PENGANTAR
SOSIOLOGI EKONOMI
A.
Pengertian
Sosiologi dan Sosiologi Ekonomi
1.
Pengertian
Soiologi
Secara terminologi sosoologi berasal dari bahasa yunani, yaitu socius
dan logos. Socius berarti
kawan, berkawan, atau masyarakat, sedangkan logos berarti ilmu atau
dapat juga dikatakan bicara tentang sesuatu. Dengan demikian sosiologi dapat
diartikan ilmu tentang masyarakat[1].
Defenisi sosiologi juga dikemukakan oleh beberapa para ahli[2],
yaitu :
a.
Pitirim Sorokin
(1928: 760-761), berpendapat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu tentang hubungan
dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial.
b.
William Ogburn
dan Meyer F.Nimkoff (1959:12-13), berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian
secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
c.
Roucekj dan
Warren (1962: 3) berpendapat hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompoknya.
d.
J.A.A van Doom
dan C.J. Lammers (1964: 24) mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang
sekelompok hidup manusia.
e.
Meta Spencer
dan Alex Inkeles (1982: 4), mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang
sekelompok hidup manusia.
f.
sosiologi
adalah ilmu tentang struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial.
Dengan demikian, sosiologi dapat didefinisikan sebagai disiplin
ilmu tentang interaksi sosial, kelompok sosial, gejala-gejala sosial, organisasi
sosial, struktur sosial, proses sosial, maupun perubahan sosial.
2.
Pengertian
Sosiologi Ekonomi
Sosiologi ekonomi merupakan study yang mempelajari cara orang atau
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka terhada barang dan jasa dengan
menggunakan pendekatan atau perspektif analisis sosiologi[3].
Dalam definisi di atas dapat diuraikan bahwa sosiologi ekonomi berhubungan
dengan dua hal, yaitu:
a.
Fenomena
ekonomi, yaitu gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan
mereka terhadap barang dan jasa yang langka[4].
b.
Pendekatan
sosiologis, yaitu berupa kerangka acuan, variabel-variabel, dan model-model
yang digunakan oleh para sosiolog dalam memahami dan menjelaskan kenyataan
sosial atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat[5].
Sosiologi ekonomi mempelajari berbagai macam kegiatan yang sifatnya
kompleks dan melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumen barang
dan jasa yang bersifat langka dalam masyarakat.
Jadi, fokus analisis untuk sosiologi ekonomi adalah pada kegiatan
ekonomi, dan mengenai hubungan antara variabel-variabel sosiologi yang terlihat
dalam konteks non-ekonomis[6].
Berikut beberapa perbandingan antara sosiologi ekonomi
dan ekonomi[7]
:
a. Dalam ekonomi klasik dan neo-klasik tradisi memiliki
satu dominasi tertentu, tetapi asumsi dasar dari tradisi tersebut telah
mengalami perubahan dan perkembangan dalam berbagai arah. Knight (1921)
menekankan bahwa ekonomi neo-klasik menganggap bahwa aktor dalam ekonomi
memiliki informasi yang lengkap (rasional) dan informasi tersebut tidak
memiliki nilai (free). Beberapa waktu, ekonomi mengalami perkembangan tradisi
dalam menganalisis asumsi dasar dari resiko dan ketidakpastian dan informasi
sama dengan biaya. Selain itu, telah banyak jenis dari rasionalisasi ekonomi
yang muncul. Misalnya Prilaku rasional berkembang menjadi prilaku ekonomi, di
mana cukup banyak pengaruh dari asumsi psikologi.
b.
Sosiologi
meniadakan satu tradisi yang dominan. Pelbagai pendekatan sosiologi dan
pendidikan yang diterima di sekolah berbeda dengan dan saling bersaing antara
satu dengan lainnya, dan keadaan ini menyebabkan sosiologi ekonomi muncul.
Contohnya Weber merasa skeptis mengenai pemikiran dari “sistem” sosial, apakah
diterapkan dalam ekonomi atau sosiologi, ketika Parsons melihat masyarakat
sebagai sistem dan ekonomi sebagai bagian dari sub-sistem tadi.[8]
B.
Sosiologi dan
Sosiologi Ekonomi dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dengan penggunaan kekuatan pemikiran, dimana pengetahuan tersebut
selalu dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis. Tujuan ilmu pengetahuan
adalah untuk lebih mengetahui dan mendalami segala segi kehidupan. pada
hakikatnya, ilmu pengetahuan timbul karena adanya hasrat ingin tau dalam
diri dan agar manusia lebih mengetahui
dan mendalami segala segi kehidupan ini[9].
Secara umum, dikenal adanya empat kelompok ilmu pengetahuan [10]
:
1.
Ilmu
matematika.
2.
Ilmu
pengetahuan alam, yaitu kelompok ilmu pengetahuan yang mempelajari
gejala-gejala alam baik yang hayati maupun yang tidak hayati.
3.
Ilmu tentang
perilaku yang disatu pihak menyoroti prilaku hewan, dan dilain pihak menyoroti
perilaku manusia,yang terakhir ini sering kali dinamakan ilmu-ilmu sosial yang
mencakup berbagai ilmu pengetahuan yang masing-masing membahas suatu bidang di
dalam kehidupan.
4.
Ilmu
pengetahuan kerohanian, yang merupakan kelompok ilmu pengetahuan yang
mempelajari perwujudan spiritual kehidupan bersama manusia.
Dari
sudut penerapannya, maka biasanya dibedakan antara :
1.
Ilmu
pengetahuan murni, bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan
secara abstrak, yaitu mempertinggi mutunya.
2.
Ilmu
pengetahuan terapan, bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu
pengetahuan tersebut di dalam masyarakat dengan maksud untuk membantu
masyarakat di dalam mengatasi masalah- masalah yang dihadapinya.
Ilmu-ilmu
sosial juga berhubungan dengan sosiologi. ilmu sosial dinamakan demikian karna
ilmu-ilmu tersebut mengambil masyarakat dan kehidupan manusia sebagai objek
ajiannya. sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena
telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan yang ciri-ciri utamanya
adalah[11]
:
1.
Sosiologi
bersifat empiris
2.
Sosiologi
bersifat teoritis
3.
Sosiologi
bersifat kumulatif
4.
Sosiologi
bersifat notetis
Masyarakat
yang menjadi objek ilmu- ilmu sosial dapat dilihat sebagai sesuatu yang terdiri
dari beberappa segi; ada segi ekonomi, yang antara lain yang bersangkut paut
dengan produksi, distribusi dan penggunaan barang-barang dan jasa-jasa; ada
pula segi kehidupan politik yang antara lain berhubungan dengan penggunaan
kekuasaan dan masyarakat; dan lain-lain segi kehidupan[12].
Secara historis
perkembangan pemikiran Sosiologi Ekonomi antara lain disebabkan oleh
berkembangnya paham-paham, pemikiran-pemikiran dan teori-teori tentang ekonomi
yang melihat cara kerja sistem ekonomi dengan menekankan pula pada aspek-aspek
non-ekonomi.
Salah satu dari
paham-paham, teori-teori, pemikiran-pemikiran yang mendukung perkembangan
Sosiologi Ekonomi tersebut adalah Paham Merkantilisme, yang berpandangan, bahwa
kekayaan dianggap sama dengan jumlah uang yang dimiliki oleh suatu negara dan
cara untuk meningkatkan kekuasaan adalah dengan meningkatkan kekayaan Negara[13].
Didalam
kehidupan masyarakat sebagai satu system maka bidang ekonomi hanya sebagai
salah satu bagian atau subsistem saja. Oleh karena itu, didalam memahami aspek
kehidupan ekonomi masyarakat maka perlu dihubungkan antara factor ekonomi
dengan factor lain dalam kehidupan masyarakat tersebut. Factor-faktor tersebut
antara lain: faktor agama dan nilai-nilai tradisional, ikatan kekeluargaan,
etnisitas, dan stratifikasi sosial.
Sosiologi
Ekonomi Sebagai Disiplin Ilmu
Pada mulanya, pada periode dominasi pemikiran-pemikiran filosofis,
kegiatan ekonomi dan perilaku sosial tidak dapat dibedakan. Keduanya merupakan
sebuah kesatuan. Namun seiring peradaban manusia yang semakin maju dan kompleks
dengan segala variasinya, ilmu pengetahuan semakin spesifik dan
terspesialisasi, ekonomi pun mulai terpisah dari ilmu sosial lainnya[14].
Baik
Ekonomi maupun Sosiologi merupakan disiplin ilmu yang mapan. Munculnya ekonomi
sebagai disiplin ilmu dapat terlihat dari fenomena ekonomi sebagai suatu gejala
bagaimana cara individu atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka
terhadap jasa dan barang langka yang diawali oleh proses produksi, konsumsi dan
konsumsi (pertukaran).
Dengan
sendirinya dalam pemenuhan kebutuhannya atau dalam melakukan tindakan ekonomi,
seseorang akan berhubungan dengan institusi-institusi sosial (dapat dikatakan:
berinteraksi sosial) seperti pasar, rumah sakit, keluarga dan lainnya. Smelser
mendefinisikan ilmu ekonomi: “studi mengenai cara individu atau masyarakat
memilih, dengan atau memakai uang, untuk menggunakan sumber daya produktif yang
dapat mempunyai alternatif untuk menghasilkan berbagai komoditi dan
mendistribusikannya untuk konsumsi, sekarang atau masa depan, di antara
berbagai orang dan kelompok orang dalam masyarakat.
C.
Tokoh Inti
Sosiologi Dalam Sosiologi Ekonomi
1.
Aguste Comte (
1798-1857)[15]
Aguste comte pada
saat aitu adalah berlatar belakang seorang fisikawan menyatakan sosiologi
sebagai disiplin ilmu yang baru, yang disebutnya sebagai ”fisika sosial”. Anggapan
dasar yang menyertainya adalah bahwa suatu ilmu dapat dikatakan mempunyai nilai
ilmiah jika memakai p rinsip-prinsip keilmuan seperti yang dipakai ilmu alam.
Comte merupakan seorang ahli yang menganut pandangan filsafat positivisme.
Aguste comte menulis buku berjudul course of positive philosophy yang
diterbitkan pada tahun 1830-1842, yang mencerminkan suatu komitmen yang kuat
terhadap metode ilmiah. Buku tersebut merupakan ensiklopedia mengenai evolusi
filosofis dari semua ilmu dan merupakan pernyataan yang sistematis tentang
filsafat positif, yang semua ini terwujud dalam tahap akhir perkembangan.
Aguste
comte dikenal sebagai salah seorang the founding fathers of sosiology.
Dalam melakukan studinya tentang fenomena sosial, dia tidak menggunakan
pendekatan seperti yang dilakukan ekonomi klasik, yaitu melihat prilaku manusia
sebagai individu, tetapi pendekatan yang berorientasi pada masyarakat sebagai
keeluruhan. Bagi comte, sosiologi merupakan study tentang masyarakat sebagai
keeluruhan dan tidak dpat direduksi ke dalam individu[16].
2.
Emile Durkheim [17]
Emile Durkheim adalah seorang ilmuan
perancis. Dia dikenal sebagai ilmuan yang juga menganut paham positivisme
karena pada dasarnya menggunakan ilmu pengetahuan untuk menjelaskan kehidupan
sosial. Durkheim berpandangan bahwa sesuatu yang terjadi di alam semesta
disebabkan oleh sesuatu yang berada di alam semesta juga. Emile Durkheim
melakukan pengamatam terhadap fenomena sosial dan berusaha membangun
hukum-hukum sosial melaluai analogi alam.
Dalam studinya tentang “Division
of Labor in Society”, ia memberikan pendapat
tersendiri kepada perkembangan pemikiran sosiologi ekonomi. jika para ekonomi
memandang pembagian kerja sebagai suatu cara untuk menciptakan kesejahteraan,
dan lebih jauh lagi, efesiensi. baginya, pembagian kerja mempunyai fungsi yang
lebh luas. Pembagian kerja merupakan sarana utama bagi penciptaan kohesi dan
solidaritas dalam masyarakat modern. Dalam masyarakat modern, hak dan kewajiban
berkembang di sekitar saling ketergantungan yang dihasilkan oleh pembagian
kerja. Saling ketergantungan direfleksikan pada moralitas dan mentalitas
kemanusiaan serta dalam kenyataan solidatitas organis itu sendiri. Masyarakat
yang berlandasan solidaritas organis menjunjung tinggi nilai-nilai kesamaan,
kebebasan, dan hukum kontrak, dalam masyarakat seperti ini, menjadi lebih
penting[18].
3.
Karl Marx
Karl Mark mengemukakan teorinya tentang sosiologi ekonomi melalui
beberapa buku yang ditulisnya, diantaranya :
-
Contribution to
The critique of Politcal Economy
Marx
menjelaskan bahwa ekonomi merupakan pondasi dari masyarakat, dan di atas
pondasi ini dibangun superstruktur politik, sering juga disebut dengan
infrastruktur, merupakan keseluruhan dari kekuatan-kekuatan produksi dan
sosial.
-
Capital
Marx menegaskan bahwa komoditas diciptakan
melalui tenaga kerja, kemudian komoditas tersebut ditukar demi memperoleh uang,
selanjutnya uang diubah menjadi modal, dan modal menciptakan penindasan dan
pertentangan kelas[19].
-
The Economic
and Philosophical Manuscripts
Mark menjelaskan bagaimana nasib hubungan sosial
ketika segala sesuatu menjadi omoditas yang dapat dijual dan dibeli[20]
.
-
The power of
money in Bourgeois Society and Estranged Labor
-
Distory dan proses etia tenaga erja dijadikan omoditas
-
Munculnya
keterasingan yang dialami oleh para
pekerja dalam masyarakat yang didominasi oleh hak pilih pribadi
-
Keterasingan
merupakan suatu kondisi dimana manusia didominasi oleh kekuatan yang diciptakan
sendiri, yang menghadirkan sesuatu yang asing baginya.
c.
Max Weber
(1864-1920)
Dalam
“Economy and Society”, Weber menetapkan garis pemisah antara economi dan
sosiologi ekonomi dengan mengajukan tiga unsur, yaitu:
1.
Tindakan
ekonomi adalah suatu bentuk tindakan sosial
Tindakan
ekonomi tidak bisa dipisahkan dari status, kemampuan sosial dan kekuasaan[21].
2.
Tindakan
ekonomi disituasikan secara sosial
Perdagangan,
uang, dan pasar lebih diilhami oleh motif daripada keuntungan
3.
Institusi
ekonomi dikontruksikan secara sosial
-
pertumbuhan
ekonomi dihasilkan oleh efisiensi lembaga ekonomi
-
jaringan
memainkan peran penting dalam institusi ekonomi terutama di era modern
D.
Ruang Lingkup
dan Karakteristik Sosiologi Ekonomi
Ruang lingkup sosiolosi berbicara tentang objek kajian sosiologi,
yaitu masyarakat dan prilaku sosial masyarakat dengan meneliti
kelompok-kelompoknya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, etnis dan suku
bangsa, komunitas pemerintahan, dam berbagai organisasi sosial, politik, budaya, bisnis, dan
organisasi lainnya. Sosiologi juga mempelajari perilaku dan interaksi kelompok
terhadap para anggotanya. dengan demikian, sebagai objek kajan sosiologi adalah
masyarakat manusia yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan
proses-proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat.
Secara tematis, ruang lingkup sosiologi dapat dibedakan menjadi
beberapa subdisiplin sosiologi, seperti sosiologi pedesaan, sosiologi industri,
sosiologi perkotaan, sosiologi medis, sosiologi wanita, sosiologi militer,
sosiologi keluarga, sosiologi pendidikan, dan sosiologi seni[22].
Menurut Damsar (2002), fokus disiplin sosiologi ekonomi merupakan
irisan fokus disiplin sosiologi dan fokus disiplin ekonomi. Sosiologi ekonomi
dalam mengapliakasikan tradisi pendekatan sosiologi terhadap fenomena ekonomi.
Sementara itu, menurut Kesler (2007), dalam sosiologi ekonomi, segala aktivitas
ekonomi pada dasarnya terdapat dalam struktur sosial yang lebih luas yang tidak
dapat direduksi dalam motif atauu prefensi agen juga struktur imperatif,
seperti kapitalisme[23].
E.
Pendekatan
Sosiologi Tentang Ekonomi
Titik tolak analisis ekonomi adalah individu. Pendekatan individu
dalam analisis ekonomi berakar dari ulititarianisme (yaitu mengasumsikan bahwa
individu adalah makhluk yang rasional) dan ekonomi politik inggris yang
dibangun di atas prinsip laissez faire, laissez passer (biarkan individu
mengatur dirinya, karena individu tahu yang dimauinya). Aktor dalam ekonomi
berarti seseorang yang mengetahui apa yang dia mau karena dia mampu berpikir
rasional. Namun dalam sosiologi memandang aktor sebagai kesatuan yang
dikonstruksi secara sosial, yaitu aktor dalam interaksi dan aktor dalam
masyarakat. Menurut Weber tindakan ekonomi itu dapat berupa rasionol,
tradisional, dan spekulatif-irrasional[24].
1.
Rasional,
dimana individu mempertimbangkan alat yang tersedia untuk mencapai tujuan yang
ada.
2.
Tradisional,
dimana bersumber dari tradisi atau konvensi.
3. Spekulatif-irrasional, yaitu tindakan yang berorientasi ekonomi
yang tidak mempertimbangkan instrumen yang ada dengan tujuan yang hendak
dicapai.
Tindakan
rasional antara ekonomi berbeda dengan sosiologi, dalam ekonomi menganggap
rasionalitas sebagai asumsi, sedangkan sosiologi menganggapnya sebagai
variebel. Dalam sosiologi-ekonomi selalu memusatkan perhatiannya pada analisis
sosiologis terhadap proses ekonomi, analisis hubungan dan interaksi antara
ekonomi dan institusi dari masarakat, dan studi tentang perubahan institusi dan
paremeter budaya yang menjadi konteks bagi landasan ekonomi dari masyarakat.
Terdapat beberapa teori
tentang pendeketan, diantaranya adalah [25]:
1.
Teori Struktural Fungsional,
asumsi teori ini berupa :
-
Setiap masyarakat terdiri dari
berbagai elemen yany terstruktur secara relative mantap dan stabil.
-
Elemen-elemen terstruktur tersebut
teringrasi dengan baik
-
Setiap elemen dalam struktur
mempunyai fungsi, yait memberikan
sumbangan pada bertahannya struktur itu sebagai suatu system.
2.
Teori Struktural Konflik, asumsi dari teori
ini berupa :
-
Setiap masyarakat dalam setiap
hal, tunduk pada proses perubahan (perubahan social terdapat dimana-mana)
-
Setiap masyarakat, dalam setiap
hal, memperlihatkan pertikaian dan konflik (konflik social terdapat
dimana-mana).
-
Setiap elemen dalam suatu masyarakat
menyumbang dusintegrasi dan perubahan.
-
Setiap masyarakat didasarkan pada
paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.
3.
Teori Interaksionisme Simbolis, asumsi teori
ini berupa :
-
Manusia adalah makhluk yang mampu
menciptakan dan menggunakan symbol.
-
Manusia menggunakan symbol untuk
saling berinteraksi.
-
Manusia berkomunikasi melalui
pengambilan peran (role taking).
-
Masyarakat terbentuk, bertahan,
dan berubah berdasarkan kemampuan manusia untuk berpikir, untuk mendefinisikan,
untuk melakukan refleksi diri dan untuk melakukan evaluasi.
4.
Teori pertukaran, asumsi teori ini
berupa :
-
Manusia adalah makhluk yang
rasionol, dia memperhitungkan untung dan rugi.
-
Perilaku pertukaran social terjadi
apabila perilaku tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat
dicapai melelui interaksi dengan orang lain dan perilaku it harus bertujuan
untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan tersebut.
-
Transaksi-transaksi pertukaran
terjadi hanya apabila pihak yang terlibat memperoleh keuntungan dari pertukaran
itu.
TEORI
SOSIOLOGI TENTANG TEORI KLASIK,
MODERN
DAN POSTMODERN
A.
Teori
Sosiologi Klasik
Beberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori - teori
sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, diantaranya
adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme,
perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta
pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori - teori sosial tersebut tidak
hanya terjadi di satu negara, tetapi dibeberapa negara terutama yang terjadi
dikawasan Eropa Barat, diantaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan
Inggris.
Perubahan berupa revolusi sosial politik serta kebangkitan kapitalisme
membawa dampak-dampak yang tidak saja bersifat positif tetapi juga memunculkan
masalah-masalah sosial baru. Hal ini telah memacu para ahli sosial dan filsafat
untuk menemukan kaidah-kaidah baru yang terkait dengan perkembangan teori
sosial dan sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan menanggulangi
masalah-masalah sosial tersebut, serta mengarahkan bagaimana bentuk masyarakat
yang diharapkan di kemudian hari. Seperti perkembangan kehidupan politik (Revolusi Prancis sejak tahun 1789)
menjadi cikal bakal perkembangan teori sosiologi di Prancis. Demikian pula,
pertumbuhan kapitalisme di Inggris telah memacu munculnya pemikiran-pemikiran
baru dibidang sosial.[26]
Teori Klasik menurut para tokoh ternama :
1.
Aguste Comte
Perjalanan Hidup dan Karya Comte serta Pandangannya tentang Ilmu
Pemgetahuan Aguste Comte adalah seseorang yang untuk pertama kali memunculkan
istilah “sosiologi” untuk memberi
nama pada satu kajian yang memfokuskan diri pada kehidupan sosial atau
kemasyarakatan. Saat ini sosiologi menjadi suatu ilmu yang diakui untuk
memahami masyarakat dan telah berkembang pesat sejalan dengan ilmu - ilmu
lainnya. Dalam hal itu, Aguste Comte diakui sebagai “Bapak” dari sosiologi. Aguste Comte pada dasarnya bukanlah orang
akademisi yang hidup di dalam kampus.
Perjalanannya didalam menimba ilmu tersendat - sendat dan putus di
tengah jalan. Berkat perkenalannya dengan Saint - Simon, sebagai sekretarisnya,
pengetahuan Comte semakin terbuka, bahkan mampu mengkritisi pandangan-pandangan
dari Saint-Simon. Pada dasarnya Auguste Comte adalah orang pintar, kritis, dan
mampu hidup sederhana tetapi kehidupan sosial ekonominya dianggap kurang berhasil.
Pemikirannya yang dikenang orang secara luas adalah filsafat positivisme, serta
memberikan gambaran mengenai metode ilmiah yang menekankan pada pentingnya
pengamatan, eksperimen, perbandingan, dan analisis sejarah. Pemikiran Auguste
Comte Tentang Individu, Masyarakat, dan Perubahan Sosial Perkembangan
masyarakat pada abad ke-19 menurut Comte dapat mencapai tahapan yang positif (positive stage). Tahapan ini diwarnai
oleh cara penggunaan pengetahuan empiris untuk memahami dunia sosial sekaligus
untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Sosiologi adalah menyelidiki
hukum-hukum tindakan dan reaksi terhadap bagian-bagian yang berbeda dalam
sistem sosial, yang selalu bergerak berubah secara bertahap. Hal ini merupakan
hubungan yang saling menguntungkan (mutual
relations) diantara unsur-unsur dalam suatu sistem sosial secara
keseluruhan.[27]
2. Emile
Durkheim
Sosiolog besar ini dilahirkan di Epinal diprovinsi
lorraine di perancis timur pada 15 April 1885, sejumlah empat buku yang telah
ditulis durkheim untuk mengukuhkan dirinya sebagai seorang sosiolog yang
terkenal, bukunya yang pertama adalah yang berjudul ”one the-division of social labor” yang diterbitkan tahun 1893. Dua
tahun kemudian pada tahun 1895 terbit buku keduanya “the rules of socuological method” dan buku ketiganya “suicide” terbit pada tahun 1897
sedangkan buku yang keempat atau karyanya yang terakhir “the elemententary forms of religious life” terbit pada tahun 1912.
Durkheim sangat termashur dengan kerangka teorinya
tentang adanya “jiwa kelompok” yang
mempengaruhi jiwa individu. Dia mengatakan bahwa ada dua macam kesadaran yaitu
kolektip dan individual conciousness. Durkheim menyatakan ada dua sifat yang
dimiliki oleh kesadaran kolektif yaitu
sifatnya yang exterior dan sifatnya yang konstarint didalam exterior kesadaran
kolektif berada diluar individu manusia dan yang yang masuk ke dalam individu
tersebut dalam perwujuadan sebagai aturan-aturan moral, agama, tentang baik dan buruk dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam sifat nya yang konstraint kesadaran
kolektif tersebut memiiki daya memaksa terhadap individu - individu manusia pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat
terhadap kesadaran - kesadaran kolektif ini akan mengakibatkan adanya
sangsi - sangsi hukuman terhadap anggota masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian kesadarn kolektif itu adalah suatu konsensus masyarakat
yang mengatur hubungan sosial diantara
masyarakat yang bersangkutan. Kesadaran kolektif ini merupakan bentuk tertinggi
dari kehidupan psikis / kejiwaan dan merupakan suatu ‘kesadaran dari kesadaran
yang berada di luar dan di atas
individu-individu dan dengan kesadaran yang demikian itu maka masyarakat adalah
merupakan suatu yang lebih baik dari pada individu.[28]
3. Karl Marx
Sebagai
seorang filusuf, nama Marx mungkin berdengung diseluruh dunia dengan kehebatan yang luar biasa. Bahkan lebih dari itu,
Marx dikenal pula sebagai seorang pemikir dalam banyak
bidang ilmu. Mulai dari lapangan ekonomi sampai kepada sosiologi. Filsuf yang di lahirkan pada tanggal 5 mei 1818 di kota trier di tepi
sungai rhine ini sesungguh nya keturunan seorang borjuis, karya Marx yang
pertama kali yang dapat dicatat adalah di sertasinya sendiri di Universitas
jana, yang berjudul On the differences between the natural philoshopy of democritus and epicurus (1841) dimana
sesungguhnya dia sudah mulai menyerang konsep-konsep agama dan karya-karya Marx tidaklah
terbilang banyak nya. Mulai dari “The Mesery of philophy, The Poverty
of philosophy”, sampai kepada Manifesto Komunis
dan Das Kapital. Buku yang di sebut terakhir ini justru merupakan buku yang paling
termashur.
Sejarah kehidupan
manusia kata Marx, tidak lebih dari pertentangan antar kelas, atau antar golongan, mulai dari golongan atau kelas yang berdiri dari
orang-orang yang bebas merdeka dari budak - budak, sampai kepada pertentangan antara kelas penindas dengan yang ditindas. Disinilah keistimewan Marx sebenarnya, yang melihat
adanya suatu pertikaian abadi yang menandai sejarah perkembangan manusia.[29]
B. Teori Sosiologi
Modern
Teori
sosiologi modren berbeda dari teori sosiologi klasik. Teori
sosiologi klasik memusat kan analisanya pada pemikiran tokoh - tokoh sosiologi sedangkan
teori-teori sosiologi modren memusatkan analisanya pada aliran sosiologi
pergeseran dari para ahli teori sosiologi secara idividual kedalam aliran-aliran
sosiologi menunjukkan bahwa sosiologi mengalami perubahan. Pada awal
perkembangannya, sosiologi itu di dominasi oleh para ahli termasyur secara individual, seperti Comte, Marx, Durkheim, Weber, ataupun Simmel. Tetapi dewasa ini analisa sosiologi lebih terarah kepada aliran - aliran.
Perkembangan Teori Sosiologi:
1. Awal perkembangan teori sosiologi di Amerika
Pada tahun
1858 ada kuliah tentang masalah-masalah sosial di Universitas Oberlinis, istilah sosiologi yang berasal dari Comte digunakan oleh George Fithugh tahun 1880-an kemudian William Graham Sumner mengajar ilmu sosial di Unversitas Yale pada
tahun 1873.Pada tahun 1880-an, kuliah - kuliah yang berjudul sosiologi mulai muncul. Departemen sosiologi pertama didirikan di Universitas Kansas tahun
1889. Tahun 1892 Albion Small pindah ke Universitas Chicago dan mendirikan Departemen
sosiologi di Universitas tersebut. Departemen sosiologi dari Universitas Chicago
berkembang menjadi satu aliran tersendiri yang di kenal dengan nama “The Chicago
School”. Dari departemen ini lahirlah journal of sociology yang masih bertahan
hingga saat ini. Dari Universitas ini pula lahirlah American Sociological Society, yakni perkumpulan para ahli sosiologi se - Amerika yang
tahun 1959 berubah nama American
Sociological Association dan masih bertahan hingga saat ini.
2. Perkembangan teori sosiologi hingga pertengahan
abad 20
Perkembangan
teori sosiologi pada abad 20 tidak bisa dipisahkan dari perkembangan sosiologi
di Universitas Harvard. Kehadiran teori sosioloigi pada Universitas Harvard muncul bersamaan dengan masuknya Peter Sorokin ke Universitas
itu pada tahun1930. Sebelum Sorokin tiba belum ada Departemen
sosiologi di Harvard. Tetapi pada akhir tahun yang sama departemen sosiologi didirikan di Universitas
itu dan dia sendiri dipilih sebagai ketua jurusan. Inilah jasa
Sorokin yang terbesar sebab teori - teorinya
tentang perubahan sosial dan budaya sebagaimana tertulis dalam buku Social and Cultual Dynamics (1937
dan 1941).[30]
Teori
Funsionalisme Struktural
Fungsionalisme
struktural adalah salah satu paham perspektif di dalam sosiologi yang memandang
masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian – bagian yang saling
berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak dapat berfungsi tanpa ada
hubungan dengan bagian yang lain. Kemudian, perubahan yang terjadi pada salah
satu bagian akan menyebabkan ketidak – seimbangan dan pada gilirannya akan
menciptakan perubahan pada bagian lain. Perkembangan fungsionalisme didasarkan
atas model perkembangan sistem organisme yang didapat dalam biologi
(theodorson, 1969 : 67). Asumsi dasar teori ini ialah, bahwa semua elemen atau
unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat
secara keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Secara
ekstrim teori ini mengatakan,bahwa segala sesuatu didalam masyarakat ada
fungsinya, termasuk hal–hal seperti kemiskinan, peperangan, atau kematian.
Tetapi, persoalannya ia berfungsi untuk siapa ? kemiskinan, pasti berfungsi
untuk orang kaya sebagai yang diuraikan oleh Herbert Ganz (1972 : 275–289).
Tetapi tentu tidak berfungsi untuk orang yang miskin. Karena itu, sebagai
ilmuan sosial kita harus selalu dengan kritis bertanya entah sesuatu itu
fungsional untuk siapa.
Teori Fungsionalisme Stratifikasi
Salah
satu karya yang cukup terkenal dari fungsionalisme struktural ialah teorinya
tentang stratifikasi sosial. Teori ini dikemukakan oleh Kings Ley Dapis dan
Wilbert Moure (1945). Dapis dan Moure menganggap stratifikasi sosial sebagai
suatu kenyataan yang universal dan perlu untuk mempertahankan kelangsungan
hidup suatu masyarakat. Mereka berpendapat, bahwa tidak ada masyarakat yang
tidak punya sistem stratifikasi sosial. Stratifikasi adalah suatu keharusan.
Disini
ada 2 hal yang harus diperhatikan, yakni: pertama, bagaimana masyarakat membangkitkan
didalam individu–individu yang tertentu keinginan unttuk menduduki posisi
tertentu. Kedua, setelah orang itu menerima untuk menduduki posisi yang dirasa
cocok, bagaimana masyarakt membangkitkan didalam diri orang itu keinginan untuk
memenuhi persyaratan–persyaratan yang dituntut oleh posisi itu atau bagaimana
ia menjalankan tugas–tugas sesuai posisinya itu.
Persoalan
penempatan orang–orang kedalam posisi yang tepat muncul epermukaan karena 3
alasan. Pertama, ada posisi–posisi
tertentu yang lebih nyaman dibandingkan dari posisi lainnya. Kedua, ada posisi–posisi
tertentu yang penting untuk menjaga keberlangsungan hidup suatu masyarakat
dibandingkan dengan posisi lainnya. Ketiga, posisi–posisi didalam masyarakat
menuntut sejumlah bakat dan kemampuan tertentu. Itulah sebabnya penempatan
orang kedalam posisi–posisi tertentu menjadi persoalan.[31]
C.
Teori Post Modern
Istilah
postmodern memang tidak memiliki definisi yang pasti, yang mampu merangkul
seluruh hasil pemikiran para teori tikus yang menamakan diri mereka sebagai
kelompok postmodernisme. Secara sekilas, konsep postmodern dirangkai dari
konsep “Post” dan “Modern” ; “Post” dapat dimaknai sebagai era “Sesudah”,
sehingga postmodern mengandung makna setelah modernitas.
Ada
beberapa istilah yang masih berkaitan dengan istilah postmodern, yaitu
postmodernitas, postmodernisme. Menurut Umar (Ritzer, 2003), istilah
postmodernitas menunjukkan pada suatu epos–jangka waktu, zaman, masa– sosial
dan politik yang biasanya terlihat mengiringi era modern dalam suatu pemahaman
sejarah. Jadi, definisi postmodern meliputi suatu epos sejarah baru, produk
budaya yang baru, serta tipe teori baru yang menjelaskan dunia sosial.
Teori
postmodern banyak memberikan kritik atas realitas “manusia modern” yang terlalu
dalam persepsi mereka. Rosenau (Ritzer, 2003) mnjelaskan mengenai beberapa
posisi dari teori postmodern mengenai modernitas. Pertama, postmodern
mengkritik masyarakt modern yang dinilai gagal dalam memenuhi janji–janjinya.
Postmodern mempertanyakan bagaimana setiap orang dapat mempercayai bahwa
modernitas telah membawa kemajuan dan harapan masyarakat depan yang lebih
cemerlang. Kedua, teori postmodern cendrung menolak apa yang biasanya dikenal
dengan pandangan dunia (world view), metanarasi totalitas dan sebagainya.
Ketiga, teori postmodern cenderung menerakkan fenomena besar postmodern,
seperti emosi, perasaan, intuisi, refleksi, spekulasi, pengalaman personal,
kebiasaan, kekerasan, metafisika, tradisi, dan sebagainya. Keempat, teori postmodern menolak kecendrungan dunia modern
yang meletakkan batas–batas antara hal–hal tertentu seperti disipin akademis,
budaya dan kehidupan, fiksi, dan teori, citra, dan realitas.[32]
PERSPEKTIF SOSIOLOGI TENTANG EKONOMI
A. Pengertian
Sosiologi
ekonomi merupakan sebuah kajian yang membahas masalah yang berhubungan dengan
tentang bagaimana cara individu atau kelompok masyarakat berupaya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pendekatan sosiologis.
Sosiologi Ekonomi adalah perspektif
sosiologis yang digunakan dalam menjelaskan fenomena ekonomi, terutama
terkait dengan aspek produksi,
distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang, jasa, dan sumberdaya yang terbatas, yang bermuara pada
bagaimana masyarakat mencapai kesejahteraanya.[33]
Kajian
sosiologi ekonomi berhubungan dengan dua hal[34]:
v
Fenomena ekonomi
Berkaitan
dengan suatu cara dari individu atau masyarakat memenuhi kebutuhan
hidupnya.Yaitu cara-cara yang digunakan oleh individu ataupun kelompok dalam
melakukan produksi, distribusi, konsumsi maupun transaksi barang dan jasa. Para
ahli sosiologi ekonomi memiliki beberapa pertanyaan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan fenomena ekonomi ini,diantaranya adalah[35]:
·
bagaimana aktivitas-aktivitas ekonomi
disusun kedalam peran dan kolektivitas,
·
dengan nilai apa aktivitas ekonomi ini
dilegitimasi,dan
·
dengan norma-norma dan sanksi-sanksi apa
aktivitas ekonomi ini diatur.
v Pendekatan
sosiologis
Hal
ini berhubungan dengan cara para sosiolog dalam memahami fenomena ekonomi
dengan menggunakan suatu kerangka acuan,variabel-variabel,dan model-model
tertentu.Misalnya:
·
Bagaimana menyesuaikan suatu struktur
peranan jabatan dengan struktur peranan keluarga dalam suatu masyarakat
industri,
·
Konflik politik apa yang akan timbul
oleh pengaturan ekonomi dalam masyarakat,dan
·
Sistem kelas apakah yang akan timbul
dari berbagai jenis sistem ekonomi.
B. Perbandingan Antara Sosiologi Ekonomi
Dan Ekonomi
Titik
Tolak
|
Ekonomi
|
Sosiologi
|
Konsep aktor
|
Individu
|
Kelompok,institusi,masyarakat
|
Konsep tindakan ekonomi
|
Rasional
|
Rasional,tradisional,spekulatif-rasional
|
Hambatan pada tindakan ekonomi
|
Kelangkaan sumber daya,termasuk teknologi
|
Kelangkaan sumber daya dan pengaruh aktor-aktor
lain
|
Hubungan ekonomi dan masyarakat
|
Ekonomi bukan bagian dari masyarakat
|
Ekonomi sebagai bagian integral dari masyarakat
|
Tujuan analisis
|
Prediksi,eksplanasi,sedikit deskripsi
|
Deskripsi,eksplanasi,sedikit prediksi
|
Penerapan metode
|
Hipotesis,model-model matematika
|
Historis,perbandingan
|
C. Perspektif Sosiologi Tentang Fenomena
Ekonomi
Ada
dua perspektif dalam sosiologi ketika melihat prilaku individu atau masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya[36]:
1. Perspektif
Utilitarian
Perspektif
utilitarian menganggap bahwa manusia adalah aktor yang rasional.prilaku manusia
yang dianggap rasional adalah prilaku yang yang memperhitungkan untung-rugi dan
memilih keputusan yang paling efisien dari banyaknya pilihan.suatu prinsip
ekonomi yang masih berkembang sampai saat ini adalah “keuntungan
maksimal(profit maximum) dengan biaya yang rendah”.basis tindakan sosial
manusia adalah motivasi ekonomi.
2.
Perspektif Keterlekatan
Para
sosiolog memiliki pendapat bahwa kegiatan ekonomi selalu terlekat dalam konteks
sosial.Keterlekatan ekonomi bukan hanya terbatas pada jaringan hubungan antar
personal,tetapi juga supra-individual dan kondisi-kondisi hubungan masyarakat
interpersonal,ekonomi ditandai dengan keterlekatan secara makro maupun mikro (granovetter
{1990}).Granovetter menegaskan bahwa keterlekatan perilaku ekonomi dalam
hubungan sosial dapat dijelaskan melalui jaringan sosial yang terjadi dalam
kehidupan ekonomi.
Perspektif
keterlekatan mengaggap bahwa tindakan ekonomi seorang individu selalu terlekat
dalam latar sosial.Prilaku ekonomi berhubugan dengan kekuatan-kekuatan
struktural atau sistematis yang beroperasi secara nyata dalam
masyarakat,termasuk ekonomi.
Menurut
Swedberg dan Granovetter,ada 3 proposisi utama dalam sosiologi ekonomi baru
yang berkaitan dengan keterlekatan ekonomi,yaitu:
·
Tindakan
ekonomi merupakan suatu bentuk tindakan sosial,
·
Tindakan ekonomi disituasikan secara
sosial,
·
Institusi ekonomi dikonstruksi secara
sosial.
D. Peletak Fondasi Sosiologi Ekonomi
Para
tokoh yang berjasa dalam meletakkan fondasi sosiologi ekonomi adalah sebagai
berikut[37]:
1. Karl
Marx(1818-1883)karya-karyanya adalah sebagai berikut:
·
The
Economic And Philosophical Manuscripts Of 1884 ({1884}1964)merupakan
karya awal karl marx yang menarik banyak perhatian para ahli ilmu-ilmu
social,terutama yang berjudul The Power
Of Money In Bourgeois Society dan Estranged
Labor.
The
Power Of Money In Bourgeois Society membahas tentang nasib
hubugan-hubungan sosial ketika segala sesuatu menjadi komoditas yang dapat
diperjual belikan.sedangkan Estranged
Labor membahas tentang tenaga kerja ,penekanan distorsi dari proses kerja
ketika tenaga kerja menjadi komoditas.
·
The
Communist Manifesto({1884}1978),karya ini menjelaskan bagaimana
pandangan dunia secara keseluruhan yaitu bahwa sejarah digerakkan oleh
perjuangan kelas(kelas proletar dan kelas borjuis dalam masyarakat kapitalis).
·
A
Contribution To The Critique Of Political Economy ({1859}1970),buku
ini menjelaskan bahwa fondasi dari masyarakat adalah ekonomi,dan diatas fondasi
ini dibangun super struktur politik dan hukum.
·
Capital ({1867}1906)buku
ini menjelaskan bahwa komuditas diciptakan melalui tenaga kerja,kemudian
komuditas ditukarkan untuk mendapatkan uang,kemudian uang diubah menjadi
modal,dan modal inilah yang menciptakan penindasan dan pertentangan kelas.
2.
Max Webber(1864-1920)beberapa karya
webber diantarannya adalah:
·
The
Protestan Ethic And The Spirit Of Capitalism,tulisan ini
menjelaskan tentang perhitungan dan kerja keras bisnis barat yang didorong oleh
perkembangan etika protestan pada abad ke-16 dengan doktrin calvinisme yaitu
doktrin tentang takdir.
·
Economy
And Society({1922}1978),ada
3 unsur pemisah yang dijelaskan dalam buku ini yaitu:tindakan ekonomi adalah
sosial,tindakan ekonomi selalu melibatkan makna,dan tindakan ekonomi selalu
memperhatikan kekuasaan.
3.
Emile Durkheim (1858-1917) karyanya adalah:
·
The
Division Of Labor In Society({1893}1984), menjelaskan
tentang bahwa pembagian kerja adalah sarana utama untuk penciptaan kohesi dan
solidaritas dalam masyarakat modern.
4.
Joseph
Schumpeter(1883-1950)karya-karyanya antara lain:
·
History
Of Economic Analisys(1954), analisis
ekonomi adalah untuk mempelajari bagaimana orang bertingkah laku dan apa
pengaruh dari perilaku tersebut. Sementara
sosiologi ekonomi mempelajari mengapa seseorang melakukan suatu tindakan dalam
konteks institusional yang lebih luas dimana aktivitas ekonomi dilakukan.
·
Capitalism, Socialism And Democracy ({1886}1975),menjelaskan
tentang keruntuhan kapitalisme dan digantikan oleh sosialisme.
5.
Karl Polanyi(1886-1964)beberapa karyanya
antara lain:
·
The
Great Transformation ({1944}1957),karya ini berisi tentang
evolusi historis mentalitas pasar.
·
Trade
And Market In The Early Empires({1957}1971),menjelaskan tentang
hubungan antara masyarakat dan ekonomi dalam masyarakat primitive.
6.
Talcott Persons (1902-1979)
dan Neil J.Smelser.Beberapa karya Talcott persons adalah :
·
The
Structure Of Social Action ({1937}1986) karangannya
ini berusaha untuk mensintesis beberapa pemikiran dari pareto,marshall,dan
webber.
·
Menterjemahkan karangan Webber tentang The Protestant Ethict And The Spirit Of
Capitalism dan Economy And Society
kedalam bahasa inggris.
HUBUNGAN
PERILAKU EKONOMI DALAM HUBUNGAN SOSIAL
A.
Keterlekatan Sosiologi dengan Ekonomi
Konsep ini
digunakan untuk menjelaskan fenomena perilaku ekonomi dalam hubungan sosial.
Konsep keterlekatan, menurut Granovetter, merupakan tindakan ekonomi yang
disituasikan secara sosial dan melekat dalam jaringan sosial personal yang
sedang berlangsung di antara para aktor. Ini tidak hanya terbatas terhadap
tindakan aktor individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang
lebih luas, seperti penetapan harga dan institusi-institusi ekonomi, yang
semuanya terpendam dalam suatu jaringan hubungan sosial. Adapun yang
dimaksudkan jaringan hubungan sosial ialah sebagai “Suatu rangkaian hubungan
yang teratur atau hubungan sosial yang sama di antara individu-individu atau
kelompok-kelompok.”[38]
Cara seorang
terlekat dalam jaringan hubungan sosial adalah penting dalam penentuan
banyaknya tindakan sosial dan jumlah dari hasil institusional. Misalnya, apa
yang terjadi dalam produksi, distribusi dan konsumsi sangat banyak dipengaruhi
oleh keterlekatan orang dalam hubungan sosial.[39]
1.
Produksi
Kata
produksi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris,yaitu production.Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia kata produksi diartikan sebagai proses
mengeluarkan hasil atau penghasilan.
Kegiatan
produksi adalah suatu produk.Pemikiran sosiologi Max Weber tentang produksi
dapat dinapaktilasi,salah satunya,lewat bukunya tentang Etika Protestan dan
Semangat Kapitalisme (1958/2000).Dalam buku tersebut Weber melihat hubungan elective
finity ,yaitu hubungan yang memiliki konsistensi logis dan pengaruh
motivasional yang bersifat mendukung secara timbal balik,antara etika protestan
dan semangat kapitalisme pada awal perkembangan kapitalisme modern.Weber
menemukan adanya aspek tertentu dalam etika protestan sebagai perangsang yang
kuat dalam meningkatkan pertumbuhan sistem ekonomi kapitalis modern dalam
tahap-tahap pembentukannya.[40]
Fenomena
Produksi
Kerja ( Ideologi,nilai sikap,motivasi,dan kepuasan
)
|
Faktor
Produksi kita yang diambil
|
Pembagian kerja
|
Cara-cara produksi
|
Hubungan-hubungan Produksi
|
Proses tekhnologis (Instrumen,pengetahuan,jaringan
operasi, kepemilikan)
|
Alienasi
|
Tekhnologi dan kerja
|
Pendidikan,tekhnologi,dan kerja sekarang.
|
2.
Distribusi
Distribusi
berakal dari bahasa Inggris distribution,yang beralti
penyaluran.Sedangkan kata dasarnya to Distribute Sedangkan kamus Inggris
Indonesia John M,Echols dan Hassan Shadilly, bermaknamembagikan, menyalurkan, menyebarkan, mendistribusikan, dan mengageni. Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Produksi dimaksudkan sebagai penyaluran
(pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau
beberapa tempat.[41]
Max
Webwr merupakan sosiolog yang paling banyak mencurahkan perhatiannya
dibandingkan peletak dasar lainnya
terhadap distribusi dalam bentuk pertukaran dipasar.Dalam Economy and
Society,Weber melihat bahwa suatu pasar ada apabila dimana terdapat
kompetisi.Meskipun hanya unilateral, bagi kesempatan dari pertukaran diantara
suatu keberagaman partai-partai yang potensial.
Fenomena
Distribusi
Redistribusi
Resiprositas
Pertukaran
Pasar
(aktor mekanisme,ruang dan waktu)
Transportasi
Perdagangan
Kewirausahaan
Uang
Pemberian
Perusahaan
Ritel
Distributor
|
3. Konsumsi
Salah
satu sosiolog yang merumuskan pengertian konsumsi. Don Slater. Menurutnya konsumsi adalah bagaimana
manusia dan aktor sosial dengan kebutuhan yang dimilikinya berhubungan dengan
sesuatu yang dapat memuaskan mereka.
Fenometa
Konsumsi
Masyarakat konsumsi
Budaya dan konsumsi
Perilaku konsumen
Waktu luang
Gaya hidup
Fashion
Sandiwara
Belanja: Sandang, pangan, minuman,dan rumah
Turisme
Ideologi Konsumsi
Politik konsumsi
Konsumsi dan Mobilitas sosial
Konsumsi dan perubahan sosial.
|
B.
Keterkaitan Ekonomi dalam masyarakat
nasional dan tradisional
1.
Keterlekatan ekonomi dalam masyarakat
modern
Menurut
Polanyi dan kawan-kawan ([1957]1971:43,68) ekonomi dalam masyarakat
pra-industri melekat dalam institusi-institusi sosial,politik, dan agama. Ini
berarti bahwa fenomena seperti perdagangan, uang dan pasar diilhami tujuan
selain dari mencari keuntungan. Kehidupan ekonomi dalam masyarakat pra-industri
diatur oleh resiprositas dan redistribusi.
Permintaan
dan penawaran bukan sebagai pembentuk harga tetapi lebih kepada tradisi atau
otoritas politik. Sebaliknya dalam masyarakat modern, “Pasar yang menetapkan
harga” diatur oleh suatu logika baru, yaitu logika yang menyatakan bahwa
tindakan ekonomi tidak mesti melekat dalam masyrakat. Dengan kata lain, ekonomi
terstrukturatas dasar pasar yang mengatur dirinya sendiri dan secara radikal
melepaskan dirinya dari institusi sosial lainnya untuk berfungsi menurut
hukumnya. Jadi ekonomi dalam tipe masyarakat seperti ini, ditegaskan sekali
lagi, diatur oleh harga pasar, yang mana manusia berperilaku dalam suatu cara
tertentu untuk mencapai perolehan yang maksimum.
Dalam
membahas keterlekatan ekonomi dalam masyarakat. Poanya mengajukan tiga tipe
proses ekonomi yaitu resiprositas, redistribusi, dan pertukaran. Itu terjadi
apabila hubungan timbal balik antara individu-individu sering dilakukan. Hal
ini terjadi karena adanya komunitas politik yang terpusat. Misalnya pada
kerajaan-kerajaan Jawa tradisional, raja mempunyai hak untuk mengumpulkan pajak
dari rakyatnya. Sebaliknya rakyat akan mendapat perlindungan keamanan maupun
“berkah” dari pusat(raja). Acara sekatenan yang diadakan sekali setahun
merupakan satu contoh redistribusi yang dilakukan oleh pusat.[42]
Granovetter
dan Swedberg (1992) tidak setuju dengan Polanyi tentang tingkat atau derajat
dari keterlekatan. Dia menegaskan bahwa tindakan ekonomi dalam masyarakat
industri juga melekat sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat pra-industri,
dengan tingkat dan level yang berbeda.
Behavoiur
(1976), mulai dengan beberapa unit perilaku atau aktor yang diasumsikan
“berperilaku rasional”. Berperilaku rasional berarti memaksimalkan keajengan
perilaku yang diantisipasi atau diharapkan akan membawa imbalan atau hasil di
masa akan datang.
Dalam
hal ini rasional berarti :
1.
Aktor melakukan perhitungan dari
pemanfaatan atau preferensi dalam pemilihan suatu bentuk tindakan.
2.
Aktor juga menghitung biaya bagi setiap
jalur perilaku.
3.
Aktor berusaha memaksimalkan pemanfaatan
untuk mencapai pilihan tertentu.
Menurut
Granovetter (1989), pendekatan pilihan rasional adalah bentuk ekstrem dari
indivudualisme metodologis yang mencoba meletakkan suatu superstruktur yang
luas diatas fundamen yang sempit, karena pendekatan pilihan rasional tidak
memperhatikan secara serius pentingnya struktur jaringan sosial dan bagaimana
struktur ini mempengaruhi hasil secara keseluruhan.
Dalam
membahas keterlekatan ekonomi dalam masyarakat. Poanya mengajukan tiga tipe
proses ekonomi yaitu resiprositas, redistribusi, dan pertukaran. Itu terjadi
apabila hubungan timbal balik antara individu-individu sering dilakukan. Hal
ini terjadi karena adanya komunitas politik yang terpusat. Misalnya pada
kerajaan-kerajaan Jawa tradisional, raja mempunyai hak untuk mengumpulkan pajak
dari rakyatnya. Sebaliknya rakyat akan mendapat perlindungan keamanan maupun
“berkah” dari pusat(raja). Acara sekatenan yang diadakan sekali setahun
merupakan satu contoh redistribusi yang dilakukan oleh pusat.
Granovetter
dan Swedberg (1992) tidak setuju dengan Polanyi tentang tingkat atau derajat
dari keterlekatan. Dia menegaskan bahwa tindakan ekonomi dalam masyarakat industri
juga melekat sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat pra-industri, dengan
tingkat dan level yang berbeda.
Behavoiur
(1976), mulai dengan beberapa unit perilaku atau aktor yang diasumsikan
“berperilaku rasional”. Berperilaku rasional berarti memaksimalkan keajengan
perilaku yang diantisipasi atau diharapkan akan membawa imbalan atau hasil di
masa akan datang.
Dalam
hal ini rasional berarti :
1.
Aktor melakukan perhitungan dari
pemanfaatan atau preferensi dalam pemilihan suatu bentuk tindakan.
2.
Aktor juga menghitung biaya bagi setiap
jalur perilaku.
3.
Aktor berusaha memaksimalkan pemanfaatan
untuk mencapai pilihan tertentu.
Menurut
Granovetter (1989), pendekatan pilihan rasional adalah bentuk ekstrem dari
indivudualisme metodologis yang mencoba meletakkan suatu superstruktur yang
luas diatas fundamen yang sempit, karena pendekatan pilihan rasional tidak
memperhatikan secara serius pentingnya struktur jaringan sosial dan bagaimana
struktur ini mempengaruhi hasil secara keseluruhan.
Keterlekatan
yang
terjadi dalam masyarakat pra inidustri dan ketidakterlekatan yang muncul pada
masyarakat industri dapat dirangkum dalam table 1.
Tabel 1.
Keterlekatan Ekonomi dan Masyarakat Berdasarkan Konsep Polanyi
Hubungan
|
Keterlekatan Ekonomi
dalam Organisasi
|
Ketidakterlekatan
Ekonomi dalam Organisasi
|
Ekonomi
dan Komunitas
|
Resiprositas
– ekonomi melekat dalam hubungan yang terpusat pada kewajiban terhadap
komunitas. Redis-tribusi ekonomi melekat dalam komu nitas politik yang
terpusat
|
Pasar
ekonomi tidak melekat pada komunitas melalui institusi-institusi, seperti
pasar dan hak milik pribadi
|
Ekonomi
dan Pemerintahan
|
Resiprositas-ekonomi
melekat dalam proses pengaturan suku yang termaktub dalam adat.
Redistribusi-ekonomi melekat dalam aparat politik negara yang terpusat dan
kerajaan yang terbentuk melakukan kontrol geo- politik
|
Pasar-ekonomi
tidak melekat pada pemerintahan melalui integritas legal dari individu dan
perusahaan serta melalui kebebasan pasar dari dominasi politik
|
Ekonomi dan Rumah Tangga
|
Resiprositas-ekonomi
maupun rumah tangga melekat dalam komu nitas suku. Redistribusi-ekonomi dan
rumah tangga melekat da lam komunitas po- litik yang terpusat.
|
pasar-ekonomi tidak melekat pada rumah
tangga dalam arti “kerja” dan “rumah”, “pekerjaan” dan “waktu luang”.
|
2.
Keterlekatan Ekonomi dalam masyarakat
tradisional
Jaringan
sosial juga memainkan peranan penting dalam berimigrasi dan kewiraswastaan
imigran. Jaringan ini bersatu dalam ikatan kekerabatan, persahabatan, dan
komunitas asal yang sama. sekali jaringan ada si suatu tempat, ia akan
menciptakan arus migrasi yang berkesinambungan (Powell dan Smith-Doer 1994 :
374)kebanyakan kewiraswastaan yang terjadi pada komunitas migran dimudahkan
oleh jaringan dari ikatan dalam saling tolong menolong, sirkulasi modal dan
bantuan dalam hubungan dengan birokrasi.
Jaringan
sosial memudahkan mobilisasi sumber daya. Perluasan ikatan dan hubungan serta
ikatan dalam lokasi strategis adalah hal utama. Dua bidang penting dalam
penelitian ini adalah pertukaran informasi informal dan mobilisasi sumber daya.
Jaringan komunikasi memainkan peran penting dalam penyebaran model,struktur,
praktek dan budaya bisnis. Tiga cara untuk transmisi ide dan pengetahuan yaitu
melalui jaringan profesi atau jaringan perdagangan melalui pola hubungan antar
organisasi yang mana perusahaan dan individu terlibat dan melalui tindakan
seorang yang berwibawa. Bagi kebanyakan perusahaan dan institusi, mereka
belajar melalui peniruan dan penyontekan dan ini merupakan cara yang efektif
unttuk menghemat biaya.
PENGARUH
BUDAYA DALAM EKONOMI
A.
Pengertian
[43]Kebudayaan
adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum
dan adat-istiadat dan lain-lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan mencakup
aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, larangan-larangan dan
tindakan-tindakan yang diizinkan. Kebudayaan itu bersifat spesifik sebab aspek
ini menggambarkan pola kehidupan. Setiap kesatuan masyarakat pola kehidupannya
berbeda. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan
bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa
dirinya terikat satu dengan lainnya. Keterikatan ini menyebabkan kebudayaan
memiliki pengaruh bagi setiap perilaku masyarakat.
Oleh
karena itu, kebudayaan memiliki pengaruh yang kuat bagi setiap tindak tanduk
masyarakat yang hidup didalamnya. Akibat pengaruh ini, seringkali terjadi
masalah didalamnya. Salah satunya adalah masalah ekonomi. Kebudayaan yang tidak
sesuai bisa saja menjadi salah satu penyebab kemiskinan di masyarakat.
[44]Ekonomi adalah suatu pokok bagian dari masyarakat jaman ini,
pada itu
kebanyakan sarjana sosiologi setuju. Di samping menjadi institusi sosial
dalam kepunyaan benar nya ,itu juga
berperan untuk yang administratif, bidang pendidikan, etis, sah/tentang
undang-undang, dan organisasi masyarakat religious, singkatnya, bangunan bagian
atas yang sosial itu. Hanyalah dinamis hubungan ini dan bagaimana ditentukan
adalah sesuatu yang debat teoritis. Sarjana sosiologi yang klasik Marx,
Durkheim, dan Weber adalah yang pertama untuk menyelidiki hubungan itu antara
ekonomi dan masyarakat di dalam yang ke sembilan belas dan awal abad ke dua
puluh, masing-masing mengembangkan sudut pandang berbeda berdasar pada posisi
teoritis masing-masing mereka. Seperti akan jadi terperinci, Marx memandang
ekonomi itu sebagai dasar yang menentukan bangunan bagian atas yang sosial;
Durkheim memandang ekonomi itu sebagai salah satu dari sejumlah institusi
sosial yang menyusun;merias suatu masyarakat, sedangkan Weber memandang ekonomi
itu pada sebagian sebagai suatu perluasan dari kepercayaan religius. Marx,
Durkheim, dan Weber membentuk itu pondasi bagi sosiologi klasik dan menyediakan
teori brilian dan analisa yang masih diperdebatkan hari ini semua tiga setuju
bahwa ekonomi sangat utama suatu peristiwa sosial dan untuk pantas studi
sedemikian.
B.
Pengaruh Budaya dalam
Produksi
[45]Kaidah-kaidah
kebudayaan mencakup bidang yang luas sekali. Berlakunya kaidah dalam suatu
kelompok manusia tergantung pada kekuatan kaidah tersebut sebagai petunjuk
tentang seseorang bagaimana harus berlaku. Artinya, sampai berapa jauh
kaidah-kaidah tersebut dapat diterima oleh anggota kelompok, sebagai petunjuk
prilaku yang pantas. Apabila manusia sudah dapat mempertahankan diri dan
menyesuaikan diri pada alam, juga telah dapat hidup dengan manusia-manusia lain
dalam suasana damai, timbullah keinginan manusia untuk menciptakan sesuatu
untuk menyatakan perasaan dan keinginannya kepada orang lain, yang juga
merupakan fungsi kebudayaan. Dengan demikian, fungsi kebudayaan sangat besar
bagi manusia, yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antarmanusia
dan sebagai wadah segenap perasaan manusia.
Kebudayaan
mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia. Walaupun hal itu
jarang disadari oleh manusia sendiri, namun tak mungkin seseorang mengetahui
dan meyakini seluruh unsur kebudayaannya. Betapa sulitnya bagi seorang individu
untuk menguasai seluruh unsur-unsur kebudayaan yang didukung oleh
masyarakat sehingga seolah-olah kebudayaan dapat dipelajari secara terpisah
dari manusia yang menjadi pendukungnya.
[46]Dalam membahas budaya dalam produksi ada tiga level penelitian
yang dapat dilakukan, yaitu
1.
Budaya Organisasi
Penelitian tentang budaya organisasi menurut di maggio (1994)
dapat dilakukan ddengan empat pendekatan yaitu
a.
Pendekatan kognitif
Pendekatan
ini menekankan kepada peranan kebiasaan,rutin, dan standar prosedur pelaksanaan
dalam kehidupan organisasi.
Kesemuanya
itu merupakan budaya organisasi yang memudahkan pengambilan kebijakan
organisasi yang memudahkan pengambilan kebijaksanaan organisasi dan pemecahan
permasalahan yang ada.
b.
Pendekatan simbolisme ekspresif dan
norma-norma organisasi
Pendekatan
ini memfokuskan perhatian pada aspek symbol dan norma yang terdapat dalam suatu
perusahaan sehingga memotivasi pekerja untuk melakukan aktivitasnya.Misalnya
perayaan ulang tahun perusahaan bisa dilakukan oleh perusahaan besar dan
perusahaan swasta asing di Indonesia seperti raja wali citra televise atau
BASF.
c.
Pendekatan budaya produksi dan manajemen
Pendekatan
ini memandang bahwa terdapat perbedaan antara oran-orang yang terlibat dalam
produksi dan mereka yang terlibat dalam manajemen.
d.
Pendekatan legitimasi dan keefektifan
Pedekatan
ini melihat bahwa bagaimana legitimasi dan keefektifan organisasi berhubungan
dengan lingkungannya
2.
Budaya Kelas Sosial Dalam Ekonomi
[47]Penelitian
budaya dalam kelas social seperti yang diajukan di maggio (1994) dapat
dilakukan dalam tiga bidang penelitian
a.
Penelitian tentang kelas bawah
Penelitian
ini dapat dilakukan pada masalah bagaimana peranan sosialisasi dan ikatan
budaya dalam mempertahankan solidaritas, mengizinkan tindakan ekonomi atau
politik tertentu.
b.
Penelitian tentang propesional dan
manejer
Penelitian
ini berkisar pada bagaimana budaya yang dimiliki oleh anggota-anggota kelas ini
memberikan kemampuan kepada mereka untuk melakukan mobilitas (pekerjaan dan sosial).
c.
Penelitian tentang kelas pekerja
Penelitian
ini berkisar pada bagaimana bahasa,rasa,definisi tentang kehormatan,norma
hokum,dan item budaya lainnya mempengaruhi perilaku seperti motivasi kerja.
[48]Misalnya Budaya Nyumbang di Jawa,bagi masyarakat Jawa tentu tidak asing
dengan budaya nyumbang.
Budaya ini sudah begitu akrab di telinga kita. Nyumbang biasanya dilakukan dengan membantu kerabat,
tetangga, teman, saudara yang sedang punya hajat, entah itu hajat melahirkan,
mantu (mantenan), sunatan, maupun kematian. Bentuk sumbangan bisa berwujud
uang, barang, tenaga maupun pikiran.
Semula nyumbang sebagai sesuatu yang
bernilai agung, wujud solidaritas sosial masyarakat guna mengurangi beban warga
yang sedang hajatan.
Ketika ada tetangga, rekan atau kerabat yang sedang punya hajat, masyarakat
sekitar secara suka rela membantunya, sehingga warga yang hajatan tidak terlalu
terbebani. Masyarakat Jawa warna budayanya sangat kental. Hampir setiap tahapan
kehidupan bisa dipastikan ada ritual-ritual yang mesti dijalankan, sejak lahir,
sunatan, hamil, melahirkan, ritual kematian hingga pascakematian. Jika perayaan
ritual ini semua ditanggung sendirian, akan memakan biaya yang tidak
sedikit.
Seiring
perjalanan waktu, tradisi nyumbang ikut mengalami pergeseran nilai. Tradisi
yang semula bernilai solidaritas sosial tinggi ini pada akhirnya mengalami
proses kapitalisasi. Nyumbang yang awalnya
kental dengan nuansa solidaritas organis,
solidaritas berdasarkan ketulusan, telah berubah menuju
solidaritas mekanis, solidaritas berdasarkan untung rugi. Penyelenggaraan
hajatan tidak lagi semata-mata wujud akan ketaatan kepada tradisi, namun
kepentingan-kepentingan ekonomi ikut bermain. Tradisi nyumbang sudah
bergeser dari orientasi sakral menuju kepentingan uang.
Dari
dua contoh kasus diatas, dapat kita bayangkan betapa besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk acara-acara semacam itu, belum lagi mereka harus memotong
hewan kurban. Satu ekor sapi saja bisa dikatakan tidak cukup dalam prosesi adat
itu, minimal dua ekor sapi untuk dipergunakan dalam acara tersebut yang akan
disuguhkan kepada semu undangan yang hadir. Menariknya lagi, ketika akan
dilaksanankan acara hajatan semacam itu, tidak mengenal apakah orang tersebut
kaya atau miskin, kondisi acaranya berbeda, suguhannya pun juga tidak jauh
berbeda. Orang kaya memotong kerbau, orang miskin pun memotong kerbau. Inilah
kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat danterjadi secara
turun-temurun. Bahkan untuk melaksanakan prosesi tersebut masyarakat rela untuk
meminjam uang, menggadaikan apa yang dimiliki, serta menjual harta keluarga.
Sehingga biaya ritual tinggi menjadi sebuah kebiasaan turun temurun, yang
berdampak pada tingkat ekonomi masyarakat khususnya masyarakat pedesaan.
Ritual
sebagai perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam konteks
adat, budaya rasa syukur tidak cukup hanya dengan lisan, namun perlu diwujudkan
dalam bentuk upacara ritual dan kalimat syukur itu diucapkan berbarengan dengan
acara ritual.
Tidak
sebanding dengan nilai kepuasan bathin yang sulit diukur, nilai negative yang
ditimbulkan oleh acara adalah sebagai sebuah pemborosan, yang menyebabkan
kemiskinan yang berdampak pada :
·
Timbulnya hutang[49]
·
Hidup dalam pas-pasan tanpa
memperhatikan gizi makanan karena sebagian penghasilan disimpan untuk persiapan
hajatan
·
Menggadaikan hak miliknya untuk kepentingan
ritual
·
Budaya gengsi
3.
Budaya Antar Bangsa
[50]Penelitian
tentang budaya antar bangsa melihat bagaimana perbedaan budaya antar bangsa
menyebabkan perilaku ekonomi.Bidang penelitian ini memperhatikan perbedaan isi
dari naskah dan kategori-kategori yang melekat dalam bahasa dan ditanamkan
lewat media sosialisasi misalnya system
pendidikan dan media massa.Penelitian tentang perbedaan budaya jepang dan
Amerika memperlihatkan perbedaan budaya kerja seperti pekerja-pekerja jepang
lebih lama jam kerjanya,lebih sedikit absen,lebih sedikit alih pekerjaan,dan lebih
sedikit melakukan protes dibandingkan pekerja-pekerja amerika.
Saat
dunia bergerak ke arah yang lebih masyarakat global, kita melihat hubungan budaya yang
lebih dan lebih lintas. Banyak orang tua mengatakan bahwa hubungan ini tidak akan bekerja
karena tidak wajar, dan kadang-kadang berpikir ini mempengaruhi beberapa sangat
stabil. Jadi untuk melihat apakah hubungan lintas budaya Anda memiliki tembakan
bekerja, periksa daftar periksa singkat tapi penting. Hubungan Anda bahkan akan
lebih kuat untuk itu dalam jangka panjang. Inilah yang harus Anda ketahui
tentang mempersiapkan diri bagi Pernikahan lintas budaya. Terlalu banyak orang menganggap
bahwa budaya mereka sampai ke "menang," terutama jika latar belakang
mereka adalah satu mayoritas di mana mereka tinggal. Anda mungkin berpikir
keluarga Anda tidak akan memiliki masalah, atau mengharapkan mereka untuk
memiliki kecocokan. Dalam kedua kasus, ada kemungkinan mereka akan mengejutkan
Anda. Intinya adalah bahwa sering kali ada tarik alami untuk wanita dari yang
lain budaya dan sebaliknya dan cara sedang dibuat lebih populer dan diterima
oleh jaringan sosial yang berlimpah tengah hari ini. Jika saya mencari suatu
hubungan dan satu tidak mengembangkan online saya akan naik pesawat cepat untuk
bertemu dengannya untuk melihat apakah itu hanya kelakar online. Bahkan saya
tidak akan mencari hubungan secara online, itu hanya bukan cara saya. Ketika
saya pertama kali pergi ke Rusia, aku benar-benar hilang! Setiap aspek dari bagaimana
mereka melakukan hal-hal yang asing bagiku. Saya tidak melakukan apa-apa dengan
benar, dan istri saya mengancam saya terus-menerus karena saya biasanya malu
sangat banyak. Rasanya seperti hidup pada roller coaster emosional, tapi saya
bertahan dan matang menjadi orang yang lebih stabil dan percaya diri karena
itu. Ini adalah cara yang sangat efektif untuk memastikan komunikasi budaya
akurat lintas telah terjadi. Hindari Slang Bahkan orang asing yang paling
berpendidikan tidak akan memiliki pengetahuan yang lengkap slang, idiom dan
ucapan. Bahayanya adalah bahwa kata-kata akan dipahami tetapi artinya tidak
terjawab. Berikut adalah beberapa strategi untuk meningkatkan komunikasi
lintas-budaya. Perubahan perspektif. Anda melihat orang-orang, tempat, dan hal
sehari-hari meskipun lensa sendiri budaya Anda. Lihat apa yang Anda dapat
belajar dengan mencoba pada lensa budaya orang lain. Berhati-hati. Menjadi
sadar berarti "sepenuhnya hadir" dan mendengarkan apa dan bagaimana
informasi yang dikomunikasikan. Mendidik diri sendiri. Perjalanan. Ambil kelas
atau seminar. Dapatkan keluar dari zona kenyamanan Anda. Masuk ke komunitas
Anda. Dalam rangka membangun kuat hubungan lintas-budaya, mengundang kenalan baru
Anda untuk berbagi makan dengan Anda. Makanan memegang peranan penting dalam
kehidupan orang-orang dari semua lapisan masyarakat. Mengambil waktu untuk
menikmati makan siang atau makan malam dengan teman yang baru calon.
