaya ditekan dan tidak ada modal yang disia – siakan. Perhitungan antara pemasukan dan pengeluaran dibuat secara teliti. Tetapi, semua ini bukan cuma persoalan cara berbisnis yang sukses melainkan sebuah etika atau etos yang khas dalam upaya menjawab panggilan Tuhan.
Etos bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja pada manusia. Keinginan untuk memperoleh uang bersifat alami, tetapi etos khusus yang menekankan uasaha sistematis untuk memperoleh uang melalui cara – cara rasional dengan didasari pembatasan di dalam kosumsi yang diusahakan dan dikembangkan. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan ekonomi yang hebat didunia Barat. Dalam kenyataanya, menurut Weber, keinginan untuk mendapatkan uang ,jika tidak disertai dengan etika seperti yang dijelaskan diatas.
Kekuatn yang menghalangi pertumbuhan ekonomi seperti kapitalisme rasional adalah sikap tradisionalisme. Sikap ini ditandai  kecendrungan mau bekerja hanya kalau perlu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Menurut Weber, tidak ada manusia yang secara kodrat ingin menghasilkan lebih dan lebih demi penghasilan itu sendiri. Kebanyakan manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang paling dasar dan kalau kebutuhan dasar itu sudah terpenuhi mereka beristirahat. Sikap seperti inilah yang paling dominan  ditemukan pada masyarakat prakapitalis dan pada sebagian dunia.












BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1.      Bagimana Spirit Agama Mempengaruhi Tindakan Ekonomi
Dengan memiliki aspek diantaraanya :
·         Defenisi agama.
·         Ancangan Sosiologik terhadap Kajian Agama.
·         Hubungan agama dan ekonomi
2.      Memahami Tesis Max Weber.
·         Biografi Max Weber.
·         Pendekatan psikologis terhadap agama.
·         Pemikiran max weber terhadap sosiologi agama.
·         Pengaruh agama ascetis protestan.
3.      Mereflesikan tesis max weber dalam konteks semangat islam dan perilaku npengusaha muslim.
·         Konsep kerja keras pandangan islam.
·         Etos kerja padangan weber dengan konsep kapitalisme.
  
SARAN
Penulis tidak terlepas dari kesalahan yang disampaikan melalui makalah ini. Masih banyak yang harus penulis sampaikan dalam makalah ini, namun keterbatasan wawasan penulis dan rujukan penulis temui yang tidak dapat penulis sampaikan dalam makalah ini. Kami berharap pembaca dapat mencari selain rujukan yang kami temui. Untuk itu penulis berharap pembaca memberi kritik dan sarannya.
Untuk itu atas kekurangan dari makalah yang penulis berikan, penulis mohon maaf. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita bersama.





DAFTAR PUSTAKA

SVD, Bernard Raho, Agama dalam Perspektif Sosiologi, ( Jakarta, Obor, 2013 ).
Sobari, Mohamad, Kesalehan dan Tingkah Laku Ekonomi, (Yogyakarta, Yayasan Bentang Budaya Sembilegi, 1999 ).
Schraf, R, Betty, Sosiologi Agama, (Jakarta, Kencana, 2004 ).
Giddens, Anthony, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Jakarta, Universitas indonesia (UI-Press), 1986.
Schraf, R. Betty, Kajian Sosiologi Agama, Yogyakarta, PT Tiara Wacana Yogya, 1995.
Sudrajat, Ajat, Etika Protestan dan Kapitalisme Barat Relevansinya dengan Islam Di Indonesia, Jakarta, Bumi Aksana, 1994.
Http://hendrakm.blogspot.com/2010/pokok -pokok pemikiran max weber.



[1]  Bernard Raho svd, Agama dalam perspektif sosiologi, hlm 7.
[2]  Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, hlm 3.
[3]  Nasir, Nanat Fatah, http;// Etos kerja wirausahawan muslim.
[4]  Http;//id. Wikipedia.org/ Maximiliam Weber.
[5]  Bernard, Raho svd, Agama dalam Perspektif Sosiologi, hlm 58.
[6]  Http ;//idsaripudin,wordpres.com/pemikiran max –weber.
[7] Schart, S, Betty, Kajian Sosiologi Agama, yogyakarta, 1995.
[8] Ibid, hal 183
[9] ibid, hal 185
[10] Ibid, hal 186.
[11] Giddens, Anthony, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, jakarta, UI-Press,1986
[12] Ibid, hal 158
[13]  Mohamad, Sobari, Kesalehan dan tTngkah Laku Ekonomi, hlm 164.
[14]  Benard, Raho svd, Agama dalam Perspektif Sosiologi, hlm 67.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar