MAKALAH
Sosiologi ekonomi
Tentang
Moral Ekonomi Dan Tindakan Ekonomi
Oleh
Robi Candra 312.102
Dosen
pembimbing :
Muhammad Taufik, M.SI
JURUSAN EKONOMI
ISLAM (EKI A) FAKULTAS
SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM
BONJOL PADANG
1434 H/2013M
Kata Pengantar
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, karna berkat rahmat beliaulah
makalah ini dapat kami selesaikan. Salawat
dan salam tertuju buat Rasullullah SAW, yang telah sukses mengembangkan agama
islam dalam kehidupan manusia.
Terima kasih kepada dosen yang mengajar
mata kuliah Sosiologi ekonomi yang
telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini yang membahas tentang moral ekonomi dan tindakan ekonomi Makalah
ini berasal dari tugas Sosiologi
ekonomi dari jurusan ekonomi islam di Fakultas syari’ah, IAIN Imam Bonjol Padang. Dengan
tujuan dapat menjadi pedoman bagi mahasiswa dalam menjalankan diskusi.
Sesuai dengan materi yang akan kami
diskusikan yaitu “moral
ekonomi dan tindakan ekonomi” maka kami mencoba
mengeluarkan makalah yang mungkin keberadaannya kurang sempurna. Maka kami
selaku mahasiswa yang masih dalam proses pencarian ilmu, mengharapkan masukan
dan saran kepada dosen yang bersangkutan. Karna kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah kami sangat jauh dari kesempurnaan dalam
segala hal. Untuk itu kepada para pembaca kami juga sangat mengharapkan saran
dan kritiknya demi kesempurnaan makalah kami ini.
Padang, 06 April 2013
Penulis
Kelompok 6
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar……………………………………………………………………………
Daftar
Isi………………………………………………………………………………….
Bab I :
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ……………………………………………………………………
B. Masalah……………………………………………………………………………
C. Tujuan
…………………………………………………………………………….
Bab II : PEMBAHASAN
Moral ekonomi dan tindakan ekonomi......
…………………….............................
A.
Moral ekonomi petani .............................…………………………………….......
B.
Moral ekonomi pedagang....................................................…………...................
Bab III : PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………………..
B.
Saran……………………………………………………………………….…...
Daftar
Pustaka
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Moral
ekonomi menjadi topik perbincangan yang semakin menarik akhir-akhir ini seiring
dengan semakin derasnya arus globalisasi. Konsep moral ekonomi itu secara
khusus menurut mellah dan madsen (1991) dan block (2006) mendefinisikan moral
ekonomi pertukaran ekonomi melalui sentimen-sentimen dan norma-norma moral.
B. Masalah
Dalam makalah ini membahas masalah tentang moral ekonomi dan tindakan ekonomi.
Karena masih banyak orang
yang belum memahami
tentang apa itu moral
ekonomi dan tindakan ekonomi dan
juga
belum tau apa itu pengertian dari ekonomi, serta penjelasan lainnya yang membahas tentang moral dan
tindakannya.
C. Tujuannya
Untuk memberikan pengetahuan kepada orang yang
belum mengetahui tentang moral
ekonomi dan tindakan ekonomi, agar masyarakat juga
dapat memahami
apa yang telah di ketahuinya,dan tidak hanya menjadi ilmu tapi untuk di amalkan dan di manfaatkan.
BAB
II
PEMBAHASAN
MORAL EKONOMI DAN TINDAKAN EKONOMI
Dalam kajian
sosiologi, Moral Ekonomi adalah suatu analisa tentang apa yang menyebabkan
seseorang berperilaku, bertindak dan beraktivitas dalam kegiatan perekonomian.
Hal ini dinyatakan sebagai gejala sosial yang berkemungkinan besar sangat
berpengaruh terhadap tatanan kehidupan sosial.
Menelaah lebih
lanjut, beberapa buku referensi bagi mahasiswa dalam perkuliahan, diajukan
beberapa teori tentang moral ekonomi. James C. Scott mengajukan sebuah analisa
tentang kehidupan petani sedangkan H.D. Evers mengemukaakn teori tentang moral
ekonomi pedagang. Inti pembahasannya adalah apa yang menyebabkan sekelompok
masyarakat berperilaku, bertindak dan beraktivitas dalam kegiatan perekonomian.[1]
Bagian
ini menjelaskan bagaimana hubungan antara moral ekonomi yang memiliki oleh
suatu kelompok masyarakat dan tindakan ekonomi yang di lakukan dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Terlebih dahulu yang membahas tentang moral ekonomi petani
yang di tulis oleh Jemes C. Dan terakhir moral ekonomi pedagang diedit oleh H.D
Ever dan Heiko Schrader. Kemudian dilakukan perbandingan antara kedua tulisan
tersebut, untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan tersebut.
