Senin, 21 April 2014

Moral Ekonomi Dan Tindakan Ekonomi



MAKALAH
       Sosiologi ekonomi
    
  Tentang
Moral Ekonomi Dan Tindakan Ekonomi










Oleh
                                                                 Robi Candra    312.102


            Dosen pembimbing :
      Muhammad Taufik, M.SI

JURUSAN EKONOMI ISLAM (EKI A) FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
                                  IMAM BONJOL PADANG
  1434 H/2013M






Kata Pengantar

Puji syukur kita ucapkan kehadirat  Allah SWT, karna berkat rahmat beliaulah makalah ini dapat kami selesaikan. Salawat dan salam tertuju buat Rasullullah SAW, yang telah sukses mengembangkan agama islam dalam kehidupan manusia.
Terima kasih kepada dosen yang mengajar mata kuliah Sosiologi ekonomi yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini yang membahas tentang moral ekonomi dan tindakan ekonomi Makalah ini berasal dari tugas Sosiologi ekonomi dari jurusan ekonomi islam di Fakultas syari’ah, IAIN Imam Bonjol Padang. Dengan tujuan dapat menjadi pedoman bagi mahasiswa dalam menjalankan diskusi.
Sesuai dengan materi yang akan kami diskusikan yaitumoral ekonomi dan tindakan ekonomi” maka kami mencoba mengeluarkan makalah yang mungkin keberadaannya kurang sempurna. Maka kami selaku mahasiswa yang masih dalam proses pencarian ilmu, mengharapkan masukan dan saran kepada dosen yang bersangkutan. Karna kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami sangat jauh dari kesempurnaan dalam segala hal. Untuk itu kepada para pembaca kami juga sangat mengharapkan saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah kami ini.


  Padang, 06 April  2013
                                                                                                              Penulis

Kelompok 6





DAFTAR ISI
                                                                                  
Kata Pengantar……………………………………………………………………………
Daftar Isi………………………………………………………………………………….
Bab I      : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ……………………………………………………………………
B.     Masalah……………………………………………………………………………
C.     Tujuan …………………………………………………………………………….
Bab II     : PEMBAHASAN
Moral ekonomi dan tindakan ekonomi...... …………………….............................

A.    Moral ekonomi petani .............................…………………………………….......
B.     Moral ekonomi pedagang....................................................…………...................
                       
Bab III    : PENUTUP
A.    Kesimpulan………………………………………………………………………..
B.     Saran……………………………………………………………………….…...
Daftar Pustaka








BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Moral ekonomi menjadi topik perbincangan yang semakin menarik akhir-akhir ini seiring dengan semakin derasnya arus globalisasi. Konsep moral ekonomi itu secara khusus menurut mellah dan madsen (1991) dan block (2006) mendefinisikan moral ekonomi pertukaran ekonomi melalui sentimen-sentimen dan norma-norma moral.

B.     Masalah
 Dalam makalah ini membahas masalah tentang moral ekonomi dan tindakan ekonomi. Karena masih banyak orang yang belum memahami  tentang  apa itu moral ekonomi dan tindakan ekonomi  dan juga belum tau apa itu pengertian  dari ekonomi, serta penjelasan lainnya yang membahas tentang moral dan tindakannya.  

C.    Tujuannya
 Untuk memberikan pengetahuan kepada orang yang belum mengetahui tentang moral ekonomi dan tindakan ekonomi, agar masyarakat juga dapat memahami apa yang telah di ketahuinya,dan tidak hanya menjadi ilmu tapi untuk di amalkan dan di manfaatkan.