Mengembangkan hubungan lintas-budaya tidak mudah. Artikel ini telah membahas
lima tips untuk membangun Persahabatan dengan orang-orang dari semua lapisan
kehidupan. Saran saya tentang situasi visa adalah bahwa jika Anda bertemu
seseorang dari negara lain yang ada di sini dengan visa pengunjung atau bentuk
lain dari visa dan Anda merasa bahwa Anda mungkin sangat serius tentang mereka,
berpikir tentang menikah sebelum mereka meninggalkan negara itu.[51]
Pertukaran,
seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya merupakan aktivitas
ekonomi yang diterapkan dalam bidang ekonomi pasar.Berkenaan peranan budaya
dalam masyarakat pasar, Dimaggio mengajukan tiga argument yaitu
1.
Budaya membentuk actor rasional
2.
Ide,teknologi kognitif dan
institusi-institusi yang berkaitan menciptakan kerangka kerja bagi ekonomi
pasar
3.
Orang menggunakan budaya untuk
menginterpretasikan dan menyesuaikan diri terhadap hubungan-hubungan dan
institusi pasar.
C.
Pasar Loak sebagai Kontruksi Budaya
Pasar
loak yang dimaksud disini adalah pasar loak yang berkembang di eropa
barat,terutama jerman.Pasar loak jerman tidaklah dapat dipandang hanya sebagai
tempat jual beli barang-barang bekas tetapi lebih dari itu,ia dapat dipandang
sebagai suatu kontruksi budaya.Pasar loak di jerman tidak dapat disamakan
dengan pasar loak yang ada dipadang,misalnya pasar loak jerman umumnya
dilakukan dilangan terbuka,barang yang diperjualbelikan beraneka ragam mulai
dari barang-barang bekas seperti pakaian,peralatan dapur,peralatan ruang
tamu,alat tulis,music dan sebagainya.Barang-barang baru tersebut kebanyakan
berasal dari luar jerman seperti turki dan Negara-negara eropa timur seperti
polandia dan rusia.
Suatu
pandangan biasa di jerman seorang penjual barang dagangan bekas menggelar
barang dagangannya di depan atau disamping mobil baru”BMW” nya.Barang bekas itu
relative baru bahkan malah sering ditemukan barang yang dijual masih baru belum
dilepakan merek dagangnya atau lebel harganya,tetapi oleh karena terlanjur
sudah dibeli atau karena hal lain maka barang tersebut jatuh ke pasar loak.
MORAL EKONOMI DAN
TINDAKAN EKONOMI
Dalam kajian sosiologi, Moral Ekonomi adalah
suatu analisa tentang apa yang menyebabkan seseorang berperilaku, bertindak dan
beraktivitas dalam kegiatan perekonomian. Hal ini dinyatakan sebagai gejala
sosial yang berkemungkinan besar sangat berpengaruh terhadap tatanan kehidupan
sosial.
Menelaah lebih lanjut, beberapa buku referensi
bagi mahasiswa dalam perkuliahan, diajukan beberapa teori tentang moral
ekonomi. James C. Scott mengajukan sebuah analisa tentang kehidupan petani
sedangkan H.D. Evers mengemukaakn teori tentang moral ekonomi pedagang. Inti
pembahasannya adalah apa yang menyebabkan sekelompok masyarakat berperilaku,
bertindak dan beraktivitas dalam kegiatan perekonomian.[53]
Bagian ini menjelaskan bagaimana hubungan
antara moral ekonomi yang memiliki oleh suatu kelompok masyarakat dan tindakan
ekonomi yang di lakukan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Terlebih dahulu
yang membahas tentang moral ekonomi petani yang di tulis oleh Jemes C. Dan
terakhir moral ekonomi pedagang diedit oleh H.D Ever dan Heiko Schrader.
Kemudian dilakukan perbandingan antara kedua tulisan tersebut, untuk memperoleh
jawaban dari pertanyaan tersebut.
A.
Moral Ekonomi Petani
Dapat di defenisikan
moral ekonomi sebagai pengertian petani tentang keadilan ekonomi dan defenisi
kerja mereka tentang eksploitasi pandanga mereka tentang pungutan–pungutan
terhadap hasil produksi mereka mana yang dapat ditolerir mana yang tidak dapat. Dalam mendefinisikan
moral ekonomi, petani akan memperhatikan etika subsistensi dan norma
resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka. Etika subsistensi merupakan
perspektif dari mana petani yang tipikal memandang tuntutan-tuntutan yang tidak
dapat di letakkan atas sumber daya yang
dimilikinya dari pihak sesama warga desa,tuan tanah atau pejabat.
Etika subsistensi
tersebut, menurut james Scott (1976), muncul dari kekhawatiran akan mengalami
kekurangan pangan dan merupakan konsekuensi dari suatu kehidupan yang begitu
dekat dengan garis batas dari krisis subsistensi. Oleh karena itu kebanyakan
rumah tangga petani hidup begitu dekat dengan batas-batas substensi dan menjadi
sasaran-sasaran permainan alam serta tuntutan dari pihak luar maka mereka
meletekkan landasan etika subsistensi atas dasar pertimbangan prinsip safety first (dahulukan selamat).
Dari sudut pandang
moral ekonomi petani,subsistensi itu sendiri merupakan hak oleh sebab itu ia
sebagai tuntutan moral. Maksudnya adalah petani merupakan kaum yang miskin
mempunyai hak sosialatas subsistensi. Oleh karena itu, setiap tuntutan terhadap
petani dari pihak tuan tanah sebagai elit desa atau negara tidaklah adil
apabila melanggar kebutuhan subsistensi. Pandangan moral ini mengandung makna
bahwa kaum elit tidak boleh melanggar cadangan subsistensi kaum miskin pada
muslim baik dan memenuhi kewajiban moralnya yang positif untuk menyediakan
kebutuhan hidup pada musim jelek.
Norma resiprositas
merupakan rumus moral sentral bagi perilaku antarindivindu: antara petani
dengan sesama warga desa, antara petani dengan tuan tanah, antara petani dengan
negara.prinsip moral ini berdasarkan gagasan bahwa orang harus membantu mereka
yang pernah membantu atau paling tidak jangan merugikan. Prisip moral ini
mengandung arti bahwa satu hadiah atau jasa yang di terima menciptakan, bagi si
penerima, satu kewajiban timbal balik untuk membalas satu hadiah atau jasa
dengan nilai yang setidak-tidaknya membanding di kemudian hari. Ini berarti
bahwa kewajiban untuk membalas budi merupakan satu prinsip moral yang paling
utama yang berlaku bagi hubungan baik antara pihak-pihak sederajat. James scott
(1976) telah meletakkan dasar stratifikasi sosial masyarakat petani atas
tingkat keamanan subsistensi mereka, bukan pada penghasilan mereka. Keamanan
subsistensi mereka di jamin oleh tuan tanah yang menjadi patron
mereka.sedangkan lapisan terbawahnya adalah buruh. Pertumbuhan negara kolonial
dan komersiliasi pertanian yang membawa masyarakat petani ke dalam ekonomi
dunia telah memperumit dilema keterjaminan subsistensi kaum petani.
Hal ini di sebabkan
sekurang-kurangnya oleh lima cara yaitu:
1. Ketidakstabilan
bersumber dari pasar
Ekonomi pasar yang
diperkenalkan ke dalam masyarakat petani tidak hanya berlingkup pasar setempat
(lokal) tetapi juga pasar dunia. Pada dasar dunia hubungan antara hasil panen
setempat dan harga terputus. Dengan kata lain naik turunnya harga terlepas dari
permintaan dan penawaran setempat.
2. Perlindungan desa
yang semakin lemah
Terjadi erosi dalam
pemberian perlindungan dan pemikul resiko oleh kelompok kerabat dan pada nilai
desa, karena terjadi perubahan struktural seperti berkurangnya sumber daya yang
dimiliki oleh kelompok kerabat maupun desa secara bersama (komunal) dan di
perkenalkannya hukum positif kolonial sebagai pengganti huku-hukum yang di
warisi secara turun temurun (tradisi).
3. Hilangnya
sumber-sumber daya subsistensi sekunder
Tanah milik desa
dimana para warga mengembalakan ternak dan dan hutan milik desa dimana petani
mengambil kayu bakar bukan lagi milik komunal masyarakat desa, ia sudah menjadi
sesuatu yang kemersial dan seseorang yang memanfaatkannya harus bayar pajak.
4. Buruknya
hubungan-hubungan kelas agraris
Di tandai dengan
perubahan sifat peran tuan tanah dari paternalistik dan pelindung menjadi
impersonal dan kontraktual.tuan tanah bukan lagi pemikul resiko di msa sulit
tetapi menjadi tukang kutip uang sewa tetap, bukan hanya di lakukan pada masa
baik dan tetapi juga pada masa buruk.
5.
Negara kolonial yang semakin ekstensif dan intensif dalam memungut
pajak
Bukan hanya pajak
kepala dan tanah, yang pernah dipungut oleh pemerintah tradisional
pra-kolonial, tetapi juga di perluas kepada aktivitas yang berkaitan dengan
subsistensi seperti pajak perahu, pajak garam, dan seterusnya.
B. Moral Ekonomi
Pedagang
Dalam moral ekonomi ini setuju dengan
pendapat james scott (1976-176) yang menyatakan bahwa masyarakat petani umumnya
dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dan dengan suatu sistem nilai
yang menekan kan tolong menolong, pemilikan bersama sumber daya dan keamanan
subsistensi. Hak terhadap subsistensi merupakan suatu prinsip moral yang aktif
dalam tradisi desa kecil. Dalam kondisi seperti ini pedagang menghadapi dilema
yaitu memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada kerabat-kerabat dan
tetangga-tetangga untuk menikmati bersama pendapatan yang di perolehnya sendiri
di satu pihak dan untuk mengakumulasikan modal dalam wujud barang dan uang di
pihak lain.di luar desa para pedagang di hadapkan dengan tuntunan anonim yang
sering bersifat anarkis dan berasal dari pasar terbuka dengan fluktuasi harga
yang liar. Pedagang cendrung terperangkap ditengah dan dalam hal ini bisa
disebut sebagai tengkulak karena mereka tidak hanya menaggung resiko kerugian
secara ekonomi tetapi juga resiko terhadap diskriminasi dan kemarahan petani.
Para pedagang dalam masyarakat petani
telah mencoba mengatasinya dengan cara-cara mereka sendiri. Evers (1994:10)
telah menemukan 5 solusi atau jalan keluar yangberbada yang di lakukan oleh
para pedagang menghadapi delema tersebut, yaitu:
1.
Imigrasi pedagang minoritas
Kelompok
minoritas baru dapat diciptakan melalui migrasi atau dengan etno-genesis, yaitu
munculnya identintas etnis baru. Contoh yang menarik dari pemikiran ini adalah
“pedagang kredit” yang sebagian
berasal dari suku batak dan beragama
kristen yang melakukan aktivitas dagangnya di sumatera barat.
2.
Pembentukan kelompok-kelompok etnis atau religius
Munculnya
dua komoditas moral yang menekankan pentingnya kerja sama tetapi tidak keluar
dari batas-batas moral. Menurut evers (1994:8-9) ada beberapa cara yang di
lakukan agar hal ini dapat berlangsung. Satu kemungkinan, misalnya menerima
suatu agama baru atau menganut sebuah agama sebgaimana yang di gariskan oleh
aturan-aturan yang di tentukan dengan memperlihatkan kegairahan dalam
menjalankan aturan-aturan tersebut. Dan kemungkina lain menekankan nilai-nilai
budaya hingga batas menentukan identitas etnis milik sendiri. Hal ini berarti
terdapat hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara masyarakat
pendesaan sumatra barat dan pedagang kredit yang masing-masing memiliki
komonitas moral tersendiri, yaitu agama islam dan agama kristen.
3.
Akumulasi status kehormatan (modal budaya)
Kembali
kepada studi geerzt. (1963), kedermawan, keterlibatan dalam urusan masyarakat,
berziarah, menunaikan ibadah haji yang dilakukan oleh santri memberi dampak
kepada akumulasi modal budaya yang dimiliki. Dengan kata lain, peningkatan
akumulasi modal budaya berarti peningkatan derajat kepercayaan masyarakat
sehingga memudahkan pedagang untuk melakukan aktivitasnya.
4.
Munculnya perdagangan kecil dengan ciri” ada uang ada barang”
Dengan mengambil fenomena pedagang bakul di jawa, Evers melihat
bahwa para pedagang bakul kurang di tundukan oleh tekanan solidaritas desa di
bandingkan dengan pedagang yang lebih besar dan lebih kaya serta suka pamer.
Perdagangan kecil yang diperlihatkan diatas merupakan ciri-ciri standar pada semua
masyarakat petani.[54]
5.
Depersonalisasi (ketidakterlekatan) hubungan-hubungan ekonomi
Jika
ekonomi pasar berkembang dan hubungan-hubungan ekonomi relatif tidak terlekat
atau terdiferensiasi, maka dilema pedagang diteransformasikan kedalam dilema
sosial semua pasar ekonomi.[55]
Persoalan moral
ekonomi menjadi topik perbincangan yang semakin menarik akhir-akhir ini seiring
dengan semakin derasnya arus globalisasi. Konsep moral ekonomi itu secara
khusus menurut mellah dan madsen (1991) dan block (2006) mendefinisikan moral
ekonomi pertukaran ekonomi melalui sentimen-sentimen dan norma-norma moral.
Terdapat dua alasan mendaar yang menyebabkanisu moral ekonomi menjadi pusat
perhatian banyak kalangan.
1.
Berkaitan dengan semakin intensifnya praktik fair trade yang menurut komitmen moral tinggi, baik di kalangan
produsen maupun kalangan konsumen.
2.
Praktik kehidupan sehari-hari, tidak terbatas di dunia bisnis,
semakin menjauhkan sisi-sisi moralitas dalam kalkulasi ekonomi.
Perspektif ini memegang teguh prinsip ekonomi yang melandasi setiap
tindakan ekonomi, yaitu memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan
pengorbanan biaya yang serendah-rendahnya. Persoalan yang menyentuh moral
berkaitan dengan tindakan ekonomi yang di ambil menjadi biaya eksternal.
Komitmen moral konsumen adalah dalam penggunaan hak-hak konsumen jika terdapat
pelanggaran hukum maupun moral yang berkaitan dengan produksi barang.[56]
Persoalan-persoalan
moral ekonomiyang sering terjadi di masyarakat yaitu:
1.
Seorang manajer pabrik pokok menghadapi delema moral ekonomi antara
menggunakan pilihan mekanisme pabrik sehingga mengakibatkan PHK massal atau
tetap menggunakan cara produksi lama dengan risiko keuntungan yang di
perolehnya tidak sebesar mengunakan mesin baru.
2.
Seorang manajer pabrik gula menghadapi delema moral antara
melaksanakan ritual upacara yang dilakukan sebelum giling tebu pertama kali.
Upacara tersebut merupeken tradisi yang telah berlangsung puluhan tahun dan
dalam pelaksanaanya memakan biaya yang besar.
3.
Segala macam bentuk suap, kolusi, korupsi, nepotisme, menipulasi
dan berbagai bentuk tindakan penyalahgunaan wewenang lainnya yang dilakukan
pejabat berwenang. Apalagi terjadi di
tengah pnderitaan dan kemiskinan masyarakat sekitar dengan tujuan memperkaya diri
jelas merupakan persoalan moral selain tentunnya persoalan hukum.
4. Berbagai bentuk moral hazzard (permanfaatan kesempatan
sekecil mungkin untuk tujuan memperkaya diri atau dalam bahasa jawa sering
diekspresikan dengan ungkapan) merupakan persoalan moral ekonomi. Sebagai
contoh dalam kebijakan pemerintah mengenai pengurangan subsidi BBM akan
dilakukan pembedaan harga bensin untuk mobil dan motor.
5. Pada 1998, sesaat
telah terjadinya krisis moneter, banyak masalah sosial baru yang muncul,
seperti anak jalanan.[57]
MODEL
TINDAKAN AKTOR DARI GIDENS
|
|
|
|
|||||||
|
Gambar di atas
menunjukan pada elemen intensional dari seorang agen yang membentuk arus atau
duree kehidupan sehari-hari. Secara intensional, tindakan-tindakan yang
berorientasimungkin juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak di
harapkan, dan menjadi umpan balik serta kondisi–kondisi yang tidak di sadari
bagi tindakan yang akan dilakukan di masa datang. Kesemuanya membatasi dan
memaksa suatu tindakan yang akan dilakukan seorang aktor.
Dengan memperbandingkan
penemuan dan pendekatan oleh peneliti yang berbeda yaitu moral ekonomi petani
dan moral ekonomi pedagang, maka jawaban atas pertanyaan yang di ajukan pada
awal tulisan adalah reaksi yang dilakukan oleh pedagang terhadap moral ekonomi.
Pada kelompok masyarakat petani, tindakan ekonomi merupakan cerminan langsung
dari moral ekonomi sedangkan dari kelompok masyarakat pedagang ia merupakan
kombinasi antara moral ekonomi dan kepentingan ekonomi.
Berikut ini ada 3
cara untuk memahami secara singkat perbedaan antara kedua perdekatan.
1. Hakikat manusia
James scott melihat
manusia merupakan makhluk yang begitu
terikat pada moral-moral yang berlaku pada masyarakat, termasuk moral ekonomi.
Oleh karena itu ia bagaikan manusia robot yang patuh dan tunduk kepada
aturan-aturan sosial budaya yang telah di programkan masyarakat kepadanya.
2. Dimensi moral
James scott
menemukan moral ekonomi dalam kelompok masyarakat petani sebagai sesuatu yang
statis. Ia tidak lapuk oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur
hubungan sosial yang berkembang.
3. Tindakan ekonomi
Dari sudut pandang
scott, seperti yang telah di jelaskan diatas, tindakan ekonomi merupakan
refleksi langsung dari moral ekonomi yaitu manusia bertindak sebatas tidak
keluar dari etika subsistensi.
4. Pendekatan
Pendekatan yang
digunakan scott dalam membahas moral ekonomi adalah perspektif aktor lebih
tersosialisasi. Aktor sangat taat dan patuh terhadap aturan dari sistem dan
norma yang ada. Sedangkan evers dan kolega menggunakan pendekatan sosiologi
ekonomi baru dalam membedah moral ekonomi pedagang.[58]
PASAR
A. Pengertian Pasar
Pasar
merupakan suatu lembaga yang sangat penting sekali dan sangat di butuhkan dalam
kehidupan berekonomi pasar juga merupakan salah
satu penggerak utama dalam kehidupan perekonomian.[59] Pasar
adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial
dan infrastruktur di mana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk
orang- orang dengan imbalan uang.[60]
Dari
pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa pasar adalah bertemunya dua insan
antara si penjual dengan si pembeli pada sebuah tempat yang mana di tempat itu
terdapat barang- barang yang di perjual belikan. Pasar berfungsi sebagai sumber
imformasi bagi konsumen, Produsen, Bahkan juga pemerintah. Di samping itu,
pasar mempunyai berbagai bentuk atau struktur yang mempunyai hukumnya sendiri-
sendiri, sehingga berpengaruh dan menentukan tinggi rendahnya harga yang akan
terjadi.[61]
Pasar
Menurut Luas Jangkauan
Pasar Daerah
Pasar
Daerah membeli dan menjual produk dalam satu daerah produk itu dihasilkan. Bisa
juga dikatakan pasar daerah melayani permintaan dan penawaran dalam satu
daerah.
Pasar
Lokal
Pasar
lokal adalah pasar yang membeli dan menjual produk dalam satu kota tempat
produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar lokal melayani permintaan dan
penawaran dalam satu kota.
Pasar
Nasional
Pasar
nasional adalah pasar yang membeli dan menjual produk dalam satu negara tempat
produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar nasional melayani permintaan
dan penjualan dari dalam negeri.
Pasar
Internasional
Pasar
internasional adalah pasar yang membeli dan menjual produk dari beberapa
negara. Bisa juga dikatakan luas jangkauannya di seluruh dunia.
Pasar Menurut Wujud
Pasar menurut
wujud terdiri dari dua bagian, yaitu Pasar Konkrit dan Pasar Abstrak.
Pasar
Konkret
Pasar
Konkret adalah pasar yang lokasinya dapat dilihat dengan kasat mata. Misalnya
ada los-los, toko-toko dan lain-lain. Di pasar konkret, produk yang dijual dan
dibeli juga dapat dilihat dengan kasat mata. Konsumen dan produsen juga dapat dengan
mudah dibedakan. contohnya adalah: bursa komoditi, bursa saham dan sebagainya.
Pasar
Abstrak
Pasar
Abstrak adalah pasar yang lokasinya tidak dapat dilihat dengan kasat
mata.konsumen dan produsen tidak bertemu secara langsung. Biasanya dapat
melalui internet, pemesanan telepon dan lain-lain. Barang yang diperjual
belikan tidak dapat dilihat dengan kasat mata, tapi pada umumnya melalui
brosur, rekomendasi dan lain-lain. Kita juga tidak dapat melihat konsumen dan
produsen bersamaan, atau bisa dikatakan sulit membedakan produsen dan konsumen
sekaligus.[62]
Pasar Menurut Barang yang
Diperjualbelikan
Pasar
Barang Konsumsi
Pasar
barang konsumsi adalah pasar yang menjual barang-barang yang dapat langsung
dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Misalnya, pasar yang memperjualbelikan
beras, ikan, sayur-sayuran, buah-buahan, alat-alat rumah tangga, pakaian, dan
lain sebagainya.
Pasar
Barang Produksi
Pasar
barang produksi adalah pasar yang memperjualbelikan faktor-faktor produksi.
Dalam pasar ini diperjualbelikan sumber daya produksi. Misalnya, pasar
mesin-mesin, pasar tenaga kerja, dan pasar uang.
Pasar
Menurut Organisasinya
Pasar
Persaingan Sempurna
Dalam
pasar persaingan sempurna terdapat banyak penjual atau pembeli yang sama-sama
telah mengetahui keadaan pasar. Barang yang diprjualbelikan dalam pasar
persaingan sempurna homogen (sejenis). Selain itu, baik penjual ataupun pembeli
tidak bebas menentukan harga, karena harga ditentukan oleh kekuatan pasar.
Pasar
Persaingan Tidak Sempurna
Dalam
pasar persaingan tidak sempurna, para penjual maupun pembeli mempunyai
kebebasan dalam menentukan harga dan jumlah barang yang akan diperjualbelikan.
Dalam hal ini berarti pembeli dan penjual dapat memengaruhi harga. Jenis dan
kualitas barang yang diperdagangkan pada pasar ini bersifat heterogen. Pasar
persaingan tidak sempurna dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
Pasar monopoli dan monopsoni
Pasar
monopoli adalah pasar yang hanya terdapat satu penjual untuk suatu jenis barang
tertentu. Pasar monopsoni adalah pasar yang dikuasai oleh seorang pembeli untuk
suatu jenis barang dan jasa,dan juga bersifat mendunia.
Pasar persaingan monopolistis
Dalam
pasar ini terdapat banyak penjual dan pembeli. Penjual bisa melakukan monopoli
karena keistimewaan produk masing-masing. Pembeli bebas menentukan pilihannya
dalam berbelanja. Jadi, pasar ini ada unsur persaingan dan monopoli.
Pasar oligoponi dan oligopsoni
Pasar
oligopoli adalah pasar yang hanya ada beberapa penjual. Istilah beberapa
penjual iniumlah penjual tidak terlalu banyak sehingga pengaruh penjual sangat
kecil, dan tidak ada penjual yang berkuasa segala-galanya. Adapun Oligopsoni
merupakan jenis pasar yang hanya ada beberapa pembeli.[63]
Pasar Menurut Waktu Penyelenggaraan
Pasar Harian
Pasar
harian adalah pasar yang kegiatan jual belinya dilakukan tiap hari. Pasar
harian ini umumnya terdapat di desa dan kota.