A.
Moral ekonomi petani
Dapat
di defenisikan moral ekonomi sebagai pengertian petani tentang keadilan ekonomi
dan defenisi kerja mereka tentang eksploitasi pandanga mereka tentang pungutan
–pungutan terhadap hasil produksi mereka mana yang dapat ditolerir mana yang tidak dapat. Dalam mendefinisikan
moral ekonomi, petani akan memperhatikan etika subsistensi dan norma
resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka. Etika subsistensi merupakan
perspektif dari mana petani yang tipikal memandang tuntutan-tuntutan yang tidak
dapat di letakkan atas sumber daya yang
dimilikinya dari pihak sesama warga desa,tuan tanah atau pejabat.
Etika
subsistensi tersebut, menurut james Scott (1976), muncul dari kekhawatiran akan
mengalami kekurangan pangan dan merupakan konsekuensi dari suatu kehidupan yang
begitu dekat dengan garis batas dari krisis subsistensi. Oleh karena itu
kebanyakan rumah
tangga petani hidup begitu dekat dengan batas-batas substensi dan menjadi
sasaran-sasaran permainan alam serta tuntutan dari pihak luar maka mereka
meletekkan landasan etika subsistensi atas dasar pertimbangan prinsip safety first (dahulukan selamat).
Dari
sudut pandang moral ekonomi petani,subsistensi itu sendiri merupakan hak oleh
sebab itu ia sebagai tuntutan moral. Maksudnya adalah petani merupakan kaum
yang miskin mempunyai hak sosialatas subsistensi. Oleh karena itu, setiap
tuntutan terhadap petani dari pihak tuan tanah sebagai elit desa atau negara
tidaklah adil apabila melanggar kebutuhan subsistensi. Pandangan moral ini
mengandung makna bahwa kaum elit tidak boleh melanggar cadangan subsistensi
kaum miskin pada muslim baik dan memenuhi kewajiban moralnya yang positif untuk
menyediakan kebutuhan hidup pada musim jelek.
Norma
resiprositas merupakan rumus moral sentral bagi perilaku antarindivindu: antara
petani dengan sesama warga desa, antara petani dengan tuan tanah, antara petani
dengan negara.prinsip moral ini berdasarkan gagasan bahwa orang harus membantu
mereka yang pernah membantu atau paling tidak jangan merugikan. Prisip moral
ini mengandung arti bahwa satu hadiah atau jasa yang di terima menciptakan,
bagi si penerima, satu kewajiban timbal balik untuk membalas satu hadiah atau
jasa dengan nilai yang setidak-tidaknya membanding di kemudian hari. Ini
berarti bahwa kewajiban untuk membalas budi merupakan satu prinsip moral yang
paling utama yang berlaku bagi hubungan baik antara pihak-pihak sederajat.
James scott (1976) telah meletakkan dasar stratifikasi sosial masyarakat petani
atas tingkat keamanan subsistensi mereka, bukan pada penghasilan mereka.
Keamanan subsistensi mereka di jamin oleh tuan tanah yang menjadi patron
mereka.sedangkan lapisan terbawahnya adalah buruh. Pertumbuhan negara kolonial
dan komersiliasi pertanian yang membawa masyarakat petani ke dalam ekonomi
dunia telah memperumit dilema keterjaminan subsistensi kaum petani.
Hal
ini di sebabkan sekurang-kurangnya oleh lima cara yaitu:
a.
Ketidakstabilan bersumber dari
pasar
Ekonomi pasar yang
diperkenalkan ke dalam masyarakat petani tidak hanya berlingkup pasar setempat
(lokal) tetapi juga pasar dunia. Pada dasar dunia hubungan antara hasil panen
setempat dan harga terputus. Dengan kata lain naik turunnya harga terlepas dari
permintaan dan penawaran setempat.
b.
Perlindungan desa yang semakin
lemah
Terjadi erosi dalam
pemberian perlindungan dan pemikul resiko oleh kelompok kerabat dan pada nilai
desa, karena terjadi perubahan struktural seperti berkurangnya sumber daya yang
dimiliki oleh kelompok kerabat maupun desa secara bersama (komunal) dan di
perkenalkannya hukum positif kolonial sebagai pengganti huku-hukum yang di
warisi secara turun temurun (tradisi).
c.