       BAB II
PEMBAHASAN

MORAL EKONOMI DAN TINDAKAN EKONOMI
Dalam kajian sosiologi, Moral Ekonomi adalah suatu analisa tentang apa yang menyebabkan seseorang berperilaku, bertindak dan beraktivitas dalam kegiatan perekonomian. Hal ini dinyatakan sebagai gejala sosial yang berkemungkinan besar sangat berpengaruh terhadap tatanan kehidupan sosial.
Menelaah lebih lanjut, beberapa buku referensi bagi mahasiswa dalam perkuliahan, diajukan beberapa teori tentang moral ekonomi. James C. Scott mengajukan sebuah analisa tentang kehidupan petani sedangkan H.D. Evers mengemukaakn teori tentang moral ekonomi pedagang. Inti pembahasannya adalah apa yang menyebabkan sekelompok masyarakat berperilaku, bertindak dan beraktivitas dalam kegiatan perekonomian.[1]
Bagian ini menjelaskan bagaimana hubungan antara moral ekonomi yang memiliki oleh suatu kelompok masyarakat dan tindakan ekonomi yang di lakukan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Terlebih dahulu yang membahas tentang moral ekonomi petani yang di tulis oleh Jemes C. Dan terakhir moral ekonomi pedagang diedit oleh H.D Ever dan Heiko Schrader. Kemudian dilakukan perbandingan antara kedua tulisan tersebut, untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan tersebut.
A.    Moral ekonomi petani
Dapat di defenisikan moral ekonomi sebagai pengertian petani tentang keadilan ekonomi dan defenisi kerja mereka tentang eksploitasi pandanga mereka tentang pungutan –pungutan terhadap hasil produksi mereka mana yang dapat ditolerir  mana yang tidak dapat. Dalam mendefinisikan moral ekonomi, petani akan memperhatikan etika subsistensi dan norma resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka. Etika subsistensi merupakan perspektif dari mana petani yang tipikal memandang tuntutan-tuntutan yang tidak dapat  di letakkan atas sumber daya yang dimilikinya dari pihak sesama warga desa,tuan tanah atau pejabat.
Etika subsistensi tersebut, menurut james Scott (1976), muncul dari kekhawatiran akan mengalami kekurangan pangan dan merupakan konsekuensi dari suatu kehidupan yang begitu dekat dengan garis batas dari krisis subsistensi. Oleh karena itu kebanyakan rumah tangga petani hidup begitu dekat dengan batas-batas substensi dan menjadi sasaran-sasaran permainan alam serta tuntutan dari pihak luar maka mereka meletekkan landasan etika subsistensi atas dasar pertimbangan prinsip  safety first (dahulukan selamat).
Dari sudut pandang moral ekonomi petani,subsistensi itu sendiri merupakan hak oleh sebab itu ia sebagai tuntutan moral. Maksudnya adalah petani merupakan kaum yang miskin mempunyai hak sosialatas subsistensi. Oleh karena itu, setiap tuntutan terhadap petani dari pihak tuan tanah sebagai elit desa atau negara tidaklah adil apabila melanggar kebutuhan subsistensi. Pandangan moral ini mengandung makna bahwa kaum elit tidak boleh melanggar cadangan subsistensi kaum miskin pada muslim baik dan memenuhi kewajiban moralnya yang positif untuk menyediakan kebutuhan hidup pada musim jelek.
Norma resiprositas merupakan rumus moral sentral bagi perilaku antarindivindu: antara petani dengan sesama warga desa, antara petani dengan tuan tanah, antara petani dengan negara.prinsip moral ini berdasarkan gagasan bahwa orang harus membantu mereka yang pernah membantu atau paling tidak jangan merugikan. Prisip moral ini mengandung arti bahwa satu hadiah atau jasa yang di terima menciptakan, bagi si penerima, satu kewajiban timbal balik untuk membalas satu hadiah atau jasa dengan nilai yang setidak-tidaknya membanding di kemudian hari. Ini berarti bahwa kewajiban untuk membalas budi merupakan satu prinsip moral yang paling utama yang berlaku bagi hubungan baik antara pihak-pihak sederajat. James scott (1976) telah meletakkan dasar stratifikasi sosial masyarakat petani atas tingkat keamanan subsistensi mereka, bukan pada penghasilan mereka. Keamanan subsistensi mereka di jamin oleh tuan tanah yang menjadi patron mereka.sedangkan lapisan terbawahnya adalah buruh. Pertumbuhan negara kolonial dan komersiliasi pertanian yang membawa masyarakat petani ke dalam ekonomi dunia telah memperumit dilema keterjaminan subsistensi kaum petani.




Hal ini di sebabkan sekurang-kurangnya oleh lima cara yaitu:
a.      Ketidakstabilan bersumber dari pasar
Ekonomi pasar yang diperkenalkan ke dalam masyarakat petani tidak hanya berlingkup pasar setempat (lokal) tetapi juga pasar dunia. Pada dasar dunia hubungan antara hasil panen setempat dan harga terputus. Dengan kata lain naik turunnya harga terlepas dari permintaan dan penawaran setempat.
b.      Perlindungan desa yang semakin lemah
Terjadi erosi dalam pemberian perlindungan dan pemikul resiko oleh kelompok kerabat dan pada nilai desa, karena terjadi perubahan struktural seperti berkurangnya sumber daya yang dimiliki oleh kelompok kerabat maupun desa secara bersama (komunal) dan di perkenalkannya hukum positif kolonial sebagai pengganti huku-hukum yang di warisi secara turun temurun (tradisi).