Pasar Mingguan
Pasar
mingguan adalah pasar yang kegiatan jual belinya hanya satu kali dalam
seminggu. Pasar mingguan ini terdapat di daerah-daerah pedesaan.
Pasar Bulanan
Pasar
bulanan adalah pasar yang kegiatan jual belinya dilakukan setiap sebulan sekali.
Pasar Tahunan
Pasar
tahunan adalah pasar yang kegiatan jual belinya dilakukan setiap setahun
sekali.
Pasar Temporer
Pasar
temporer adalah pasar yang diselenggarakan organisasi/instansi pada acara
tertentu, atau diadakannya hanya sewaktu-waktu (tidak tetap). Berikut ini ada beberapa aspek yang
terjadi dalam pasar seperti :
Fenomena pasar
Fenomena
pasar mencakup hampir semua fenomena yang terjadi di dalam fenomena ekonomi.
Fenomena-fenomena tersebut yang dimaksud adalah:pasar, lokasi, waktu,
institusi, proses.aktor pasar ; pedagang, pembeli, proses, konsumen,pekerja,
pengusaha pedagang.pasar tenaga kerjpasar uang ;pasar modal, perbankan,
koperasi, penggadaian, pelepas uang,dll.pasar barang atau konsumenpasar industry,
pasar retil, ekonomi pasar, budaya pasar, transformasi pasar, wirausaha.[64]
Siapa yang mengatur pasar
Menurut
Polanyi(1957:68), merupakan suatu sistem ekonomi yang di kontrol atau diatur
dan di arahkan oleh pasar itu sendiri. Jadi, yang mengatur pasar adalah pasar
itu sendiri, sehingga peraturan dalam produksi dan distribusi barang
dipercayakan kepada mekanisme mengatur diri sendiri (self regulating
mechanism.Dalam the protestant ethics and the spirit of capitalism,Weber
menjelaskan bahwa dalam setiap masyarakat, tindakan ekonomi adalah suatu produk
personal ,etika, dan pertimbangan sosial.[65]
Beberapa Pendekatan Sosiologis Terhadap
Pasar
Sebelumnya
telah dibincangkan mengenai keterlibatan masyarakat dalam pasar, untuk itu
soiologi sebagai ilmu yang objek kajiannya adalah masyarakat dan segala unsur
kehidupan yang terkait di dalamnya memberikan kontribusi pendekatan dalam
memahami pasar. Yang mana diantara beberapa pendekatan tersebut sifatnya
komplementer.
Pendekatan Jaringan Sosial
pendekatan
jaringan sosial melihat pasar sebagai suatu sruktur hubungana antara beberapa
aktor pasar seperti perusahaan, pesaing, pemasok (rekanan)
distributor,pelanggan, pembeli dan setarusnya. aktor-aktor tersebut membentuk
suatu kompleksitas jaringan hubungan yang melibatkan modal budaya.
Pendekatan Sistem Sosial.
Pendekatan
sistem sosial melihat pasar sebagai suatu sub- sistem dari sistem ekonomi.
sedangkan sistem sosial itu sendiri dilihat sebagai sistem sosial. Dalam hal
ini pasar sebagai subsistem ekonomi yang nantinya akan berimbas pada
permasalahan sistem sosial memiliki beberapa fungsi yang diantaranya adalah
fungsi adaptasi dalam hal kapitalisasi dan investasi
1.
Pendekatan
permainan
Pendekatan
ini menekankan kita untuk bagaimana harus bertindak rasionala dan dan sesuai
dengan strategi permainan, atau dengan kata lain bahwasanya harus adanya
formulasi atau kombinasi antara logika dengan realita pasar yang terjadi (trust
masyarakat konsumen).
Pada dasarnya pendekatan ini dibagi menjdi dua yakni Zero-sum game yang ditandai oleh pemenang memperoleh semua, yang mana disini terjadi ketidak transparansian antara kedua belah pihak sehingga terjadi sebentuk kompetisi untuk menjadi pemenang.
Pada dasarnya pendekatan ini dibagi menjdi dua yakni Zero-sum game yang ditandai oleh pemenang memperoleh semua, yang mana disini terjadi ketidak transparansian antara kedua belah pihak sehingga terjadi sebentuk kompetisi untuk menjadi pemenang.
Berbeda
halnya dengan pendekatan permainan yang kedua yakni Non-zero-sum game yang
memberikan ruang untuk terjadinya ketransparansian sehingga akan menimbulkan
sebentuk kerjasama atas dasar trust yang mana antara kedua belah pihak tidak
ada yang merasa dirugikan.
2. Pendekatan konflik
Pendekatan
ini lebih melihat pasar sebagai arena konflik, sehingga setiap aktifitas alam
pasar mengandung konflik dikarenakan kelangkaan barang dan jasa sehingga
aktifitas produksi, distribusi, dan konsumsi menjadi fenomena yang diselimuti
konflik.
a.
Pembeli
Di dalam teori ekonomi keberadaan
budaya dan hubungan sosial
dari pembeli-jual penjual-dapat diabaikan. Para ekonom mengasumsikan bahwa
aktor ekonomi (pembeli dan penjual) bertindak untuk mencapai kepentingan
pribadinya sendiri, dalam isolasi dari setiap faktor-faktor budaya dan hubungan
sosial yang ada.
Menurut
Adam Smith ([1776] 1976:17) jelas bahwa orang mempunyai kecenderungan untuk
memindahkan, menukar, dan memperjual belikan suatu barang pada orang lain.
Dengan cara pandang demikian, maka kita dapat mengklasifikasikan atas beberapa
tipe yaitu:
1)
Pengunjung, yaitu mereka yang datang ke
lokasi pasar tampa mempunyai tujuan untuk melakukan pembelian terhadap suatu
barang dan jasa.
2)
Pembeli, yaitu mereka yang datang
kelokasi pasar dengan maksud untuk membeli suatu barang atau jasa , tetapi
tidak mempunyai tujuan kemana akan membeli.
3)
Pelanggan, yaitu mereka yang datang ke
lokasi pasar dengan maksud membeli barang atau jasa dan mempunyai arah tujuan
yang pastidi mana akan membeli.
b.
Pedagang
Pedagang adalah orang atau institusi
yang memperjual belikan produk atau barang kepada konsumen baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Pedagang di bedakan menurut jalur
distribusi yang di lakukan yaitu :
1)
Pedagang distributor (tuggal) yaitu
pedagang yang memegang hak distribusi dari satu produk dari perusahaan
tertentu.
2)
Pedagang (partai) besar yaitu pedagang yang membeli suatu produk dalam
jumlah besar yang di maksudkan untuk menjual kepada orang lain.
3)
Pedagang enceran yaitu pedagang yang menjual produk langsung
kepada konsumen.
Sedangkan
menurut sosiologi ekonomi yang di lakukan seperti Geertz (1963), Mai dan Buchholt (1987) dll dapat di simpulkan,
bahwa pedagang di bagi atas :
1)
Pedagang professional yaitu pedagang yang menganggap aktivitas
perdagangan merupakan pendapatan dari hasil perdagangan merupakan sumber utama
dan satu -satunya bagi ekonomi keluarga.
2) Pedagang
semi professional adalah
pedagang yang mengakui aktivitasnya untuk memperoleh uang tetapi pendapatan
dari hasil berdagang merupakan tambahan bagi ekonomi keluarga.
3) Pedagang
subsitensi merupakan pedagang yang menjual produk atau barang
dari hasil aktivitas atas subsitensi untuk memenuhi ekonomi rumah tangga.
4)
Pedagang semu orang yang melakukan kegiatan perdagangan
karena hobi atau untuk mendapatkan suasana baru atau mengisi waktu luang.
c. Tempat dan waktu pasar
Aspek ruang dan waktu merupakan
dua hal yang tak kalah penting dan menariknya dalam dunia pasar, karena
didalamnya tercakup mengenai pemanfaatan, penggunaan, atau permainan terhadap
aspek waktu dan ruang. Penggunaan dari aspek ruang dan waktu lebih terkait
dengan dimensi fungsional dari pasar itu sendiri dan sedangkan mengenai
permainan aspek ruang dan waktu merujuk kepada dimensi persaingan dari pasar
itu sendiri.
1) Penggunaan dan pemanfaatan aspek ruang
Pemanfaatan dan penggunaan aspek ruang bagi
seorang aktor ekonomi terutama di tujukan kepada fungsi ekonominya , di samping
itu juga dapat di selimuti oleh kombinasi aspek lain seperti: politik, sosial ,
budaya .
2) Permainan aspek ruang
Untuk
mendapat ruang pasar yang strategis para aktor ekonomi merujuk pada leyask dari
ruang yang akan di jadikan tempat kegiatan ekonomi, adapun tempat yang di
anggap strategis yaitu:
a)
Jalur kendaraan
Tempat tersebut harus berdekatan dengan
jalur lalu lintas kendaraan .
b)
Daerah penghasil
Pasar dapat tumbuh jika pada lokasi
tersebut harus berdekatan denagan sersuatu yang di butuhkan oleh masyarakat
seperti: makanan, perlengkapan rumah tangga, dan perlengkapan lainnya.
c)
Daerah pemukiman
Tempat harus dekat dari pemukiman
penduduk.
3)
Penggunaan
dan pemanfaatan aspek waktu
Untuk
menumbuhkan minat pembeli , para aktor ekonomi mengurangi harga jual suatu
barang tersebut misalnya pada waktu lebaran dan tahun baru.
4) Permainan aspek waktu
Permasalahan yang menarik bagi sosiologi
ekonomi adalah, bagaimana jika suatu ketika permintaan melonjak drastis?.Bagi
ekonomi akan menjawab secara mudah yaitu apabila permintaan naik sedangkan
penawaran tetap maka harga akan naik. Hal yang menarik bagi sosiologi ekonomi
bukan bagaimana naiknya permintaan tapi bagaimana munculnya keadaan penawaran
tetap pada saat permintaan naik. Keadaan tersebut bisa muncul karena tercipta
secara alami dan di ciptakan.
d. Strategi tawar menawar
Dalam dunia
pasar ada beberapa strategi yang yang bisa dijadikan acuan dalam berbelanja
untuk mendapatkan harga yang lebih murah yakni :
1)
Mencari cacat atau keganjilan yang
terdapat pada barang yang akan dibeli.
2)
Membuat perbandingan dengan barang yang
sama yang pernah dibeli atau ditawarkan ditempat lain.
3)
Tidak berkata-kata dan diam sampai
penjual berubah fikiran.
4)
Katakan mahal dengan membandingkan
tempat dan kondisi barang dijual.
5)
Gigih dalam menawar sampai pedagang
terpengaruh untuk merubah harga.
B.
Pentingnya
Pasar sebagai Konstitusi Ekonomi
1. Pengertian Institusi
Kata
institusi sering diterjemahkan sebagai organisasi. Namun demikian, dalam
literatur New Institutional Economics, institusi didefinisikan sebagai aturan
main di dalam masyarakat, atau lebih
formalnya adalah suatu alat yang digunakan manusia sebagai batasan dalam
berinteraksi antar sesama manusia. Sedangkan menurut Burki dan Perry (1998)
yang mendefinisikan organisasi sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari
sekelompok orang yang bertindak secara bersama-sama dalam rangka mencapai
tujuan bersama.
Institusi
menjadi penting bagi pembangunan ketika banyak pihak berinteraksi
(bertransaksi) dalam memainkan perannya masing-masing. . Institusi hadir untuk
mengurangi ketidakpastian dalam pertukaran (transaksi) tersebut dan bersama
dengan penggunaan teknologi, institusi akan menentukan biaya transaksi (North,
1995;18). Institusi yang baik akan mendorong transaksi dilakukan dengan efektif
dan efisien sehingga mampu mengurangi biaya transaksi dengan memperbaiki akses
dan kualitas informasi dan mendorong tegaknya aturan. Di dalam masyarakat
peranan institusi adalah mengurangi ketidakpastian dengan cara membentuk
struktur interaksi masyarakat yang stabil.
Institusi
dikatakan efisien jika biaya transaksi rendah, adanya kepastian aturan main
(certainty) dan hubungan yang sepadan antara principal dan agent (equal
relationship). Institusi dapat dikatakan efektif apabila dapat menginvestasikan
keterampilan dan ilmu pengetahuan dengan tujuan efisiensi biaya dalam rangka
meningkatkan produktivitas. pasar merupakan ide dasar Adam Smith, merupakan
institusi ekonomi tertua. Pasar yang sehat akan mendorong orang untuk melakukan
investasi, inovasi, dan turut dalam kegiatan ekonomi. Adalah Douglass North,
pemenang Nobel Ekonomi 1993, yang mempelopori perhatian terhadap pentingnya pembangunan
institusi.
Peranan Institusi dalam Perekonomian
Peranan
institusi dalam perekonomian suatu negara (bangsa) telah dibuktikan dengan
berbagai studi empiris. Institusi (baik itu institusi formal maupun informal)
bisa berperan dalam perekonomian melalui berbagai cara seperti melalui
pengaruhnya terhadap sektor keuangan, praktek penyelenggaraan pemerintahan,
pengentasan kemiskinan, hingga pertumbuhan ekonomi. Di
Indonesia, Jaya (2004) meneliti tentang permasalahan institusional seiring
adanya perubahan institusional, yaitu penerapan otonomi daerah di Indonesia.
Manfaat
Institusi dalam perekonomian
1.
Institusi Meningkatkan Pertumbuhan
Ekonomi
2.
Institusi Meningkatkan Pembangunan
Sektor Finansial
dan Pertumbuhan Ekonomi
dan Pertumbuhan Ekonomi
3.
Institusi, ketidakmerataan dan
kemiskinan
KONSUMSI DAN GAYA HIDUP
A.
Konsumsi dan Gaya Hidup
Dalam
sosiologi, konsumsi tidak hanya dipandang bukan sekedar pemenuh kebutuhan yang
bersifat fisik dan biologis manusia, tetapi berkaitan dengan aspek-aspek social
budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup.
Menurut ekonom, selera sebagai suatau yang stabil, difokuskan pada nilai guna.,
dibentuk secara individu, dan dipandang sebagai suatau yang eksogen. Sedangkan
menurut sosiolog, selera sebagai suatau yang dapat berubah, difokuskan pada
suatu kualitas simbolik suatau barang, dan tergantung persepsi selera orang lainn.
Weber
(1922 1978) berpendapat bahwa selera merupakan pengikat kelompok dalam
(ingroup). Actor-aktor kolektif berkompetisi dalam penggunaan barang-barang
simbolik. Keberhasilan dalam berkompetisi ditandai dengan kemampuan untuk
memonopoli sumber budaya, sehingga akan meningkatkan prestis dan solidaritas
kelompok dalam.
Sedangkan
Veblen (1899-1973) memandang selera sebagai senjata
untuk berkompetisi. Kompetisi tersebut berlangsung antar pribadi. Antara seorang
dengan orang lain. Hal ini tercermin dalam masyarakat modern yang menganggap
selera orang dalam mengkonsumsi suatu barang akan dapat melihat selera dasar
dan penghargaan yang didapat [66].
Konsumsi
dapat dipandang sebagai bentuk identitas. Barang-barang simbolik juga dapat
menunjukkan kelompok pergaulannya. Simmel (1907-1978) mengatakan bahwa ego akan
runtuh dalam kehilangan dimensinya jika ia tidak dikelilingi oleh objek
eksternal yang menajdi ekspresi dari kecenderungannya, kekuatannya dan cara
individualnya karena mereka mematuhinya, atau dengan kata lain miliknya.
Sebagai contoh, seorang pejabat yang meletakkan ensiklopedi dalam rak ruang
tamu atau kantornya yang menandakan bahwa ia mampu membeli barang yang harganya
relative mahal tersebut. Walau sebenarnya tidak pernah ia baca, sehingga dapat
dikatakan hanya sebagai pajangan semata.
Menurut
sistem Ekonomi Konsumsi berasal dari bahasa Belanda consumptie,
ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau
menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan secara langsung[67]
Menurut
Baudrillard,Konsumsi bukan sekedar nafsu untuk membeli begitu banyak komoditas,
satu fungsi kenikmatan,satu fungsi indifidual,pembebasan kebutuhan,pemuasan
diri,kekayaan atau konsumsi objek.Namun konsumsi adalah suatu struktur yang
bersifat external dan bersifat memaksa individu [68]
Istilah
gaya hidup’(Lifestayle) Memiliki arti
sosiologis yang lebih terbatas yakni hanya dapat dilihat atau merujuk kepada
gaya hidup khas dari suatu kelompok tertentu saja[69]. Adapun
komponen komponen gaya hidup yang bisa kita amati diantaranya adalah dari sifat
indifidualistik,dari gaya berbusana,gaya bertutur kata,pilihan makanan dan
minuman,rumah,kendaraan dan lain-lain.dari berbagai komponen ditersebut kita
dapat melihat berbagai aspek yang dapat
menunjang kita untuk menentukan gaya hidup seseorang.[70]Sedangkan
Menurut pandangan islam gaya hidup yang paling sesuai adalah gaya hidup
sederhana gaya hidup ini melarang sikap arogansi,kemegahan,kecongkakan dan
kerendahan moral.[71]
B.
Hubungan Konsumsi dan Gaya Hidup
Hubungan
antara gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat ialah, setiap pemilihan gaya
hidup akan mempengaruhi pola konsumsi pada masyarakat. Gaya hidup ialah
istilah untuk menggambarkan cara hidup seseorang (Alfred Adler,1929). Orang
yang berasal dari subkultur, kelas sosial dan pekarjaan yang sama dapat
mempunyai gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola
kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan, minat dan
pendapatan (Bilson Simamora,2002).[72]
Webber
(1922-1978) mengatakan bahwa konsumsi terhadap
suatu barang merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status
tertentu. Konsumsi terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari
kelompok status. Sehingga situasi kelas ditentukan oleh ekonomi sedang situasi
status ditentukan oleh penghargaan social. Misalnya, pada masyarakat pedesaan,
status guru dan pedagang lebih tinggi guru walaupun pendapatannya lebih besar
pedagang. Hal ini dikarenakan guru mempunyai peluang yang besar untuk mencari
peluang tambahan. Sebagai contoh bekerja sampingan sebagai pedagang. Guru akan
lebih berhasil dari pada pedagan tulen karena masyarakat menganggap guru adalah
orang yang berpendidikan dan tidak mungkin berbuat curang. Sehingga orang akan
cenderung berbelanja pada guru. Atau pada masyarakat perkotaan, para pengusaha
berhak mendapat gelar bangsawan karena dia mampu memberi suatu sumbangan pada
keraton. Walau ada pihak yang lebih berhak mendapat gelar tersebut.
Sedang
menurut vablen (1899-1973), penghargaan social terhadap
masyarakat luas terletak pada keperkasaan, misalnya perang. Sedang pada
masyarakat industry terletak pada kepemilikan kesejahteraan seseorang. Juga
pada konsumsi yang dilakukan sebagai indikator dari gaya hidup kelompok status.
Han
peter Mueller (1989), mengatakan ada 4 pendekatan dalam memahami gaya hidup :
1. Pendekatan
psikolog perkembangan : tindakan seseorang tidak hanya disebabkan oleh teknik,
ekonomi dan politik, tetapi juga dikarenakan perubahan nilai.
2.
Pendekatan kuantitatif social struktur :
mengukur gaya hidup berdasarkan konsumsi yang dilakukan seseorang. Pendekatan
ini menggunakan sederet daftar konsumsi yang mempunyai skala nilai.
3.
Pendekatan kualitatif dunia kehidupan :
memandang gaya hidup sebagai lingkungan pergaulan.
4. Pendekatan
kelas : mempunyai pandangan bahwa gaya hidup merupakan rasa budaya yang
direprodiksi bagi kepentingan struktur kelas.[73]
C.
Gaya Hidup dan Kelas Menengah Indonesia
Kelas
menengah di Indonesia banyak dibicarakan karena dianggap sebagai agen penggerak
kedinamisan masyarakat atau secara pendekatan konflik, kelas menengah adalah
pendobrak kemapanan (politik dan ekonomi).
·
Aliran
pemikiran
Dalam
masyarakat, aliran pemikiran dikelompokkan dalam dua kutub, yakni arus
pemikiran abangan dan arus pemikiran santri. Kedua arus pemikiran ini dapat
ditaraik sebagai suatu gais kontinum, dimana pada satu sudut merupakan sumber
arus pemikiran abangan sedangkan sudut lain merupakan sumber pemikiran santri.
Arus pemikiran abang Arus Pemikiran
Santri
Perbedaan
antara kedua arus tersebut berakar pada penghayatan tentang nilai-nilai yang
terkandung dalam agama serta pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya dalam pemikiran santri, cara berbusana harus berdasarkan ketentuan
agama, yakni menutup aurat. Tapi dalam pemikiran abanangan, boleh memakai rok
mini karena dalam etika yang mereka anut tidak melarang hal demikian. Perbedaan
yang demikian juga menorah pada kanvas sejarah politik Indonesia, yakni ketika
pada orde lama terdapat partai Masyumi sebagai pemikiran santri dan Partai
Nasional Indonesia sebagai arus pemikiran abangan.[74]
·
Heterogenitas
Kelas Menengah Atas
Dua
arus pemikiran yang memberi warna pada kanvas kelas atas masyarakat Indonesia
juga turut memberikan warna pada kanvas kelas menengah Indonesia. Dengan dasar
pemikiran tersebut, kita dapat mengklasifikasikan kelas menengah Indonesia atas
: (1) kelas menengah abangan; (2) kelas menengah santri.
kelas atas
kelas menengah
kelas
bawah
Dengan
demikian setiap lapisan kelas mempunyai arus pemikiran yang berbeda. Inilah
penyebab mengapa kelas menengah Indonesia tidak mampu menjadi agen pembaharu.
Struktur kelas Indonesia terpotong oleh nilai-nilai yang diwarisi secara
sejarah semenjak sebelum pergerakan kemerdekaan. Dalam persaingan untuk
memperebutkan dan memperjuangkan kepentingan maka arus pemikiran yang ada dapat
mengkristal menjadi kelompok-kelompok strategis.
Kelas
menengah abangan diperkirakan lahir pada dekade 1970-an. Kemunculan kelas
menengah abangan dirangsang oleh menguatnya arus ekonomi Jepang ke Indonesia
dan kemapanan kekuasaan (politik dan ekonomi pada kelompok tertentu). Hal ini
ditandai dengan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang digerakan oleh
mahasiswa terutama Universitas Indonesia, yang diarahkan pada dominasi ekonomi
Jepang pada perekonomian Indonesia dengan perusakan sesuatu yang berhubungan
dengan Jepang, misalnya pembakaran mobil-mobil buatan Jepang.
Sedangkan
kelas menengah santri diperkirakan lahir satu dekade setelah kelahiran kelas
menengah abangan yaitu sekitar 1980-an. Kelahirannya ditandai dengan kemunculan
studi-studi keagamaan di kampus-kampus elit di Indonesia. Kemunculan studi
keagamaan tersebut merupakan reaksi terhadap ketidak mampuan gaya hidup
“modern” untuk mengakomodasikan permasalahan kehidupan masyarakat seperti
hak-hak asasi manusia, bank penyelamat semu keuangan, dan seterusnya. Perbedaan
keduanya adalah demonstrasi disertai perusakan oleh kelas menengah abangan dan
demonstrasi damai oleh kelas menengah santri.