Hilangnya sumber-sumber daya
subsistensi sekunder
Tanah milik desa dimana
para warga mengembalakan ternak dan dan hutan milik desa dimana petani
mengambil kayu bakar bukan lagi milik komunal masyarakat desa, ia sudah menjadi
sesuatu yang kemersial dan seseorang yang memanfaatkannya harus bayar pajak.
d.
Buruknya hubungan-hubungan kelas
agraris
Di
tandai dengan perubahan sifat peran tuan tanah dari paternalistik dan pelindung
menjadi impersonal dan kontraktual.tuan tanah bukan lagi pemikul resiko di msa
sulit tetapi menjadi tukang kutip uang sewa tetap, bukan hanya di lakukan pada
masa baik dan tetapi juga pada masa buruk.
e. Negara
kolonial yang semakin ekstensif dan intensif dalam memungut pajak
Bukan
hanya pajak kepala dan tanah, yang pernah dipungut oleh pemerintah tradisional
pra-kolonial, tetapi juga di perluas kepada aktivitas yang berkaitan dengan
subsistensi seperti pajak perahu, pajak garam, dan seterusnya.
B. Moral
ekonomi pedagang
Dalam moral ekonomi ini setuju
dengan pendapat james scott (1976-176) yang menyatakan bahwa masyarakat petani
umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dan dengan suatu
sistem nilai yang menekan kan tolong menolong, pemilikan bersama sumber daya
dan keamanan subsistensi. Hak terhadap subsistensi merupakan suatu prinsip
moral yang aktif dalam tradisi desa kecil. Dalam kondisi seperti ini pedagang
menghadapi dilema yaitu memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada
kerabat-kerabat dan tetangga-tetangga untuk menikmati bersama pendapatan yang
di perolehnya sendiri di satu pihak dan untuk mengakumulasikan modal dalam
wujud barang dan uang di pihak lain.di luar desa para pedagang di hadapkan
dengan tuntunan anonim yang sering bersifat anarkis dan berasal dari pasar
terbuka dengan fluktuasi harga yang liar. Pedagang cendrung terperangkap
ditengah dan dalam hal ini bisa disebut sebagai tengkulak karena mereka tidak
hanya menaggung resiko kerugian secara ekonomi tetapi juga resiko terhadap
diskriminasi dan kemarahan petani.
Para pedagang dalam masyarakat petani
telah mencoba mengatasinya dengan cara-cara mereka sendiri. Evers (1994:10)
telah menemukan 5 solusi atau jalan keluar yangberbada yang di lakukan oleh
para pedagang menghadapi delema tersebut, yaitu:
1.
Imigrasi pedagang minoritas
Kelompok
minoritas baru dapat diciptakan melalui migrasi atau dengan etno-genesis, yaitu
munculnya identintas etnis baru. Contoh yang menarik dari pemikiran ini adalah
“pedagang kredit” yang sebagian
berasal dari suku batak dan beragama
kristen yang melakukan aktivitas dagangnya di sumatera barat.
2.
Pembentukan kelompok-kelompok etnis atau
religius
Munculnya
dua komoditas moral yang menekankan pentingnya kerja sama tetapi tidak keluar
dari batas-batas moral. Menurut evers (1994:8-9) ada beberapa cara yang di
lakukan agar hal ini dapat berlangsung. Satu kemungkinan, misalnya menerima
suatu agama baru atau menganut sebuah agama sebgaimana yang di gariskan oleh
aturan-aturan yang di tentukan dengan memperlihatkan kegairahan dalam
menjalankan aturan-aturan tersebut. Dan kemungkina lain menekankan nilai-nilai
budaya hingga batas menentukan identitas etnis milik sendiri. Hal ini berarti
terdapat hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara masyarakat pendesaan
sumatra barat dan pedagang kredit yang masing-masing memiliki komonitas moral
tersendiri, yaitu agama islam dan agama kristen.
3.
Akumulasi status kehormatan (modal
budaya)
Kembali
kepada studi geerzt. (1963), kedermawan, keterlibatan dalam urusan masyarakat,
berziarah, menunaikan ibadah haji yang dilakukan oleh santri memberi dampak
kepada akumulasi modal budaya yang dimiliki. Dengan kata lain, peningkatan
akumulasi modal budaya berarti peningkatan derajat kepercayaan masyarakat
sehingga memudahkan pedagang untuk melakukan aktivitasnya.