c.       Hilangnya sumber-sumber daya subsistensi sekunder
Tanah milik desa dimana para warga mengembalakan ternak dan dan hutan milik desa dimana petani mengambil kayu bakar bukan lagi milik komunal masyarakat desa, ia sudah menjadi sesuatu yang kemersial dan seseorang yang memanfaatkannya harus bayar pajak.

d.      Buruknya hubungan-hubungan kelas agraris
Di tandai dengan perubahan sifat peran tuan tanah dari paternalistik dan pelindung menjadi impersonal dan kontraktual.tuan tanah bukan lagi pemikul resiko di msa sulit tetapi menjadi tukang kutip uang sewa tetap, bukan hanya di lakukan pada masa baik dan tetapi juga pada masa buruk.

e.       Negara kolonial yang semakin ekstensif dan intensif dalam memungut pajak
Bukan hanya pajak kepala dan tanah, yang pernah dipungut oleh pemerintah tradisional pra-kolonial, tetapi juga di perluas kepada aktivitas yang berkaitan dengan subsistensi seperti pajak perahu, pajak garam, dan seterusnya.                               




B.     Moral ekonomi pedagang
           Dalam moral ekonomi ini setuju dengan pendapat james scott (1976-176) yang menyatakan bahwa masyarakat petani umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dan dengan suatu sistem nilai yang menekan kan tolong menolong, pemilikan bersama sumber daya dan keamanan subsistensi. Hak terhadap subsistensi merupakan suatu prinsip moral yang aktif dalam tradisi desa kecil. Dalam kondisi seperti ini pedagang menghadapi dilema yaitu memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada kerabat-kerabat dan tetangga-tetangga untuk menikmati bersama pendapatan yang di perolehnya sendiri di satu pihak dan untuk mengakumulasikan modal dalam wujud barang dan uang di pihak lain.di luar desa para pedagang di hadapkan dengan tuntunan anonim yang sering bersifat anarkis dan berasal dari pasar terbuka dengan fluktuasi harga yang liar. Pedagang cendrung terperangkap ditengah dan dalam hal ini bisa disebut sebagai tengkulak karena mereka tidak hanya menaggung resiko kerugian secara ekonomi tetapi juga resiko terhadap diskriminasi dan kemarahan petani.
          Para pedagang dalam masyarakat petani telah mencoba mengatasinya dengan cara-cara mereka sendiri. Evers (1994:10) telah menemukan 5 solusi atau jalan keluar yangberbada yang di lakukan oleh para pedagang menghadapi delema tersebut, yaitu:
1.      Imigrasi pedagang minoritas
Kelompok minoritas baru dapat diciptakan melalui migrasi atau dengan etno-genesis, yaitu munculnya identintas etnis baru. Contoh yang menarik dari pemikiran ini adalah “pedagang kredit” yang sebagian berasal dari suku batak dan beragama kristen yang melakukan aktivitas dagangnya di sumatera barat.

2.      Pembentukan kelompok-kelompok etnis atau religius
Munculnya dua komoditas moral yang menekankan pentingnya kerja sama tetapi tidak keluar dari batas-batas moral. Menurut evers (1994:8-9) ada beberapa cara yang di lakukan agar hal ini dapat berlangsung. Satu kemungkinan, misalnya menerima suatu agama baru atau menganut sebuah agama sebgaimana yang di gariskan oleh aturan-aturan yang di tentukan dengan memperlihatkan kegairahan dalam menjalankan aturan-aturan tersebut. Dan kemungkina lain menekankan nilai-nilai budaya hingga batas menentukan identitas etnis milik sendiri. Hal ini berarti terdapat hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara masyarakat pendesaan sumatra barat dan pedagang kredit yang masing-masing memiliki komonitas moral tersendiri, yaitu agama islam dan agama kristen.

3.      Akumulasi status kehormatan (modal budaya)
Kembali kepada studi geerzt. (1963), kedermawan, keterlibatan dalam urusan masyarakat, berziarah, menunaikan ibadah haji yang dilakukan oleh santri memberi dampak kepada akumulasi modal budaya yang dimiliki. Dengan kata lain, peningkatan akumulasi modal budaya berarti peningkatan derajat kepercayaan masyarakat sehingga memudahkan pedagang untuk melakukan aktivitasnya.