·
Gaya
Hidup Kelas Menengah Indonesia
Kelas
menengah abangan mengikuti arus perkembangan gaya hidup yang ditawarkan melalui
proses globalisasi, yaitu gaya hidup barat (Gerke, 1994). Mereka mengikuti
perkembangan mode yang ditawarkan oleh perusahaan garmen internasional seperti
kaos berlengan buatan Hammer atau Benelton, menikmati fast-food, misalnya
seperti di restoran Mc Donald, di Pizza Hut, dan di Burger King.
Sedangkan
kelas menengah santri mengikuti arus perkembangan gaya hidup yang mereka
ciptakan sendiri yang dilandaskan pada nila-nilai keagamaan yang mereka anut.
Mereka mengikuti perkembangan jilbab yang ditawarkan oleh Ida Royani atau rumah
mode Ummi Collection, mengadakan liburan dengan melakukan kegiatan umrah ke Mekkah
atau kegiatan shalat tarawih di Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawiah di
Madinah, serta memakan makanan yang berlabel halal misal di restoran padang
atau masakan nasional lainnya.
Jika
kelas menengah abangan lebih suka meramaikan pasar swalayan dan menonton
bioskop maka kelas menengah santri lebih suka menghadiri pengajian agama dari
rumah ke rumah atau di masjid. Jika kelas menengah abangan lebih suka menikmati
bunga yang ditamankan pada bank umum maka kelas menengah santri lebih suka
menikmati hasil kerja sama dengan bank Islam, meskipun hasil yang diperoleh
lebih kecil dari bunga yang didapat jika ditabung pada bank-bank umum.
·
Konsumsi
Simbolik
Tidak
semua anggota kelas menengah mampu mengkonsumsi barang-barang simbol kelas
menengah secara nyata. Dengan kata lain mereka mengkonsumsi barang-barang
simbol kelas menengah secara tidak langsung pada barang yang dimaksud tetapi
melalui makna dari barang yang disimbolkan. Contohnya konsumsi simbol yang
dilakukan kelas menengah abangan, orang-orang muda mengabiskan waktunya untuk
duduk sambil makan di Mc Donalds atau Burger King. Dirumah mereka berjejer
miniatur patung Liberty, Merlion yang semuanya menunjuk pada suatu tempat yang
jauh dimana banyak orang yang ingin datang ke sana.[75]
Hal
yang sama juga dialami oleh kelas menengah santri, misalnya dalam rumah mereka
pada ruang tamunya ditempel gambar Ka’bah atau Masjid Nabawiah Madinah walaupun
mereka belum pernah berkunjung ke sana. Atau mereka memakai songkok putih yang
lazim dipakai oleh para haji Indonesia sebagai pengenal telah menunaikan ibadah
haji ke Mekkah, padahal mereka belum pernah melakukannya di sana.
·
Dampak
Ekonomi dari Gaya Hidup
Produsen
yang berhasil adalah produsen yang mengetahui dan mengikuti perkembangan selera
dari konsumen. Perkembangan kelas menengah santri telah pula menyebabkan
menjamurnya rumah-rumah mode yang khusus memperlihatkan busana muslim dan
muslimah seperti Ida Royani serta menjamurnya jumlah penerbit seperti “Gema
Insani Press” dan “ Salahuddin”. Konsekuensinya dari hal tersebut adalah
berkembangnya toko-toko yang khusus menjual produk-produk yang berhubungan
dengan (simbol-simbol) keagamaan. Selain itu, munculnya tawaran-tawaran baru
berumrah ke Mekkah atau berziarah ke tempat yang ada hubungannya dengan sejarah
Islam. Semua itu dapat dipandang sebagai dampak ekonomi dari perkembangan gaya
hidup dari kelas menengah santri Indonesia.
Sedangkan
dampak ekonomi dari perkembangan gaya hidup dari kelas menengah abangan adalah
muncul dan membesarnya kelompok perusahaan pasar swalayan seperti Matahari,
Borobudur dan lainnya, dimana tidak hanya menjual barang-barang yang diproduksi
untuk konsumsi dalam negeri tetapi juga menyajikan barang yang berkualitas
ekspor. Kemudian banyak muncul bioskop twenty-one, pesatnya perkembangan media
massa yang melakukan spesialisasi dan ekspansi pasar seperti Gramedia. Lajunya
pertumbuhan dan perkembangan bank-bank swasta seperti BCA dan Danamon. Suburnya
pertumbuhan pusat-pusat “kesegaran jasmani” yang menawarkan sejumlah aktivitas
fisik yang dapat mempercantik dan memperindah tubuh seperti senam dengan
berbagai macam jenisnya mulai dari tradisional sampai modern. Gerakan
mempercantik tubuh ini berkembang seiring dengan arus informasi yang digulirkan
lewat media komunikasi yang berskala internasional dan nasional, dimana
menggiring peminatnya pada suatu opini tentang apa itu cantik, indah, molek,
anggun dan lainnya.
EKONOMI
FORMAL DAN INFORMAL
A. Pengertian Ekonomi Formal dan Informal
Istilah
sector informal itu pertama kali diperkenalkan oleh Keith Hart melalui penelitiannya
di Ghana, Afrika. Istilah ini kemudian diterapkan dan dilakukan penelitian
secara mendalam sejumlah kota di Negara-negara sedang berkembang termasuk
Jakarta 1972. Lewat tulisan yang berjudul Informal
Income Oppurnuties and Urban Inflyment In Ghana, ia membagi pekerjaan
berdasarkan sektoralnya, yaitu pekerjaan formal dan informal. Sector formal
merupakan sector yang pekerjaan di dalamnya menuntut tingkat keterampilan yang
tinggi, yang biasanya hal ini sulit dipenuhi oleh para pendatang dari daerah
pedesaan.
Eksistensi
jenis aktifitas ekonomi ini diketahui oleh para peneliti social pada akhir abad
19, dan term sector informal masuk dalam pembendaharaan ilmu social pada decade
1960-an. Terkadang istialah ini dikenal sebagai black economy, shadow economy, ataupun cash economy.
Istilah
black economy sering menunjuk pada ekonomi nonpasar yang
berkonotasi negative, yaitu segala bentuk aktifitas ekonomi illegal yang
melanggar undang-undang, seperti makelar tiket kereta api atau bentuk-bentuk
perdaangan gelap (black market).
Istilah lain yang seting dipakai untuk menunjuk sector informal ini antara lain
shadow economy, underground economy,
undercover economy dan hidden
economy. Istialah shadow economy atau
economy baying-bayang menunjuk pada fenomena sector informal yang tidak
mengikuti aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah. Keberadaan sering
dipandang “ antara ada dan tiada ‘’, dalam system administrasi pemerintah,
jelas keberadaan sector ini tidak tercatat, tetapi realitasnya justru sector
inilah yang berfungsi sebagai penumpang ketika ekonomi sedang menunjuk titik
nadir. Produksi dan jasa yang dihasilkan hanya mampu memenuhi kebutuhan prilaku
sector informal dalam batas yang minimal. Artinya, hamper tidak ada kelebihan
keuntungan yang dapat diakumulasi sebagai pembentukan modal baru.
Di
Indonesia, menurut Hidayat (1987), sudah ada kesepakatan tentang sebelas cirri
pokok sector informal, yaitu :
1. Kegiatan
usaha tidak terorganisasi dengan baik karena timbulnya unit usaha tidak
mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sector formal.
2.
Pada umumnya, unit usaha tidak mempunyai
unit usaha.
3.
Pola kegiatan usaha tidak teratur, baik
dalam arti lokasi maupun jam kerja.
4.
Pada umumnya, kebijaksanaan pemerintah
untuk membantu golongan ekonomi tidak sampai ke pedagang kaki lima.
5.
Unit usaha mudah keluar masuk dari satu
sub-sektor ke lain sub-sektor.
6.
Teknologi yang digunakan bersifat
primatif.
7.
Modal dan perputaran usaha relative
kecil sehingga skala operasi juga relative kecil.
8.
Pendidikan yang diperlukan untuk
menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikan yang
diperoleh pengalaman sambil kerja.
9.
Pada umumnya, unit usaha termasuk
golongan one-man enterprise dan kalau
memperkerjakan buruh berasal dari keluarga.
10. Sumber
dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau lembaga
keuangan yang tidak sah.
11. Hasil
produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan manyarakat desa kota
berpenghasilan rendah kadang-kadang juga berpenghasilan menengah.
Perbedaan Karakteristik Sector Informal
dan Sector Formal
Karakteristik
|
Informal
|
Formal
|
Modal
|
Sukar
diperoleh
|
Relative
mudah diperoleh
|
Teknologi
|
Padat
karya
|
Padat
modal
|
Organisasai
|
Menyerupai
organisasi keluarga
|
Birokrasi
|
Permodalan
|
Dari
lembaga keuangan tidak resmi
|
Dari
lembaga keuangan resmi
|
Serikat
buruh bantuan Negara
|
Tidak
berperan tidak ad
|
Sangat
berperan
|
Hubungan
dengan desa
|
Saling
menguntungkan
|
“one-way-traffic” untuk kepentingan
sector formal
|
Sifat
wiraswasta
|
Berdikari
|
Sangat
tergantung pada perlindungan pemerintah atau impor
|
Persediaan
baran
|
Jumlah
kecil, kualitas rendah
|
Jumlah
besar, kualitas baik
|
Hubungan
kerja dengan majikan
|
Berdasarkan
asas saling percaya
|
Berdasarkan kontrak kerja[76]
|
Ekonomi
informal menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu yang dicirikan dengan
:
1.
Mudah memasukinya dalam arti keahlian,
modal dan organisasi
2.
Perusahaan milik Negara
3.
Beroperasi pada skala kecil
4.
Intensif tenaga kerja dalam produksidan
menggunakan teknologi sederhana
5.
Pasar yang tidak teratur dan kompetitif
Karakteristik
negative dan sector informal tersebut telah banyak mendapat tantangan dari
berbagai ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang ini. Menurut Hernando De Soto
dalam the other path informalitas
merupakan respon masyarakat terhadap Negara merkantalis yang kaku. Oleh karena
itu, tidak seperti gambaran ILO yang melihatnya sebagai mekanisme kelangsungan
hidup dalam merespon ketidakcukupan lapangan pekerjaan modern, melainkan
sebagai serbuan kekuatan pasar nyata dalam suatu ekonomi yang dikekang oleh
regulasi (pengaturan) Negara.
Produksi
subsistensi terdapat pada semua masyarakat dengan tingkat dan derajat yang
berbeda. Semakin berkembang industrilisasi semakin sedikit jenis aktifitas dan
jumlah waktu yang dikeluarkan rumah tangga yang melakukan produksi subsistensi.
a. Sector Informal
Kegiatan ekonomi
terdapat bagian yang telah dimasuki oleh aktifitas sector informal mulai dari
produksi makanan sampai produksi obat-obatan, mulai dari jasa hiburan sampai
kepada jasa keamanan, mulai dari pedagang loak sampai kepada pedagang emas,
mulai dari tukang semer sepatu sampai kepada pembuat sepatu, dan seterusnya.
Menjamurnya aktifitas ekonomi sector informal tersebut dipandang sebagai suatu
kegiatan yang mudah untuk masuk ke dalamnya.
b. Sector Informal Bayangan
Sector
ini pada dasarnya merupakan sector formal,tetapi untuk peningkatan fleksibilitas
managerial dan pengurangan biaya tenaga kerja mereka melakukan subkontraktor
kepada wiraswasta informal atau penggajian yang dicatat dalam pembukuan yang
tidak resmi sehinga aktifitas mereka sebenarnya-seperti jumlah produk yang
dihasilkan dan karyawan yang dipekerjakan-tidak terjangkau oleh tangan aparat
pajak atau tidak terekam dalam data statistic pemerintah.[77]
c. Sektor Usaha
Formal Dalam Perekonomian Indonesia
1. Badan Usaha
Milik Negara (BUMN)
Sebagai
realisasi dari pasal 33 ayat
2 dan 3 UUD 1945 maka didirikanlah
Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). BUMN
adalah bada usaha
yang modalnya sebagian besar/seluruhnya milik pemerintah/negara. Badan
usaha milik pemerintah pusat
disebut BUMN,sedangkan badan
usaha yang modalnya milik
pemerintah daerah disebut
BUMD(Badan Usaha Milik
Daerah).BUMN dan BUMD didirikan utuk
melayani kepentingan umum dan mencari keuntungan dalam ranka mengisi kas
negara.Berdasarkan UU RI No 9
tahun 1969 perusahaan
negara digolongkan menjadi 3
jenis yaitu :
a. Perusahaan
Jawatan (PERJAN)
Merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di
bidang jasa. Tujuanya untuk melayani
kepentingan umum/masyarakat luas
(PUBLIC SERVICE). Merupakan
bagian dari suatu
departemen pemerintah yang
di pimpin oleh seorang kepala yang bersesatus pegawai
negeri sipil.
Ciri-ciri PERJAN:
1.
Bertujuan untuk
melayani masyarakat
2.
Pimpinan dan
karyawan bersetatus sipil
3.
Merupakan bagian
dari departemen pemerintah
4.
Memperoleh
fasilitas Negara
5.
Dipimpin oleh
seorang kepala yang
bertanggung jawab langsung kepada atasannya dalam hal ini kepala menteri/dirjen departem yang
bersangkutan
Contoh PERJAN:
Perusahaan
jawatan kereta api dan jawatan penggadaianSejak
tahun 1991, perusahaan
berubah status menjadi
perusahaan umum, PJKA menjadi
perumka dan perusahaan
jawatan penggadaian berubah menjadi perum penggadaian.
b. Perusahaan umum
(PERUM)
Perum
merupakan perusahaan milik
negara yang tujuannya
disamping melayani kepentingan umum juga diperbolehkan mencaei
keuntungan.
Ciri-ciri PERUM:
Bertujuan:
1.
melayani kepentingan
umum, tapi diperbolehkan
untuk mencari laba dengan prinsip kerja efisien dan efekifitas
2.
Bersetatus badan
hukum yang diatur berdasarkan UU
3.
Bergerak di
bidang usaha yang vital
4.
Berada di bawah
pimpinan dewan direksi
5.
Pimpinan dan
karyawan bersetatus pegawai negeri
6.
Mempuya nama dan
kekayaan sendiri yang di pisahkan dari kekayaan Negara
7.
Laporan Diatur secara perdata tahunan perusahaan
yang terdiri dari laporan rugi/laba, neraca dan laporan perubahan modal
disampaikan oleh pemerintah
Contoh PERUM:
1.
Perusahaan umum
kereta api
2.
PERUM Dinas
angkutan motor republik Indonesia
3.
PERUM Pengadilan
4.
PERUM Perumahan
umum Nasional
c.
Perusahaan
Perseroan (PERSERO)
Perusahaan
perseroan merupakan perusahaan
Negara yang biasanya berbentuk PT
(Perseroan Terbatas). Bertujuan
untuk mencari laba/keuntungan.
Ciri-ciri PT:
1.
Tujuannya lebih
besar (dominan) untuk mencari laba
2.
Biasanya berbentuk PT
3.
SebagianØ besar seluruh
modalnya milik pemerintah
dalam bentuk saham-saham, tapi
memungkinkan kerja sama
pemilikan modal dengan pihak lain
4.
Pemerintah sebagai pemegang saham terbesar
(minimal 51%)
5.
Tidak dapat fasilitas negara secara khusus
6.
Dipimpin dewan direksi
7.
Pimpinan dan karyawan bersetatus sebagai
pegawai swasta
Contoh perusahaan yang berbentuk PT:
1. PT Pos
Indonesia
2. PT Pelni
3. PT Perkebunan
4. PT GIA (Garuda
Indonesia Airways)
5. PT PLN
(Perusahaan Listrik Negara)
6. PT BTN (Bank
Tabungan Negara)
d.
Sektor Usaha
Informal Dalam Perekonomian Indonesia
Dalam kehidupan perekonomian di Indonesia, terdapat
usaha-usaha informal, yaitu bidang usaha
dengan modal kecil,
alat produksi yang
terbatas,dan tanpa bentuk badan
hukum.
Ciri-ciri
usaha informal antara
lain sebagai berikut:
1.
Aktivitasnya
tidak terorganisir secara baik karena timbulnya tidak melalui perencanaan yang
matang
2.
Pada umumya tidak memiliki izin resmi dari
pemerintah
3.
Pola kegiatannya
tidak teratur atau
tidak tetap, baik
tempat maupun waktu/jam kerja.
4.
Modal dan
peralatan serta perputaran usahanya relatif kecil.
Pelaku usaha informal
diantaranya yaitu:
a.
Pedagang kaki
lima
Pedagang kaki lima yaitu pedagang yang menjajakan
barang dagangannya di tempat-tempat yang strategis, seperti di pinggir jalan,
di perempatan jalan, di bawah pohon yang
rindang, dan lain-lain.
Barang yang dijual
biasanya makanan, minuman,
pakaian, dan barang-barang
kebutuhan sehari-hari lainnya. Tempat panjualan pedagang
kaki lima relative
permanent yaitu berupa kios-kios kecil atau gerobak dorong, atau yang
lainnya.
Contoh
pedagang kaki lima
yang berjualan dipinggir jalan.
b.
Pedagang Keliling
Pedagang yang menjual
barang dagangannya secara keliling, keluar-masuk kampong
dengan jalan kaki/naik sepeda/sepeda motor.
Barang yang dijual
kebanyakan barang-barang
kebutuhan sehari-hari seperti minyak goreng, sabun, perabot rumah tangga,
buku dan alat tulis, dan lain-lain.
c.
Pedagang Asongan
Pedagang yang menjual
barang dagangan barang-barang yang
ringan dan mudah dibawa
seperti air mineral, koran, rokok,
permen, tisu, dan
lain-lain. Tempat penjualan
pedagang asongan adalah di terminal,
stasiun, bus, kereta api, di lampu
lalu lintas (traffic light), dan
di tempat-tempat strategis lainnya.
Contoh seorang
pedagang asongan.
Pedagang Musiman,
yaitu pedagang yang menjual
barang dagangannya secara
musiman. Barang yang di jual sesuai dengan musimnya, seperti buah buahan,
kartu lebaran, dan
kartu natal.Tempat penjualan
di tempat-tempat strategis atau
di tempat-tempat tertentu,
seperti objek wisata,
panggung hiburan, dan lain-lainSeorang pedagang ketupat yang merupakan
contoh pedagang musiman dan hanya berjualan pada saat menjelang lebaran.[78]
e.
Potret
ekonomi informal di indonesia
lapangan kerja yang memadai, menjadikan masyarakat
yang tidak mendapatkan tempat pada sektor formal akan beralih ke sektor
informal yang tidak menuntut banyak keahlian dan pendidikan yang memadai.
Beberapa jenis pekerjaan yang termasuk di dalam sektor
informal, salah satunya adalah pedagang kaki lima, seperti warung nasi, penjual
rokok, penjual kran dan majalah, penjual makanan kecil dan minuman, dan
lain-lainnya. Keberadaan pedagang asongan dianggap penting di beberapa tempat.
Keberadaannya sering dinilai mengganggu ketertiban umum, seringkali ada upaya
untuk menggeser keberadaan pelaku sektor informal seperti operasi penertiban
dan penetapan aturan yang melarang eksistensi pedagang asongan.
Pedagang asongan menjadi stimulan muncul dan
berkembangnya usaha-usaha mikro dengan menjadi penyedia barang-barang dagangan
yang dijajakan pedagang asongan. Peluang ini dimanfaatkan oleh kalangan
industri menengah. Produsen minuman, koran atau rokok, misalnya, mulai banyak
yang memanfaatkan pedagang asongan sebagai tenaga pemasar yang dapat secara
langsung menyentuh konsumen.
Saat ini sektor informal berkembang pesat
di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Hal itu disebabkan sektor informal
memberi ruang kepada masyarakat yang tidak memiliki skill dalam sektor
ekonomi formal. Pedagang asongan tidak hanya ditemukan di
pinggir-pinggir jalan, jembatan, terminal bis, angkutan umum, bis kota, kereta,
kampus, instasi pemerintah dan swasta dengan beragam bentuk. Di satu sisi kegiatan ekonomi dan sosial penduduk yang
dibarengi dengan kebutuhan yang tinggi semakin memerlukan ruang untuk
meningkatkan kegiatan penduduk sehingga menyebabkan semakin bertambahnya ruang
untuk mendukung kegiatan sektor informal.[79]
B. Pegertian dualisme
Dualisme
artinya bahwa dalam waktu yang sama di dalam masyarakat terdapat dua gaya
social yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing – masing berkembang secara
penuh serta saling mempengaruhi. Dalam dualisme masyarakat, salah satu system
social yang menonjol biasanya termaju, diimpor dari luar negri dan hidup dalam
lingkungan baru tanpa berhaasil menyisihkan atau menyerap system social lain
yang telah lama tumbuh disitu. Akibatnya, dari system kedua ini tdak ada yang
meluas, dan malah keduanya menjadi ciri khas masyarakat yang bersangkutan.
1. Dualisme
ekonomi yaitu kegiatan ekonomi dan keadaan ekonomi serta keadaan yang lain
dalam masa tertentu, atau dalam suatu sector ekonomi tertentu ysng memiliki
sifat tidak seragam.
2.
Dualisme ekonomi ini dapat dibedakan
menjadi 2 kelompok, yaitu ekonomi tradisional dan ekonomi modern.
3.
Kelompok ekonomi tradisional berarti
kegiatan ataupun keadaan ekonomi yang ada masih dikuasai oleh unsur
ketradisionalan.
4.
Kelompok ekonomi modern, berarti
berbagai kegiatan dan keadaan ekonomi yang sedang berlangsung dikuasai oleh
unsur – unsur yang bersifat modern.[80]
a.
Pengertian
dualisme ekonomi
Ekonomi
dualistik atau lengkapnya sistem ekonomi dualistik adalah suatu masyarakat yang
mengalami 2 macam sistem ekonomi yang saling berbeda dan berdampingan sama
kuatnya dimana sistem ekonomi yang satu adalah sistem ekonomi yang masih
bersifat pra- kapitalistik yang dianut oleh penduduk asli dan sistem ekonomi
yang diimpor dari Barat yang telah bersifat kapitalistik atau mungkin telah
dalam bentuk sosialisme atau komunisme.[81]
b.
Sejarah Ekonomi Dualistik di Indonesia
Penjajahan
yang terjadi di Indonesia merupakan awal dari sejarah terbentuknya ekonomi
dualistik di Indonesia. Penjajahan yang membawa pola dan sistem perekonomian
kapitalis membawa pengaruh yang nyata dengan berkembangnya perekonomian akan
tetapi ini hanya terpusat pada daerah-daerah yang mereka jajahi sehingga
munculah ketidak merataan dibeberapa daerah. Apabila tidak terjadi kedatangan
orang-orang barat ke Indonesia mungkin sistem pra-kapitalisme Indonesia dan
dunia timur lainnya suatu waktu akan berkembang menuju sistem kapitalisme
secara bersamaan dan merata.[82]
C. Faktor-faktor penyebab dualisme
Ada empat factor yang melatar belakangi
atau menjadi sebab lahirnya dualisme ekonomi, yaitu :
1.
Adanya kebijakan yang memiliki dua
dimensi, yaitu kebijakan untuk mempertahankan agar surplus sector pertanian
tetap berada di dalam negri daripada dibawa ke luar negri seperti masa
penjajahan.kebijakan untuk mengalihkan surplus sector pertanian ini ke sector
industry, dan ekspor seperti semula.
2.
Adanya pengaruj dari pola perumbuhan
ekonomi terutama yang terjadi di Negara – Negara asia.
3.
Hal yang menyangkut ratio antara manusia
dan tanah.
4.