4. Munculnya perdagangan kecil dengan ciri” ada
uang ada barang”
Dengan
mengambil fenomena pedagang bakul di jawa, Evers melihat bahwa para pedagang
bakul kurang di tundukan oleh tekanan solidaritas desa di bandingkan dengan
pedagang yang lebih besar dan lebih kaya serta suka pamer. Perdagangan kecil
yang diperlihatkan diatas merupakan ciri-ciri standar pada semua masyarakat
petani.[2]
5.
Depersonalisasi (ketidakterlekatan)
hubungan-hubungan ekonomi
Jika ekonomi
pasar berkembang dan hubungan-hubungan ekonomi relatif tidak terlekat atau
terdiferensiasi, maka dilema pedagang diteransformasikan kedalam dilema sosial
semua pasar ekonomi.[3]
Persoalan moral ekonomi menjadi topik
perbincangan yang semakin menarik akhir-akhir ini seiring dengan semakin
derasnya arus globalisasi. Konsep moral ekonomi itu secara khusus menurut
mellah dan madsen (1991) dan block (2006) mendefinisikan moral ekonomi
pertukaran ekonomi melalui sentimen-sentimen dan norma-norma moral. Terdapat
dua alasan mendaar yang menyebabkanisu moral ekonomi menjadi pusat perhatian
banyak kalangan.
1.
Berkaitan dengan semakin intensifnya
praktik fair trade yang menurut
komitmen moral tinggi, baik di kalangan produsen maupun kalangan konsumen.
2.
Praktik kehidupan sehari-hari, tidak
terbatas di dunia bisnis, semakin menjauhkan sisi-sisi moralitas dalam
kalkulasi ekonomi.
Perspektif ini memegang teguh prinsip
ekonomi yang melandasi setiap tindakan ekonomi, yaitu memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya dengan pengorbanan biaya yang serendah-rendahnya. Persoalan
yang menyentuh moral berkaitan dengan tindakan ekonomi yang di ambil menjadi
biaya eksternal. Komitmen moral konsumen adalah dalam penggunaan hak-hak
konsumen jika terdapat pelanggaran hukum maupun moral yang berkaitan dengan
produksi barang.[4]
Persoalan-persoalan
moral ekonomiyang sering terjadi di masyarakat yaitu:
1.
Seorang manajer pabrik pokok menghadapi
delema moral ekonomi antara menggunakan pilihan mekanisme pabrik sehingga
mengakibatkan PHK massal atau tetap menggunakan cara produksi lama dengan
risiko keuntungan yang di perolehnya tidak sebesar mengunakan mesin baru.
2.
Seorang manajer pabrik gula menghadapi
delema moral antara melaksanakan ritual upacara yang dilakukan sebelum giling
tebu pertama kali. Upacara tersebut merupeken tradisi yang telah berlangsung
puluhan tahun dan dalam pelaksanaanya memakan biaya yang besar.
3.
Segala macam bentuk suap, kolusi,
korupsi, nepotisme, menipulasi dan berbagai bentuk tindakan penyalahgunaan
wewenang lainnya yang dilakukan pejabat berwenang. Apalagi terjadi di tengah pnderitaan dan
kemiskinan masyarakat sekitar dengan tujuan memperkaya diri jelas merupakan
persoalan moral selain tentunnya persoalan hukum.
4. Berbagai
bentuk moral hazzard (permanfaatan
kesempatan sekecil mungkin untuk tujuan memperkaya diri atau dalam bahasa jawa
sering diekspresikan dengan ungkapan) merupakan persoalan moral ekonomi.
Sebagai contoh dalam kebijakan pemerintah mengenai pengurangan subsidi BBM akan
dilakukan pembedaan harga bensin untuk mobil dan motor.
5. Pada
1998, sesaat telah terjadinya krisis moneter, banyak masalah sosial baru yang
muncul, seperti anak jalanan.[5]
MODEL
TINDAKAN AKTOR DARI GIDENS
|
|
|
|
|||||||
|
Gambar
di atas menunjukan pada elemen intensional dari seorang agen yang membentuk
arus atau duree kehidupan sehari-hari. Secara intensional, tindakan-tindakan
yang berorientasimungkin juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak di
harapkan, dan menjadi umpan balik serta kondisi –kondisi yang tidak di sadari
bagi tindakan yang akan dilakukan di masa datang. Kesemuanya membatasi dan
memaksa suatu tindakan yang akan dilakukan seorang aktor.