4.  Munculnya perdagangan kecil dengan ciri” ada uang ada barang”
Dengan mengambil fenomena pedagang bakul di jawa, Evers melihat bahwa para pedagang bakul kurang di tundukan oleh tekanan solidaritas desa di bandingkan dengan pedagang yang lebih besar dan lebih kaya serta suka pamer. Perdagangan kecil yang diperlihatkan diatas merupakan ciri-ciri standar pada semua masyarakat petani.[2]

5.      Depersonalisasi (ketidakterlekatan) hubungan-hubungan ekonomi
Jika ekonomi pasar berkembang dan hubungan-hubungan ekonomi relatif tidak terlekat atau terdiferensiasi, maka dilema pedagang diteransformasikan kedalam dilema sosial semua pasar ekonomi.[3]
       Persoalan moral ekonomi menjadi topik perbincangan yang semakin menarik akhir-akhir ini seiring dengan semakin derasnya arus globalisasi. Konsep moral ekonomi itu secara khusus menurut mellah dan madsen (1991) dan block (2006) mendefinisikan moral ekonomi pertukaran ekonomi melalui sentimen-sentimen dan norma-norma moral. Terdapat dua alasan mendaar yang menyebabkanisu moral ekonomi menjadi pusat perhatian banyak kalangan.
1.      Berkaitan dengan semakin intensifnya praktik fair trade yang menurut komitmen moral tinggi, baik di kalangan produsen maupun kalangan konsumen.
2.      Praktik kehidupan sehari-hari, tidak terbatas di dunia bisnis, semakin menjauhkan sisi-sisi moralitas dalam kalkulasi ekonomi.
       Perspektif ini memegang teguh prinsip ekonomi yang melandasi setiap tindakan ekonomi, yaitu memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan biaya yang serendah-rendahnya. Persoalan yang menyentuh moral berkaitan dengan tindakan ekonomi yang di ambil menjadi biaya eksternal. Komitmen moral konsumen adalah dalam penggunaan hak-hak konsumen jika terdapat pelanggaran hukum maupun moral yang berkaitan dengan produksi barang.[4]
       Persoalan-persoalan moral ekonomiyang sering terjadi di masyarakat yaitu:
1.      Seorang manajer pabrik pokok menghadapi delema moral ekonomi antara menggunakan pilihan mekanisme pabrik sehingga mengakibatkan PHK massal atau tetap menggunakan cara produksi lama dengan risiko keuntungan yang di perolehnya tidak sebesar mengunakan mesin baru.
2.      Seorang manajer pabrik gula menghadapi delema moral antara melaksanakan ritual upacara yang dilakukan sebelum giling tebu pertama kali. Upacara tersebut merupeken tradisi yang telah berlangsung puluhan tahun dan dalam pelaksanaanya memakan biaya yang besar.
3.      Segala macam bentuk suap, kolusi, korupsi, nepotisme, menipulasi dan berbagai bentuk tindakan penyalahgunaan wewenang lainnya yang dilakukan pejabat berwenang.  Apalagi terjadi di tengah pnderitaan dan kemiskinan masyarakat sekitar dengan tujuan memperkaya diri jelas merupakan persoalan moral selain tentunnya persoalan hukum.
4.      Berbagai bentuk moral hazzard (permanfaatan kesempatan sekecil mungkin untuk tujuan memperkaya diri atau dalam bahasa jawa sering diekspresikan dengan ungkapan) merupakan persoalan moral ekonomi. Sebagai contoh dalam kebijakan pemerintah mengenai pengurangan subsidi BBM akan dilakukan pembedaan harga bensin untuk mobil dan motor.
5.      Pada 1998, sesaat telah terjadinya krisis moneter, banyak masalah sosial baru yang muncul, seperti anak jalanan.[5]


                        MODEL TINDAKAN AKTOR DARI GIDENS
Konsekuensi-Konsekuensi Tindakan Yang Tidak Di Harapkan
 
Kondisi-Kondisi Tindakan Yang Tidak Di Sadari
 
Monitoring Refleksif Tindakan
 
.
