Lemahnya perekonomian nasonal.[83]
D. Dualisma Ekonomi Di Indonesia
Perkembangan ekonomi yang terjadi saat Belanda
menduduki Indonesia ternyata memakai model-model yang berbeda. Baik pada masa
VOC ataupun kolonial. Sistem yang diterapkan pada dasarnya berusaha memakai
model konsep ekonomi barat. Apabila sepenuhnya sistem dari barat diterapkan
pada perekonomian saat itu ternyata tidak relevan. Masyarakat pribumi pada
umunya masih memakai konsep ekonomi tradisional. Sistem ekonomi barat dapat
merusak struktur sosial yang sudah ada.
Kapitalisme dalam ekonomi merupakan sebuah model yang
lebih maju ketimbang sistem ekonomi tradisional. Kapitalisme adalah sistem
ekonomi yang dinamis, sedang ekonomi tradisional cenderung statis. Kapitalisme
memakai modal-modal yang dimiliki oleh swasta. Sedangkan ekonomi tradisional
masih mementingkan asas kekeluargaan atau kebersamaan. Masing-masing, baik
ekonomi kapitalisme dan tradisional tidak dapat berkembang bersama. Mereka
berdiri sendiri-sendiri saat proses perekonomian berjalan. Model perekonomian
yang seperti itu dikenal sebagai ekonomi dualistis. Dan dalam sistem
tradisional, relasi yang digunakan dengan prinsip sosial dan cultural.
Ekonomi dualistik yang diterapkan oleh pemerintah
kolonial pada dasarnya untuk menekan agar masyarakat pribumi terus bertahan
dengan ekonomi tradisionalnya. Pemerintahan Kolonial bekerjasama dengan swasta
asing. Dan disini para swasta punya modal yang cukup untuk menyogok pemerintah
agar tanah milik para petani dapat dipakai demi lahan perkebunan. Pengusaha
swasta asing kebanyakan para orang Cina, Timur Asing dan bangsa Eropa. Namun ternyata
bukan mereka saja, para raja Jawa juga ikut menjadi pemodal. Investasi yang
mereka tanamkan pada perkebunan membawa dampak yang besar bagi pemerintah
kolonial. Kondisi seperti itu mengakibatkan lahan pertanian menjadi semakin
berkurang. Namun adaptasi dari pribumi lokal dengan sistem tadi secara
perlahan-lahan. Sistem ekonomi tradisional susah untuk menyatu dengan sistem
ekonomi kapitalis. Sistem kapitalis membawa dampak yang besar karena
menghasilkan keuntungan yang menggiurkan bagi pihak-pihak lokal ataupun asing.[84]
E. Hubungan Ekonomi Informal Dan Ekonomi
Formal
Sector informal
sering dilihat sebagai refleksi pertumbuhan kesempatan kerja di Negara
berkembang yang tidak mampu di tamping oleh sektof formal. Motif ekonomi yang
mendorong para pekerja masuk ke sector ini terutama hanya sekedar mencari
kesempatan kerja dan pendapatan dari pada memperoleh keuntungan. Jadi, sangat
berbeda dengan konsepsi para ahli mengenai wiraswastawan (entrepreneur). Namun
demikian, sejak kemunculannya, konsep sector informal mengundang perdebatan
dari berbagai kalangan. Pada decade 1980an, muncul paradigm baru dalam sector
ini. Jika sebelumnya paradigm yang berkembang melihat sector informal sebagai
sector yang harus diterangi, karena merusak keberhasilan, ketertiban dan
keamanan kota, pada decade ini paradigm tersebut mulai bergeser. Sector
informal dalam pandangan ini harus diubah menjdi sector formal.
Paradigma lama
tentang sector informal dilandasi suatu pemikiran bahwa kemajuan perekonomian
sebuah Negara ditandangi dengan meningkatnya tenaga kerja yang termasuk dalam
sector formal. Perekonomian dalam suatu Negara di nilai mengalami kemajuan jika
terjadi transpormasi ke arah penurunan pekerja kasar (blue collar) yang mempersentasikan pekerja sector informal. Maka
indikasi kemajuan tersebut terefleksikan dari peningkatan pendidikan dan
pendapatan masyarakat. Pekerja-pekerja kerah biru merupakan pekerja yang lebih
banyak mengandalkan kekuatan fisik, menggunakan teknologi yang terbatas, serta
berupa rendah, seperti pertanian, perdagangan kecil, kehutanan, perburuhan,
perikanan, tenaga produksi, buruh dibidang transportasi dan pekerja kasar
lainnya. Sementara itu, pekerja kerah putih (white collar ) merupakan pekerja yang lebih banyak menggunakan otak
dan keterampilan.
Berdasarkan
study sector informal yang dilakukan oleh bromley di Cali, Colombia, menunjukan
bahwa dalam sector informal terdapat beberapa segi yang patut diperhatikan,
yaitu kegiatan ini bukanlah suatu kegiatan yang terpisah sama sekali dalam
sector formal,bahkan lebih dari itu, sector ini memperoleh pengakuan
kegiatannya justru dari sector formal- informal merupakan karakteristik
kegiatan ekonomi Negara-negara yang sedang berkembang tempat sector informal
mendominasikan hamper seluruh kegiatan bidang jasa.
Dalam konteks
Indonesia, hubungan sector formal-informal dapat diamati secara riil di sekitar
gedung-gedung perkantoran elite. Banyak karyawan sector formal yang
mengkonsumsi barang dan jasa sector informal. Keberadaan “wartek” (warung
tegal) yang menjajakan makanan murah meriah seolah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari keberadaan gedung perkantoran. Sector informal oleh sebagian
ahli sering di sebut “sector penyelamat” di sebabkan oleh elastisitas sector
ini dapat menyerap lonjakan tenaga kerja. Beberapa kota di dunia tumbuh menjadi
satu “kota” yang sangat besar. Proses kunurbasi ini di beberapa literature
serin disebut sebagai metropolitan extended
metropolitan ataupun megalopis. Sector formal kota tetap tidak mampu
menyerapnya, oleh karena itu sector informal yang menjadi tumpuan penyerapan
tenaga kerja. Sector ini tumbuh meskipun nilai tambah yang diciptaknnya mungkin
tidak sebesar nilai tambah sector formal.[85]
Hubungan ekonomi
formal dan informal merupakan salah satu kajian penting dalam study ekonomi
informal. Hubungan tersebut dapat dilihat dari dua perspektif yaitu pendekatan
konflik dan pendekatan fungsional. Pada pendekatan konflik melihat bahwa
kehadiran sector informal diperlukan untuk mendukung perkembangan sector
formal. Dengan demikian, seperti istilah yang sering dilontarkan adalah, sector
informal mensubsidikan sector formal. Kata subsidi tersebut merupakan
penghalusan dari kata eksploitasi.
Sedangkan
pendekatan fungsional melihat hubungan tersebut sebagai sesuatu yang saling
menguntungkan antara sector formal dan informal. Istilah mereka adalah di mana
ada gula di sana ada semut. Di mana ada pembangunan gedung kesitu berdatangan
semut-semut sector informal.[86]
F. Sektor Formal Dan Informal dan
Akibat-Akibatnya Pada Perekonomian
1.
Produktifitas menurun
Kegiatan-kegiatan
yang menghasilkan nilai tambah sulit berkembang jika peraturan pemerintah
menghambat orang untuk menghimpun sumber daya, bila pajak dan tariff
menyebabkan harga bahan baku dan harga bahan barang tidak mencerminkan keadaan
yang sebenarnya, bila pengendalian harga memperlemah rangsangan untuk kegiatan
memproduksi.
Kadang-kadang
pengusaha informal dapat menggunakan sumber daya mereka secara lebih efisien di
bandingkan dengan pengusaha formal. Produktifitas perusahaan informal turun
makin rendah lagi karena pengusaha informal umumnya lebih padat karya dan
kurang menggunakan mesin. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ILD.
Produktifitas perusahaan informal hanya sepertiga dari produktifitas dari
perusahaan formal. Hal ini menghasilkan pola penggunaan sumber daya Negara yang
tidak tepat dan tidak efisien, karena produktifitas yang optimum dapat tercapai
hanya bila ada panduan yang terbaik antara tenaga kerja dan modal barang.
2.
Penanaman modal menurun
Ada
dua hal pada kegiatan informal yang mengakibatkan penanaman modal pada
keseluruhan menurun. Pertama, pengusaha informal lebih banyak menggunakan
teknologi padat karya, dengan akibat penanaman modal pada umumnya menurun,
karena kegiatan usaha sebagai lembaga ekonomi cenderung bergerak kea rah sector
informal. Kedua, mengingat kesulitan-kesulitan yang dihadapi pengusaha informal
untuk menjamin agar kontrak tidak di langgar, dan bunga yang tinggi yang harus
mereka bayar jika mereka meminjam uang kepada penyedia modal uang untuk
usahanya, maka tidak akan banyak penanaman modal jua turun akibat tinginya
biaya-biaya yang harus dipikul pengusaha bila ia berusaha secara informal.
3.
System pajak tidak efisien
Bila
pajak ditarik, bebannya sebagian besar jatuh ke pundak sekelompok kecil orang
yang berusaha secara formal, sumberdaya di hambur-hamburkan Negara dalan jumlah
yang sangat besar untuk menyelidiki penghindaran pajak, dan perekonomian secara
keseluruhan tidak berjalan seperti seharusnya.
Perusahaan
yang relative besar dan karena itu terpaksa melakukan kegiatannya secara formal
membayar pajak lebih besar daripada yang seharusnya jika tidak ada usaha
informal, karna bebab pajak seluruhnya bertumpu pada landasan pajak yang
sempit.
4.
Tariff pelayanan umum meningkat
Hal
yang sama terjadi pula di bidang pelayanan umum. Menurut perkiraan, hampir
separoh dari air bersih dan tenaga listrik di kota lima tidak diketahui kemana
perginya. Kebocoran saluran mungkin ada di sana sini, tetapi sebagian besar
dari kehilangan ini pasti karena ulah sector informal, karena orang di sector
itu banyak mencari air bersih dan aliran listrik. Sebagian besar sector
informal tidak mengeluarkan uang sepersenpun secara langsung untuk memperoleh
pelayanan umum ini. Ini menyebabkan tarif bagi orang yang mematuhi peraturan
menjadi tinggi.
5.
Kemajuan teknologi terbatas
Skala
usaha kegiatan informal cenderung kecil-kecilan interaksi antar perusahaan
dalam kegiatan produksi rendah, dan sector informal tidak mampu memanfaatkan
penemuan teknologi. Karena kegiatan-kegiatan yan membawa hal-hal baru
memberikan dampak positif pada masyarakat secara keseluruhan, maka
kerugian-kerugian yang timbul karena perusahaan informal tidak melakukan
pembaharuan tidak saj dipikul oleh perusahaan-perusahaan bersangkutan tetapi
jua oleh seluruh negeri yang seharusnya dapat meraih berbagai mamfaat dari
kemajuan teknologi.
6.
Kesulitan-kesulitan dalam menetapkan
kebijaksanaan ekonomi Negara
Kebijaksanaan
ekonomi untuk masyarakat secara keseluruhan yang harus di ambil oleh pemerintah
menyebabkan misalnya, kebijaksanaan andalan atau kebijaksanaan moneter sebagian
besar didasarkan pada perkiraan mengenai kemampuan perekonomian untuk
berkembang. Karena kegiatan ekonomi banyak yang informal, sangatlah sulit untuk
memperoleh informasi yang dapat dipercaya mengenai perkembangan perekonomian
Negara, dan selain itu kenyataan ini menyebabkan banyak unsure spekulasi yang
masuk ke dalam keputusan-keputusan politik yang di ambil.
Mereka
yang bertanggung jawab menetapkan kebijaksanaan ekonomi Negara tahu mengenai
gejala in, tetapi karna kegiatan ekonomi informal demikian besar dan demikian
cepat berkembang, sulit bagi mereka untuk mencapai kata sepakat, dalam
memperkirakan angka pertumbuhan ekonomi, mana angka yang sedikit banyak
menggambarkan keadaan ekonomi yang sebenarnya, dan unsure ketidakpastian yang
melekat pada kegiatan ekonomi informal menyulitkan mereka dalam melaksanakan
tuas menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi bagi perusahaan secara keseluruhan.[87]
G. Sebab munculnya sector informal
Sector
informal di Negara-negara sedang berkembang muncul dari tidak mampuan sector
formal untuk menampung antrian panjang pencari kerja (hart, 1973; mazumbar,
1975). Situasi ini muncul sebaai konsekuensi logis dari kebijaksanaan industry
yan merupakan bagian sistematis dari apa yang disebut sebagai sector informal.
Dari pandangan tersebut, seperti yang telah di jelaskan di atas, itu berarti
bahwa perkembangan industriliasasi kapitalis modern akan menghilangkan
aktifitas ekonomi informal.dari pandangan tersebut, pertanyaan kita adalah apa
yang menyebabkan informalitas pada Negara-negara maju? Paling tidak menurut
portes dan sassen (1987) dalam making it
underground, ada tiga hipotesis yang sering diajukan oleh beberapa ilmuwan
untuk menjelaskan sebab dari informalitas di Negara-negara maju.
Pertama,
munculnya ekonomi informal dihubungkan dengan pertumbuhan imigrasi. Di amerika
serikat komunitas imigran telah menyumbangkan kebutuhan tenaga kerja bagi
aktifitas ekonomi informal. telah memberikan tempat bagi pertumbuhannya, telah
memperlengkapinya dengan semangat kewiraswastaan untuk menggrakannya.
Kedua, informalitas
dan desentralisasi merupakan respon terhadap pertumbuhan kekuatan serikat
buruh. Oleh karena perusahaan yang berskala kecil tidak berhubungan dengan
pengaturan tersebut maka ia bebas dari hambatan yang berhubungan dengan serikat
buruh.
Ketiga,
informalisasi industry tertentu seperti konveksi merupakan hasil dari
kompetensi dengan Negara-negara dunia ke-tiga. Pertumbuhan perusahan-perusahaan
kecil yang mengerjakan perusahaan besarr melalui subkontraktor. Wanita
dipekerjakan sebagai buruh karena mereka relative tidak terorganisasi dan
merupakan sumber tenaga kerja yang murah. Hipotesis ini juga dianngap kurang
memuaskan karna ia gagal dalam
menjelaskan industry lain yang tidak mengalami informalisasi tetapi secara
relative juga mengalami kompetensi dengan Negara lain seperti sector jasa ddan
kontruksi.[88]
Keberadaan sektor informal tentu tidak dapat diabaikan.
Bahkan dalam masa sulit beberapa tahun ini sektor informal berfungsi sebagai
sarana pengaman. Munculnya sektor informal erat kaitannya dengan arus
urbanisasi. Keterbatasan kesempatan kerja di desa menimbulkan masalah tenaga
kerja di kota yaitu sebgai akibat arus tenaga kerja dari desa ke kota, baik
yang bersifat tetap maupun yang bersifat musiman.
Menurut Tadjuddin Noer Effendi dan Chris Manning (1996):
”Sektor informasi ini muncul karena kurang siapnya daya
dukung kota terhadap luberan tenaga kerja dari desa, sehingga mengakibatkan
jumlah yang menganggur dan yang setengah menganggur akan meningkat. Pertambahan
penduduk yang semakin pesat menyebabkan pemerintah tidak mampu memberikan
pelayanan kesehatan, perumahan, transportasi maupun fasilitas-fasilitas lain
yang memadai. Sehingga permasalahan tersebut akan mendorong mereka untuk
menerima pekerjaan apa adanya walaupun dengan penghasilan yang tidak menentu
yaitu disektor informal”.
Pada umumnya pekerja di sektor informal menganggap sektor
ini sebagai sektor transisi sampai adanya kesempatan untuk bekerja di sektor
formal. Karena untuk masuk sektor informal sangatlah mudah dan tidak ada
persyaratan ketat. Yang adanya kemauan, siapapun bisa terjun ke sektor informal
(Adig Suwandi, 1993). Sektor informal
muncul karena timbulnya masalah kemiskinan perkotaan akibat tidak cukup
tersedianya lapangan kerja di perkotaan (M. Zein Nasution, 1987).
Todaro sebagaimana dikutip oleh Tadjuddin Noer Effendi
dan Chris Manning (1996) berpendapat bahwa:
”Kota-kota di dunia ketiga mengalami apa yang disebut
”Urbanisasi berlebih” (Over Urbanisation), suatu keadaan dimana
kota-kota tidak menyediakan fasilitas pelayanan pokok dan kesempatan kerja yang
memadai kepada sebagian penduduk. Keadaan ini terjadi karena adanya urban bias,
yakni kebijakan yang lebih mengutamakan pengembangan perkotaan sehingga
penduduk luar kota banyak yang terangsang untuk mencari nafkah ke kota,
sedangkan pemerintah kota sudah tidak mampu menambah fasilitas perkotaan”[89]
AGAMA
DAN TINDAKAN EKONOMI
A.
Bagaimana Spirit Agama Mempengaruhi Tindakan Ekonomi
1.
Defenisi Agama
Dalam mendefenisikan agama, para ilmuwan sosisal biasanya
menggunakan dua macam defenisi yang biasa melengkapi satu sama lain, yakni
defenisi substantif dan defenisi fungsional.
a.
Defenisi
substantif.
Defenisi
substantif berusaha menjawab apa itu agama? Defenisi tersebut berusaha
menetapkan batas – batas atau kategori – kategori dari sebuah fenomena yang
menyebabkanya disebut agama dan membedakanya dari fenomena lain yang bukan agama.
Salah satu contoh dari defenisi seperti itu adalah defenisi agama menurut
Melfrod Spiro. [90]Dia
mengatakan agama sebagai suatu instusi yang terdiri dari interaksi yang
terpolakan secara kultural dengan pengandaian akan keberadaan yang
supranatural.
Pengakuan
akan adanya kekuatan supranatural di dalam defenisi itu menunjukan keberadaan
kekuatan yang mengatasi kekuatan manusia, kekuatan tersebut dapat membantu
manusia dan sebaliknya dan dapat membahayakan manusia. Hal itu tergantung pada
perbuatan manusia itu sendiri, kalau manusia melakukan hal – hal yang
dikehendaki oleh kekuatan supranatural tersebut, maka dia akan membantu
manusia. Sebaliknya, apabila dia melakukan hal – hal yang bertentangan dengan
keinginan dari kekuatan supranatural tersebut maka kekuatan itu akan
mecelakakan manusia.
b.
Defenisi
Fungsional.
Defenisi
fungsional tentang agama menekankan apa yang di buat oleh agama untuk seorang
individu, kelompok, atau masyarakat. Karena itu, agama didefenisikan didalam
istilah – istilah fungsi yang harus ia jalankanya. Isi dari kepercayaan dan
praktik keagamaan juga disebut, tetapi tidak terlalu penting untuk strategi ini
dibandingkan dengan konsukuensi–konsukuensi dari agama itu untuk kehidupamn
masyarakat.
Salah satu contoh dari defenisi seperti ini deberikan oleh Clifford
Greertz. Dia mengartikan agama sebagai system simbol yang berfungsi “menentramkan
suasana hati dan memberikan motivasi yang kuat dan tahan lama didalam kehidupan
manusiadengan menetapkan konsep– konsep atau merumuskan kepercayaan–kepercayaan
tentang tatanan umum eksistensi (manusia dan masyarakat) dan membungkus konsep–
konsep atau kepercayaan–kepercayaan itu seolah – olah sebagai sesuatu yang real
atau merupakan yang fakta sehingga suasana batin dan motivasi yang tercipta pun
menjadi real.
Konsep–konsep atau kepercayaan–kepercayaan yang dijelaskan oleh
agama diupayakan sedemikian rupa seolah–seolah konsep – konsep atau
kepercayaan–kepercayaan itu adalah real walaupun secara empiris sulit
dibuktikan.
2.
Ancangan Sosiologik terhadap Kajian Agama.
Mengenai
tuntutan ini, dan bagaimana para ahli sosiologi dengan pemikiran para filosuf
agama atau ahli teologi, atau dengan para pengkaji perbandingan agama. Di awali
dengan melihat perbedaan antara ahli teologi dan sosiologis, ahli teologi
mengawali kajianya dengan kepercayaan terhadap adanya tuhan, dan berusaha
melaksanakan berbagai implikasi dari keyakinan ini terhadap kehidupan manusia,
berbeda dengan cara–cara lain, dimana pengalaman manusia membantu kita memahami
hakikat tuhan.
Selain
itu, ahli teologi secara karakteristik merupakan pemikir dalam tradisi
keagamaan tertentu, misalnya Kristen, hindu, dan sebagianya, yang pertama
menaruh perhatian terhadap berbagai kebenaran, sesuai dengan keyakinan dalam
tradisi tertentu,sebaliknya ahli sosiologi munkin menganut agama (kepercayaan )
tertentu atau sama sekali tidak mempunyai agama, dan data yang dikerjakanya
mungkin diperolehnya dari salah satu atau banyak system agama, dari agamanya
sendiri atau dari agama–agama yang sama sekali berbeda dengan agamanya sendiri.
Dengan
demekian terdapat perbedaan postur intelektual dan juga perbedaan kepentingan, antara ahli teologi dan ahli
sosiologi itu.[91]
Namun demikian terdapat juga titik temu dalam kepentingan – kepentingan mereka.
Ahli teologi menganalisis pengalaman manusia dalam rangka memasuki secara lebih
mendalam hakikat Tuhan dan perbuatan–perbuatanya di dunia, ahli sosiologi
berkeyakinan bahwa hanya dengan menganalisis berbagai pengalaman tertentu dai
berbagai masyarakat tertentu sajalah dia dapat menampilkan seperangkat
keyakinan dan peribadatan agama tertentu sehingga mudah dipahami.
3.
Hubungan agama dan ekonomi.
Agama merupakan sistem sosial yang sudah terlembaga dalam setiap
masyarakat. Secara mendasar agama menjadi norma yang mengikat dalam keseharian
dan menjadi pedoman dari sebagai konsep ideal. Ajaran–ajaran agama yang telah
dipahami dapat menjadi pendorong kehidupan individu sebagai acuan dalam
beriteraksi kepada Tuhan, sesame manusia maupun alam sekitarnya. Ajaran itu
bias diterapkan dalam mendorong perilaku ekonomi, social dan budaya[92].
Agama dan Etos kerja ( Ekonomi ) memang memiliki wilayah yang
berbeda. Agama bergerak dalam dimensi spiritual, sedang bekerja atau usaha
adalah berdimensi duniawi untuk mencari nafkah hidup. Namun, pada wilayah yang
lain, agama dan etos kerja memiliki relevansi yang cukup signifikan sebagai
salah satu motivasi spiritual menuju tambahan nilai kebaikan dan amal bagi
keluarga dan orang lain.
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran agama sangat berpengaruh bagi
perkembangan aspek material (kehidupan di dunia ini), baik politik, ekonomi,
social, maupun budaya. Atau dengan kata lain, ada hubungan yang sangat
segnifikan antara kemajuan dalam pemikiran (immaterial) dan kemajuan dalam
bidang material.
B.
Memahami Bagaimana Tesis Max Weber
1.
Biografi Max Weber.
Maximilian Weber (lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864 –
meninggal Munchen, Jerman, 14 juni 1920 pada umur 56 tahun) adalah seorang ahli
ekonomi politik dan sosiologi dari jerman yang dianggap sebagai salah satu
pendiri ilmu sosiologi dan administrasi Negara modern. Karya utamanya
berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski
ia sering pula menulis di bidang ekonomi. Karyanya yang paling popular adalah
esai yang berjudul Etika Protestan dan
Semangat Kapitalisme, yang mengawali penelitianya tentang sosiologi agama.[93]
Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi
perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang
terkenal lainya, politik sebagai panggilan, Weber mendefenisikan Negara sebagai
sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara
sah, sebuah defenisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik
Barat modern.