Dengan
memperbandingkan penemuan dan pendekatan oleh peneliti yang berbeda yaitu moral
ekonomi petani dan moral ekonomi pedagang, maka jawaban atas pertanyaan yang di
ajukan pada awal tulisan adalah reaksi yang dilakukan oleh pedagang terhadap
moral ekonomi. Pada kelompok masyarakat petani, tindakan ekonomi merupakan
cerminan langsung dari moral ekonomi sedangkan dari kelompok masyarakat
pedagang ia merupakan kombinasi antara moral ekonomi dan kepentingan ekonomi.
Berikut
ini ada 3 cara untuk memahami secara singkat perbedaan antara kedua perdekatan.
1.
Hakikat manusia
James scott melihat
manusia merupakan makhluk yang begitu
terikat pada moral-moral yang berlaku pada masyarakat, termasuk moral ekonomi.
Oleh karena itu ia bagaikan manusia robot yang patuh dan tunduk kepada
aturan-aturan sosial budaya yang telah di programkan masyarakat kepadanya.
2.
Dimensi moral
James scott menemukan
moral ekonomi dalam kelompok masyarakat petani sebagai sesuatu yang statis. Ia
tidak lapuk oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur hubungan
sosial yang berkembang.
3.
Tindakan ekonomi
Dari sudut pandang
scott, seperti yang telah di jelaskan diatas, tindakan ekonomi merupakan
refleksi langsung dari moral ekonomi yaitu manusia bertindak sebatas tidak
keluar dari etika subsistensi.
4.
Pendekatan
Pendekatan yang
digunakan scott dalam membahas moral ekonomi adalah perspektif aktor lebih tersosialisasi.
Aktor sangat taat dan patuh terhadap aturan dari sistem dan norma yang ada.
Sedangkan evers dan kolega menggunakan pendekatan sosiologi ekonomi baru dalam
membedah moral ekonomi pedagang.[6]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
moral
ekonomi menjadi topik perbincangan yang semakin menarik akhir-akhir ini seiring
dengan semakin derasnya arus globalisasi. Konsep moral ekonomi itu secara
khusus menurut mellah dan madsen (1991) dan block (2006) mendefinisikan moral
ekonomi pertukaran ekonomi melalui sentimen-sentimen dan norma-norma mora. defenisikan moral ekonomi sebagai
pengertian petani tentang keadilan ekonomi dan defenisi kerja mereka tentang
eksploitasi pandanga mereka tentang pungutan –pungutan terhadap hasil produksi
mereka mana yang dapat ditolerir mana
yang tidak dapat. Dalam
mendefinisikan moral ekonomi, petani akan memperhatikan etika subsistensi dan
norma resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka. Etika subsistensi
merupakan perspektif dari mana petani yang tipikal memandang tuntutan-tuntutan
yang tidak dapat di letakkan atas sumber
daya yang dimilikinya dari pihak sesama warga desa,tuan tanah atau pejabat.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami harapkan
pembaca dapat memahaminya atau mengambil ilmu pengetahuan dari pemakalah
ini.Pemakalah juga menyadari masih banyak kekurangan dalam kesempurnaan makalah
ini, jadi kami menerima kritik dan saran dari pembaca dan teman-teman semuanya.
DAFTAR
PUSTAKA
DAMSAR, 2002. Sosiologi ekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Media Ar-ruzz.2011. Sosiologi ekonomi,
Depok,Sleman,Jogjakarta: Perpustakaam Nasional
http://3kh4.wordpress.com/2007/12/18/moral-ekonomi/(online).
[1] http://3kh4.wordpress.com/2007/12/18/moral-ekonomi/(online). Diakses pada 06 April 2013.
[2] DAMSAR,Sosiologi ekonomi,2002.Hal:65-79
[3] DAMSAR,Sosiologi ekonomi,2002.Hal:65-79
[4] Ar-ruzz Media,Sosiologi ekonomi,2011.Hal:80-82
[5] Ar-ruzz Media,Sosiologi ekonomi,2011.Hal:80-82
[6] DAMSAR,Sosiologi ekonomi,2002.Hal:80-82
https://debby-spenyossi.blogspot.co.id/2011/11/prinsip-ekonomi.html?showComment=1477987627106#c7147584044235440160
BalasHapus