Rasionalisasi Tindakan
 



 




Motivasi Tindakan
 
                                                  


 


Gambar di atas menunjukan pada elemen intensional dari seorang agen yang membentuk arus atau duree kehidupan sehari-hari. Secara intensional, tindakan-tindakan yang berorientasimungkin juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak di harapkan, dan menjadi umpan balik serta kondisi –kondisi yang tidak di sadari bagi tindakan yang akan dilakukan di masa datang. Kesemuanya membatasi dan memaksa suatu tindakan yang akan dilakukan seorang aktor.
Dengan memperbandingkan penemuan dan pendekatan oleh peneliti yang berbeda yaitu moral ekonomi petani dan moral ekonomi pedagang, maka jawaban atas pertanyaan yang di ajukan pada awal tulisan adalah reaksi yang dilakukan oleh pedagang terhadap moral ekonomi. Pada kelompok masyarakat petani, tindakan ekonomi merupakan cerminan langsung dari moral ekonomi sedangkan dari kelompok masyarakat pedagang ia merupakan kombinasi antara moral ekonomi dan kepentingan ekonomi.





Berikut ini ada 3 cara untuk memahami secara singkat perbedaan antara kedua perdekatan.
1.      Hakikat manusia
James scott melihat manusia merupakan makhluk  yang begitu terikat pada moral-moral yang berlaku pada masyarakat, termasuk moral ekonomi. Oleh karena itu ia bagaikan manusia robot yang patuh dan tunduk kepada aturan-aturan sosial budaya yang telah di programkan masyarakat kepadanya.

2.      Dimensi moral
James scott menemukan moral ekonomi dalam kelompok masyarakat petani sebagai sesuatu yang statis. Ia tidak lapuk oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur hubungan sosial yang berkembang.

3.      Tindakan ekonomi
Dari sudut pandang scott, seperti yang telah di jelaskan diatas, tindakan ekonomi merupakan refleksi langsung dari moral ekonomi yaitu manusia bertindak sebatas tidak keluar dari etika subsistensi.

4.      Pendekatan
Pendekatan yang digunakan scott dalam membahas moral ekonomi adalah perspektif aktor lebih tersosialisasi. Aktor sangat taat dan patuh terhadap aturan dari sistem dan norma yang ada. Sedangkan evers dan kolega menggunakan pendekatan sosiologi ekonomi baru dalam membedah moral ekonomi pedagang.[6]









BAB III
                                                               PENUTUP
A.    Kesimpulan
moral ekonomi menjadi topik perbincangan yang semakin menarik akhir-akhir ini seiring dengan semakin derasnya arus globalisasi. Konsep moral ekonomi itu secara khusus menurut mellah dan madsen (1991) dan block (2006) mendefinisikan moral ekonomi pertukaran ekonomi melalui sentimen-sentimen dan norma-norma mora. defenisikan moral ekonomi sebagai pengertian petani tentang keadilan ekonomi dan defenisi kerja mereka tentang eksploitasi pandanga mereka tentang pungutan –pungutan terhadap hasil produksi mereka mana yang dapat ditolerir  mana yang tidak dapat. Dalam mendefinisikan moral ekonomi, petani akan memperhatikan etika subsistensi dan norma resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka. Etika subsistensi merupakan perspektif dari mana petani yang tipikal memandang tuntutan-tuntutan yang tidak dapat  di letakkan atas sumber daya yang dimilikinya dari pihak sesama warga desa,tuan tanah atau pejabat.

B.     Saran
 Dengan adanya makalah ini kami harapkan pembaca dapat memahaminya atau mengambil ilmu pengetahuan dari pemakalah ini.Pemakalah juga menyadari masih banyak kekurangan dalam kesempurnaan makalah ini, jadi kami menerima kritik dan saran dari pembaca dan teman-teman semuanya.

                                                   






DAFTAR PUSTAKA
DAMSAR, 2002. Sosiologi ekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Media Ar-ruzz.2011. Sosiologi ekonomi, Depok,Sleman,Jogjakarta: Perpustakaam Nasional
http://3kh4.wordpress.com/2007/12/18/moral-ekonomi/(online).

















[1] http://3kh4.wordpress.com/2007/12/18/moral-ekonomi/(online). Diakses pada 06 April  2013.
[2] DAMSAR,Sosiologi ekonomi,2002.Hal:65-79
[3] DAMSAR,Sosiologi ekonomi,2002.Hal:65-79
[4] Ar-ruzz Media,Sosiologi ekonomi,2011.Hal:80-82
[5] Ar-ruzz Media,Sosiologi ekonomi,2011.Hal:80-82

[6] DAMSAR,Sosiologi ekonomi,2002.Hal:80-82

1 komentar:

  1. https://debby-spenyossi.blogspot.co.id/2011/11/prinsip-ekonomi.html?showComment=1477987627106#c7147584044235440160

    BalasHapus