2.
Pendekatan Psikologis Terhadap Agama.
Didalam bukunya yang berjudul The
Social Psychology of The World Religions, Weber menguraikan pendekatan
psikpologis terhadap agama. Di dalam buku tersebut, dia menolak pemikiran yang
mengatakan bahwa dalam menghubungkan agama dengan faktor – faktor social,
seseoarang harus menggunakan pendekatan yang bersifat reduksionis. Dia menolak
tesis yang mengatakan bahwa agama adalah sebuah ilusi seperti yang dilakukuan
oleh Freud. Weber juga tidak bisa menerima teori – teori tentang agama yang
mengatakan bahwa agama merupaka satu bentuk pelarian dari penderitaan dan
kesulitan hidup walaupun dia mengakui adanya hubungan antara agama dan
penderitaan. Dalam diskusinya, dia memberikan penjelasan tentang hubungan
antara agama dan kesulitan hidup.[94]
Menurut Weber, dalam banyak tradisi keagamaan khususnya dalam masyarakat
pra-industri, orang–orang yang mengalami kemalangan atau malapetaka berpikir
bahwa kemalangan itu disebabkan kemarahan para dewa yang menghukum mereka.
Selain itu, mereka juga berpikir bahwa penderitaan atau sakit disebabkan
kemarahan oleh kerasukan roh – roh jahat yang marah akibat perbuatan–perbuatan
mereka. Menurut Weber, kepercayaaan seperti ini adalah akar dan sumber dari
sikap keagamaan. Secara fundamental, agama merupakan tanggapan kesulitan dan
penderitaan dalam hidup serta berusaha memberikan makna terhadap apa yang
mereka alami.Konsep–konsep tentang agama muncul sebagai akibat dari kenyataan
bahwa secara fundamental manusia itu rapuh dan tidak pasti. Ketidak pastian dan
kerapuhan diantara lain tampak didalam kenyataan bahwa kadang–kadang manusia
menginginkansesuatu, tetapi keinginan itu tidak selalu bisa terwujud. Hamper
selalu ada perbedaan antara apa yang kita pikirkan dengan kenyataan yang
terjadi. Perbedaan itu bisa di jumpai di dalam berbagai tingkatan pada
tingkatan yang paling dasar, perbedaan itu ditemukan didalam keinginan – keinginan
akan hal – hal material dengan kenyataan – kenyataan yang sebenarnya.
3.
Pemikiran Max Weber tentang Sosiologi Agama.
Karya Weber dalam sosiologi agama bermula dari esai Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme dan
berlanjut dengan analisis[95] Agama Tiongkok : Konfusianisme dan Taoisme, karyanya tentang agama– agama lain
terhenti oleh kematianya yang medadak pada tahun 1920,hingga ia tidak dapat
melajutkan penelitianya tentang Yudaisme
Kuno dengan penelitian–penelitian
tentang Mazmur, kitab Yakub, Yahudi Talmudi, Kekristenan awal dan Islam.
Tiga tema utamanya adalah efek pemikiran agama dalam kegiatan
ekonomi, hubungan stratifikasi budaya Barat. Diawali oleh esai etika protestan
dan semangat kapitalisme, Weber menyebut agama adalah salah satu alasan utama
perbedaan antara budaya barat dan timur. Ia mengaitkan efek pemikiran agama
dalam kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifikasi social dan pemikiran agama
serta pembedaan karakteristik budaya barat.
Tujuannya untuk menemukan alasan mengapa budaya barat dan timur
berkembang dengan jalur yang berbeda. Weber kemudian mejelaskan temuanya
terhadap dampak pemikiran agama puritan (protestan) memiliki pengaruh besar
dalam perkembangan sistem ekonomi di Eropa dan Amerika, namun tentu saja ini
ditopang dengan factor lain diantaranya adalah rasionalitas terhadap upaya
ilmiah, menggabungkan pengamatan dengan matematika, ilmu tentang pembelajaran
dan yurisprudensi, sistematisasi terhadap administrasi pemerintahan dan usaha
ekonomi. Studi agama menurut Weber semata hanyalah meneliti sutu emansipasi
dari pengaruh magi, yaitu pembebasan dari pesona. Hal ini menjadi sebuah
kesimpulan yang dianggapnya sebagai aspek pembeda yang sangat pentingdari
budaya yang ada di barat.
Tugas pertama yang dilakukannya adalah menampilkan bukti mengenai
hubungan antara berbagai bentuk tertentu agama protestan dan perkembangan yang
sangat cepat menuju kaiptalisme. Dia mengemukakan contoh terkenal di negeri
belanda pada abad-abad ke 16 dan 17, mengenai pemilikan bersama dalam kegiatan
usaha kapitalis dikalangan keluarga huguenots dan orang-orang katolik di
perancis pada abad-abad ke 16 dan 17, dikalangan kelompok puritan di inggris,
dan lebih dari itu juga dikalangan para penganut cabang puritanisme inggris
yang menetap di amerika dan mendirikan wilayah new england. Pandangan weber
adalah bahwa penolakan terhadap tradisi, atau perubahan sangat cepat dalam
metode dan valuasi terhadap kegiatan ekonomik seperti itu, tidak akan mungkin
terjadi tanpa dorongan moral dan agama.[96]
Setelah mengetahui adanya hubungan antara agama protestan Calvinis
dan kapitalisme ini, weber lebih lanjut berusaha membahas dan
mengidentifikasikan berbagai ciri yang membedakan antara kapitalis moderen dan
berbagai corak organisasi ekonomik lainnya, serta berbagai ciri yang membedakan
antara Calvinisme dan beberapa versi lain agama kristen.
Orang-orang Marxis berpendapat bahwa corak Calvinis dalam agama
protestan adalah idiologi yang digunakan untuk mengesahkan kapitalisme pasar
bebas dan sebagai penolakan terakhir dari kekuasaan-kekuasaan hukum kanon
katolik yang semakin melemah mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi.[97]
Dalam satu hal, meskipun cara yang digunakan untuk membedakan dua
macam corak ideal kapitalis itu bertentangan sama sekali, weber melihat bahwa
dalam kehidupan nyata keduanya cenderung dikacaukan. Dia mengakui, sebagaimana
sudah saya sebutkan, bahwa “tujuan-tujuan puritanik cenderung mengendor karena
tekanan berlebih-lebihkan dari godaan harta, sebagaimana diketahui benar oleh
kalangan puritan sendiri.[98]
Dalam kajian terhadap etika protestan dan calvinisme weber sering
kali menggunakan dua istilah yang makna pasti memerlukan penelahaan lebih
lanjut. Istilah yang pertama adalah istilah yang dicetuskan dan dipakainya
sendiri---“asketisisme dunia batin”( inner-worldy ascetism). Yang kedua istilah
“rasionalisme” atau “rasionalisasi” yang bersifat umum. Kedua istilah itu juga
secara luas dipergunakannya dalam kajian mengenai perbandingan agama, dan
istilah yang kedua merupakan kata kunci dalam pandangannya tentang sosiologi,
karena itu makna kedua istilah tersebut mempunyai arti penting.[99]
4.
Pengaruh agama ascetis protestan
Weber membedakan empat aliran utama dari agama protestan ascetic:
Calvinisme, metodisme, pietisme dan sekte baptis. Pembahasan Weber tentang
agama protestan asketik, tidak melibatkan suatu penuturan historis dari
dogmanya, akan tetapi hanya membahas unsur-unsur doktrin sekte-sekte tersebut,
yang sangat banyak akibatnya dalam hal pengaruh atas prilaku praktis individu
dalam kegiatan ekonominya.[100]
Weber beragumentasi bahwa akibat dari doktrin ini bagi
sipemeluknya, tentunya adalah suatu ‘kesepian di dalam hati yang belum pernah
terjadi sebelumnya’.
Menurut weber, perbedaan yang paling tampak, yang memisahkan
calvinisme dari Lutheranisme maupun agama khatolik. Calvinisme dengan demikian
membuat suatu kesimpulan akhir tentang proses sejarah besar,yang dibahas oleh
weber dikesempatan lain secara terperinci: yaitu proses bertahap dari
‘kekecewaan’ (Entzauberung) dunia.[101]
Weber mengawali bukunya The
Protestant Ethic dengan mengemukakan suatu fakta statistik untuk penjelasan
: yaitu fakta bahwa didalam eropa modern ‘pemimpin-pemimpin niaga dan para
pemilik modal, maupun mereka yang terholong sebagai buruh terampil tingkat
tinggi, terlebih lagi karyawan perusahaan-perusahaan modern yang terlatih dalam
bidang teknis dan niaga, kebanyakan memeluk agama protestan.
C.
Merefleksikan Tesis Max
Weber dalam Konteks Semangat Islam dan Perilaku
Pengusaha Muslim
1.
Konsep Kerja Keras Pandangan Islam.
Di dalam
kehidupan, orang harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan dasar mereka.
Tekanan structural pada kehidupan masyarakat sedemikian berat sehingga hamper
sepanjang waktu mereka harus bersaing satu sama lain untuk memeperoleh atau
membagi ruang kegiatan ekonomi yang sempit. Dan hampir semua usaha mereka
diarahkan terutama untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Dalam konteks ini,
tampaknya tidak mengherankan sepeti kita
lihat bahwa masyarakat cendrung menimbang masalah–masalah cultural, idiologi
dalam cara yang praktis.
Tampak bahwa kondisi material, atau kebutuhan ekonomi, berada
diuruta pertama, sedangkan masalah–masalah–keagamaan, atau hal–hal yang tidak
material, menduduki urutan kedua. Kondisi material itu sedemikian penting dalam
kehidupan mereka sehingga agama (dalam pengertian sempit, sembahyang lima waktu
atau puasa) menjadi kebutuhan mewah. Ini harus di artikan bahwa gama hanya
menduduki tempat kedua dalam kehidupan masyarakat.[102]
Orang islam yang ideal bukan orang yang terus–menerus sembahyang
dari pagi sampai petang, tetapi yang bekerja dan berdoa, dan bekerja lagi dan
berdoa lagi terus menerus. Berkaitan dengann konsep kerja keras Mohamad Sobari
dalam bukunya menyatakan islam berisi ajaran semangat kerja keras, yang bisa
dibandingkan dengan gagasan Barat bahwa “waktu adalah uang”,dia mengatakan
bahwa kerja keras adalah menifestasi terpenting dari ibadah. Kerja keras itu
lebih nyata dibanding, misalnya, membaca Alqu’ran ,dia menegaskan bahwa kita
harus bertahan hidup di dunia , dia mengatakan
kita haruslah berkerja keras
untuk memeperolehnya.
2.
Etos Kerja Padangan Weber
Dengan Konsep Kapitalisme.
Semangat kapitalisme juga meliputi etika kerja yang berarti bahwa
semua waktu yang tidak digunakan untuk mendapatkan uang adalah suatu
pemborosan. “Waktu adalah uang” merupakan prinsip dari kaum kapitali ini.
Mereka juga berpendapat bahwa tidak bekerja sepanjang hari adalah suatu
pemborosan walaupun selama sepanjang sehari adalah satu pemborosan walaupun
selama sehari itu tidak mengeluarkan uang.[103]
Usaha untuk mencari keuntungan demi keuntungan mengandung implikasi bahwa
segala bentuk pemborosan harus dihindari, biaya ditekan dan tidak ada modal
yang disia–siakan. Perhitungan antara pemasukan dan pengeluaran dibuat secara
teliti. Tetapi, semua ini bukan cuma persoalan cara berbisnis yang sukses
melainkan sebuah etika atau etos yang khas dalam upaya menjawab panggilan
Tuhan.
Etos bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja pada manusia.
Keinginan untuk memperoleh uang bersifat alami, tetapi etos khusus yang
menekankan uasaha sistematis untuk memperoleh uang melalui cara – cara rasional
dengan didasari pembatasan di dalam kosumsi yang diusahakan dan dikembangkan.
Hal inilah yang menyebabkan perkembangan ekonomi yang hebat didunia Barat.
Dalam kenyataanya, menurut Weber, keinginan untuk mendapatkan uang ,jika tidak
disertai dengan etika seperti yang dijelaskan diatas.
Kekuatn yang menghalangi pertumbuhan ekonomi seperti kapitalisme
rasional adalah sikap tradisionalisme. Sikap ini ditandai kecendrungan mau bekerja hanya kalau perlu
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari–hari. Menurut Weber, tidak ada manusia
yang secara kodrat ingin menghasilkan lebih dan lebih demi penghasilan itu
sendiri. Kebanyakan manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang paling dasar
dan kalau kebutuhan dasar itu sudah terpenuhi mereka beristirahat. Sikap
seperti inilah yang paling dominan
ditemukan pada masyarakat prakapitalis dan pada sebagian dunia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bernard Raho, Teori
Sosiologi Modern, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007
Damsar, Sosiologi Ekonomi, Jakarta: Rajawali
Pers, 1997.
, Pengantar
Sosiologi Ekonomi. Kencana. Jakarta, 2009.
De
Soto Hernando. 1992. Masih Ada Jalan Lain.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Faizal,
Hendri Noor, 2007, Ekonomi Manajerial, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Featherstone
Mike. Posmoderisme Budaya Konsumen. Pustaka pelajar. Yogyakarta. 2001
Giddens,
Anthony, Kapitalisme dan Teori Sosial
Modern, Jakarta, Universitas indonesia (UI-Press), 1986.
Haryanto, Sindung, Sosiologi Ekonomi, Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011.
Hotman M. Siahaan, Pengantar Ke Arah Sejarah Teori Sosiologi, Jakarta: Erlangga, 1986
M.
B. Hendrie Anto. Pengantar Ekonomi Islam. Ekonisia..2003
Media Ar-Ruzz.2011. Sosiologi
ekonomi, Depok, Sleman, Jogjakarta: Perpustakaam Nasional
Schraf,
R, Betty, Sosiologi Agama, Jakarta,
Kencana, 2004
,
Kajian Sosiologi Agama, Yogyakarta,
PT Tiara Wacana Yogya, 1995.
Smelser,Sosiologi Ekonomi,Wira Sari,1987
Sobari,
Mohamad, Kesalehan dan Tingkah Laku
Ekonomi, Yogyakarta, Yayasan Bentang Budaya Sembilegi, 1999
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar,
Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Sudrajat,
Ajat, Etika Protestan dan Kapitalisme
Barat Relevansinya dengan Islam Di Indonesia, Jakarta, Bumi Aksana, 1994.
Sunarto, Kamanto, Sosiologi
Perubahan Sosial, Perspektif Klasik, Modern, Postmodern
dan Poskolonial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012
Supardan, Dadang, Pengantar Ilmu Sosial, Jakarta:
Bumi Aksara, 2011.
SVD,
Bernard Raho, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Jakarta, Obor, 2013
Weber,
Economy and society:An Outline of Interpretative Sociology.
(Barkeley:University of California Press), 1978.
http;//Google.com.Sosiologi ekonomi.PDF
http//Klipingnurmala.blogspot.com/2010/03/teori-sosiologi-klasik.html
http kliping
nurmala.blogspot.com/2010/03/teori-sosiologi-klasik.html
http://3kh4.wordpress.com/2007/12/18/moral-ekonomi/(online).
Dedy,
Koerniawan.blogspot.com.
Id.wikipedia.org.wiki/pasar
Diswandi.wordpress.com/2010/02/03
arti-penting-institusi-dalam-perekonomian.
http://fisip.uns.ac.id/blog/simamatis/bagaimana-hubungan-antara-gaya-hidup-dan-pola-konsumsi- masyarakat/
http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03
[1]Supardan, Dadang. Pengantar
Ilmu Sosial. Jakarta: 2011. Bumi Aksara. hal. 69
[2]Supardan, Dadang. Pengantar
Ilmu Sosial. Jakarta: 2011. Bumi Aksara. hal. 69-70
[3]Haryanto, Sindung. Sosiologi
Ekonomi. Jogjakarta: 2011. Ar-Ruzz Media. hal. 18
[4]Damsar. Sosiologi
Ekonomi. Jakarta: 1997. Raja Grafindo Persada. hal. 9
[5]Damsar. Sosiologi
Ekonomi. Jakarta: 1997. Raja Grafindo Persada. hal 11
[6]Prof. Dr. Bambang
Pranowo. Sosiologi, suatu Pengantar. Hlm. 8
[7]http://riskyariyani91.wordpress.com/2011/12/19/apa-itu-sosiologi-ekonomi
[8]http://riskyariyani91.wordpress.com/2011/12/19/apa-itu-sosiologi-ekonomi
[9]Soekanto, Soerjono. Sosiologi
Suatu Pengantar. Rajawali Pers. jakarta:
2010. hal.7
[10]Soekanto, Soerjono. Sosiologi
Suatu Pengantar. Rajawali Pers. jakarta:
2010. hal.10
[11]Soerkanto, Soerjono. Sosiologi
Suatu Pengantar. Rajawali Pers. jakarta:
2010. hal.13
[12]Soekanto, Soerjono. Sosiologi
Suatu Pengantar. Rajawali Pers. jakarta:
2010. hal.14
[13]http://ahmadsopyan.wordpress.com/2009/09/30/sosiologi-ekonomi/
[15] Haryanto, Sindung. Sosiologi
Ekonomi. Jogjakarta: 2011. Ar-Ruzz Media. hal. 10-11
[16]Haryanto, Sindung. Sosiologi
Ekonomi. Jogjakarta: 2011. Ar-Ruzz Media. hal. 11
[17]Haryanto, Sindung. Sosiologi
Ekonomi. Jogjakarta: 2011. Ar-Ruzz Media. hal. 11-12
[18]Damsar. Sosiologi
Ekonomi. Jakarta: 1997. Raja Grafindo Persada. hal.19-20
[19]Damsar. Sosiologi
Ekonomi. Jakarta: 1997. Raja Grafindo Persada. hal.17
[20]Google.com, Sosiologi
ekonomi.PDF hal.11
[21]Google.com, Sosiologi
ekonomi.PDF hal.13
[22]Supardan, Dadang. Pengantar
Ilmu Sosial. Jakarta: 2011. Bumi Aksara. hal. 78
[23]Haryanto, Sindung. Sosiologi
Ekonomi. Jogjakarta: 2011. Ar-Ruzz Media. hal. 25
[24]http://indudt.blog.fisip.uns.ac.id/2011/05/06/sosiologi-ekonomi/
[25]http://indudt.blog.fisip.uns.ac.id/2011/05/06/sosiologi-ekonomi/
[26]Sabtu,27 maret 2010
,http//Klipingnurmala.blogspot.com/2010/03/teori-sosiologi-klasik.html
[27]Sabtu,27 maret 2010 http
kliping nurmala.blogspot.com/2010/03/teori-sosiologi-klasik.html
[28]Hotman M.siahaan,
pengantar ke arah sejarah teori sosiologi, hal : 141 - 145.
[29]Hotman
M.Siahaan,pengantar ke arah sejarah teori sosiologi, hal : 178 - 181
[30]Teori sosiologi modern,
hal 1 - 2, dan hal 35 - 41.
[31]Teori Sosiologi Modern,
hal : 48 – 51.
[32]Sosiologi Perubahan
Sosial, Perspektif Klasik, Modern, Postmodern dan Poskolonial. Hal : 110 – 11
[33]http://mudiartasosio.blogspot.com/2011/04/perspektif-sosiologi-ekonomi.html
[34]Damsar,sosiologi ekonomi,Jakarta,PT Raja
Grafindo,1997.hal 7
[35]Smelser,Sosiologi Ekonomi,Wira Sari,1987.Hal 63
[36]Sindung Haryanto,Sosiologi Ekonomi,Ar-Ruz
Media,Yokjakarta:2011 Hal 26
[37]Opcit.hal 13
[38]Damsar, Pengantar
Sosiologi Ekonomi, ( Jakarta:Kencana ), 2009, hal.38
[39]http://sunjarifreconsultant.blogspot.com/2009/06/keterlekatan-perilaku-ekonomi-dalam.html
[40]Weber, Economy and
society:An Outline of Interpretative Sociology. (Barkeley:University of
California Press), 1978.
[44]Max Weber
[46]Damsar, h 49-51
[50]Damsar h 52
[51]http://id.prmob.net/antar-budaya/rusia/hubungan-interpersonal-2198166.html
[52]Damsar h 50-58
[53]http://3kh4.wordpress.com/2007/12/18/moral-ekonomi/(online). Diakses pada 06 April 2013.
[54]DAMSAR,Sosiologi
ekonomi,2002.Hal:65-79
[55]DAMSAR,Sosiologi
ekonomi,2002.Hal:65-79
[56]Ar-ruzz Media,Sosiologi
ekonomi,2011.Hal:80-82
[57]Ar-ruzz Media,Sosiologi
ekonomi,2011.Hal:80-82
[58]DAMSAR,Sosiologi
ekonomi,2002.Hal:80-82
[59]Damsar, 2002, Sosiologi
Ekonomi, (Jakarta:PT Raja Grafindo persada), hlm.83.
[60]Dedykoerniawan. Blogspot.
com
[61]Hendri, Faizal Noor,
2007, ekonomi manajerial, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada), Hlm 103.
[62]
Id.wikipedia.org.wiki/pasar
[63] Ibid.
[64] Damsar, 2002, Sosiologi
Ekonomi, (Jakarta:PT Raja Grafindo persada), hlm.84.
[65] Ibid.
[66] Damsar,sosiologi
ekonomi.PT.Raja Grafindo.2002.hal 120
[67] http://id.wikipedia.org
[69] Mike
Featherstone .posmoderisme budaya konsumen.pustaka pelajar.2001hal197
[71] M.B.Hendrie
Anto.Pengantar ekonomi islam.ekonisia..2003.hal 33
[73] Damsar,sosiologi
ekonomi.PT.Raja Grafindo.2002.hal 120
[74] Damsar,sosiologi
ekonomi.PT.Raja Grafindo.2002.hal 125
[75] Damsar,sosiologi
ekonomi.PT.Raja Grafindo.2002.hal 130
[76] Drs. Sindung Haryanto,
Sosiologi Ekonomi, (Jakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), hal 229-233
[77]Dr. Damsar, Sosiologi
Ekonomi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hal 142-145
[78]http://cortanhugo.blogspot.com/2011/07
[79]http://skripsi-ilmiah.blogspot.com/2013/02/potret
[80]http://firlyagustia.blogspot.com/2009/11/bab-5
[81]http://www.slideshare.net/imamwiryatutah
[83]http://firlyagustia.blogspot.com/2009/11/bab-5
[85] Ibid,. hal
233-236
[87] Hernando De Soto, Masih
Ada Jalan Lain, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hal 229-243
[88] Ibid,. hal.
149-150
[89]http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03
[90] Bernard Raho svd, Agama
dalam perspektif sosiologi, hlm 7.
[91]Betty R. Scharf,
Sosiologi Agama, hlm 3.
[92]Nasir, Nanat Fatah,
http;// Etos kerja wirausahawan muslim.
[93] Http;//id.
Wikipedia.org/ Maximiliam Weber.
[94] Bernard, Raho svd, Agama
dalam Perspektif Sosiologi, hlm 58.
[95]Http ;//idsaripudin,wordpres.com/pemikiran
max –weber.
[96]Schart, S, Betty, Kajian Sosiologi Agama, yogyakarta,
1995.
[99] Ibid, hal 186.
[100]Giddens, Anthony, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, jakarta,
UI-Press,1986
[101]Ibid,
hal 158
[102] Mohamad, Sobari,
Kesalehan dan tTngkah Laku Ekonomi, hlm 164.
[103]Benard, Raho svd, Agama
dalam Perspektif Sosiologi, hlm 67.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar